Eramuslim.com – Anda sudah baca “Das Kapital”? Anda sudah baca “The Communist Manifesto”? Sudah baca “State and Revolution” karya Lenin?
Sudah baca karya-karya Lin Yutang? Sudah mempelajari berbagai buku dan tulisan New Left yang dipelopori oleh para intelektual yang bergabung di dalam grup diskusi Institute of Frankfurt (Marcuse, Horkheimer, dll)? Sudah mempelajari filsafat Materialisme-Dialektis dan Materialisme-Historis? Sudah baca “Etika Protestan” Weber? “Wealth of Nation” Adam Smith?
Jika belum, jangan bicara panjang-lebar tentang komunisme. Belajarlah dahulu dan tidak perlu berteriak-teriak latah. Saya sudah membaca itu semua di saat setiap hari masih berseragam putih abu-abu. Bahkan untuk karya-karya seperti “Pengkhianatan Kaum Intelektual” (Julien Benda), “Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” (Cindy Adams), “Russel Essays” (Bertrand Russel), “Gerakan Massa” (Eric Hoffer), dan sebagainya, saya sudah lahap ketika masih bercelana pendek, seragam putih biru. Lulus SMA, saya bergabung dengan kelompok perlawanan kiri terhadap rezim Suharto di mana kawan-kawan saya dulu sebagian sekarang sudah menjadi anggota DPR, sudah punya Alphard dan mengkoleksi apartemen, sudah menjadi borjuis murni, walau di mulut masih sering bicara tentang nasib rakyat kecil. Sebatas pemoles bibir.
Bagi yang sekarang masih mengidolakan Marx, masih tergila-gila dengan ideologi Marxis atau Komunisme, ketahuilah jika Marxis dan Komunisme (Dua ideologi ini berbeda, namun sering disamakan) hanya dahsyat dalam menghancurkan sistem masyarakat yang bersendikan kolonialisme dan kapitalisme, namun NOL BESAR dalam membangun sistem tatanan masyarakat. Sejarah dunia sampai hari ini belum pernah mencatat ada negara komunis/Marxisme yang memakmurkan rakyatnya. Kalau yang memakmurkan para pejabatnya, itu banyak.
Malah sejarah telah mencatat jika di dalam peradaban Islam-lah, pernah menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan, bagi rakyat banyak dan juga pemimpinnya. Coba buka buku-buku sejarah peradaban Islam lagi.
Marxisme yang merupakan isme yang menjadi dasar komunisme, yang bersendikan filsafat materialisme-dialektis dan materialisme-historis, memang tidak membahas tentang ruh, tidak membahas tentang aspek-aspek yang tidak kasat mata, seperti agama, situasi kebatinan, dan sebagainya. Mungkin sebab itu banyak tokoh komunis yang melihat agama dengan sinis, bahkan yang lebay akan meludahi agama, agama apa pun itu. Kaum komunis hanya percaya pada material, pada sesuatu yang bisa diindera oleh manusia. Kasarnya, kaum komunis tidak percaya pada (maaf) kentut, tapi percaya jika itu bisa menimbulkan kehebohan. Itulah lucunya komunisme.