Beberapa hari kemarin, masyarakat di hebohkan oleh Pemberitaan mengenai beberapa Media Massa Islam yang di blokir oleh Kominfo atas laporan BNPT karena diduga menyebarkan ajaran radikalisme Islam, memelintir ayat Quran dan Sunnah, dan dicurigai sebagai media yang terafiliasi terhadap gerakan terorisme.
Mendengar berita tersebut penulis sempat membuktikan sendiri, apakah betul atau sekedar hoax belaka, karena ternyata dari 17 media Islam yang di blokir ada salah satu media yang menjadi konsumsi penulis untuk meng-upgrade berita Islam internasional yaitu eramuslim.com, ternyata memang betul media itu diblokir oleh provider yang penulis gunakan.
Sempat penulis menyatakan pendapat mengenai sebuah kekeliruan BNPT dalam menilai media masa Islam yang di blokir adalah tidak tepat sasaran di facebook. Namun disini penulis mencoba untuk mengkaji lebih jauh kasus diatas dari sisi hukum.
Payung hukum BNPT adalah Peraturan Presiden (Perpres) No 46 tahun 2010 dan berikut beberapa penjelasan mengenai BNPT, Tugas dan Wewenang nya, berdasarkan Perpres diatas:
Pasal 1
(1) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang selanjutnya disebut BNPT adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
(2) BNPT berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) BNPT dipimpin oleh seorang Kepala.
Pasal 2
(1) BNPT mempunyai tugas :
a. Menyusun kebijakan, strategi,dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme;
b. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme;
c. Melaksanakan kebijakan dibidang penanggulangan terorisme dengan membentuk Satuan Tugas-Satuan Tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas,fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2) Bidang penanggulangan terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional.
Dalam Perpres di atas, ada 2 ayat yang mengatur mengenai tugas BNPT lihat Pasal 2 di atas, ayat pertama menjelaskan bahwa BNPT bertugas untuk menyusun kebijakan dan strategi untuk menanggulangi bahaya terorisme, kemudian BNPT juga bertugas untuk berkoordinasi dengan instansi pemerintah, terkait pelaksanaan kebijakan dalam penanggulangan terorisme.
Artinya BNPT tidak dapat bekerja sendiri dalam menanggulangi terorisme, seperti contohnya kasus Pemblokiran Media Massa Islam, BNPT tidak bisa memblokir situs-situs tersebut secara internal tanpa dikoordinasikan dengan instansi pemerintahan terkait dalam hal ini adalah KemenKominfo, Artinya BNPT tidak memiliki kewenangan memblokir situs-situs media Islam, ini perlu disampaikan agar tidak terjadi misspresepsi yang menyebutkan bahwa BNPT telah memblokir situs media Islam, karena diberita banyak disebutkan bahwa BNPT blokir 22 situs Media Islam, atau hal yang serupa yang menunjuk BNPT sebagai subjek yang memblokir situs media Islam, padahal BNPT sama sekali tidak berwenang melakukan hal tersebut.
Selanjutnya BNPT atas dasar melaksanakan tugas menanggulangi bahaya terorisme seperti yang dijelaskan dalam pasal 2 Perpres No 46 tahun 2010 berkoordinasi bersama Kominfo terkait beberapa media massa Islam yang diduga atas laporan masyarakat memuat ajaran radikalisme Islam.
Yang harus dipertanyakan adalah, “Kapan Laporan BNPT masuk ke KemenKominfo?” jika memang laporan itu bisa dibuktikan secara empiris masuk ke bagian administrasi KemenKominfo, “Berapa lama KemenKominfo melakukan kajian dan analisa terhadap data-data dalam laporan BNPT atas tuduhan terhadap sebagian Media Islam yang menyebarkan ajaran Radikalisme?”
“Mengapa tiba-tiba isu ini mencuat berbarengan dengan momentum kenaikan BBM?”
Mungkin sedikit orang yang berfikir ke arah ini, karena perlu kita ketahui bersama bahwa administrasi setingkat Kementrian itu bukan lagi administrasi layaknya OSIS di SMA atau BEM di Kampus. Artinya BNPT tidak bisa hanya secara lisan melaporkan beberapa situs Islam yang memuat ajaran radikalisme, dan berkoordinasi langsung untuk memblokir situs-situs tersebut tanpa data yang valid sebagai bukti otentik dan menjadi landasan terhadap KemenKominfo untuk memblokir situs-situs tersebut.
Sejauh ini penulis sangat kesulitan untuk mendapatkan data-data bahwa BNPT secara administratif telah telah memenuhi prosedur untuk berkoordinasi bersama kominfo dalam hal memblokir situs-situs yang dianggap telah mengajarkan radikalisme, karena keterbatasan penulis sebagai bagian dari masyarakat biasa, diluar petugas kedua instansi tersebut. Disini BNPT tidak terbuka dalam mengumumkan data-data yang mereka kumpulkan sebagai bukti otentik untuk mengajukan pemblokiran kepada Kominfo.
Penulis telah beberapa kali mengunjungi situs www.bnpt.go.id, di sana tidak dimuat data-data mengenai tuduhan terhadap beberapa media Islam yang diduga mengajarkan radikalisme, justru yang banyak dimuat hanyalah mengenai alasan mengapa radikalisme / situs yang memuat ajaran radikalisme perlu diblokir, atau memuat beberapa dukungan terhadap pemblokiran media massa Islam.
Penulis sendiri sangat meragukan bahwa ke-22 media massa yang dianggap menyebarkan ajaran radikalisme oleh BNPT seluruhnya adalah benar. Karena ternyata salah satu dari ke-22 media massa Islam yang diblokir adalah media Islam yang sering penulis gunakan untuk mengupdate berita Islam Internasional, bahkan media massa Islam tersebut gencar memberitakan akan bahayanya aliran-aliran sesat Islam seperti syi’ah, ahmadiyyah, JIL, dan lainnya. Tidak sedikit juga media massa Islam tersebut memuat berita perkembangan Islam dunia yang tidak di muat di teve nasional, seperti perkembangan di Palestina yang terus-menerus dijajah Zionis-Israel, langkah-langkah diplomatik para pemimpin Islam dalam politik Internasional, dan sebagainya.
Anggaplah bahwa benar adanya BNPT telah menyerahkan laporan berisi data-data tentang media Islam yang mengajarkan radikalisme. Maka berapa lama kominfo melakukan kajian dan analisa terhadap data-data tersebut? atau pertanyaan yang mungkin lebih pas, Sudahkah kominfo melakukan kajian terhadap data-data yang diberikan BNPT mengenai beberapa media massa Islam yang dianggap telah mengajarkan radikalisme?
Karena tadi, penulis yakin bahwa kominfo tidak tepat sasaran terhadap beberapa media massa Islam yang telah di blokir, karena salah satunya adalah media Islam yang sering dikonsumsi oleh penulis, yang isinya memuat tentang berita perkembangan Islam Internasional, pernah juga memuat mengenai sejarah pahlawan muslim di Indonesia, menguak kesesatan syi’ah, ahmadiah, JIL, dan lainnya yang sama sekali jauh dari istilah terorisme.
Dalam kasus ini ada 2 instansi pemerintahan terkait yang melakukan koordinasi, seperti yang diketahui pada pembahasan sebelumnya instansi tersebut adalah BNPT dan Kominfo. BNPT sebagai instansi yang bertanggung jawab atas penanggulangan terorisme dan KemenKominfo yang bertanggung jawab atas jaringan media massa Nasional. Oleh karena itu dalam kasus ini karena bersangkutan dengan Media, maka BNPT melakukan koordinasi dengan KemenKominfo. Kedua Instansi ini berada langsung dibawah presiden, artinya mereka diangkat oleh presiden dan diberhentikan oleh presiden. Seharusnya dari sini kita mulai sadar ke mana arah dari kasus Pemblokiran Media massa Islam ini.
Sebetulnya kasus ini, menurut penulis, tidak dapat dikaitkan dengan isu bahwa kominfo melanggar UU Kebebasan Press, dan isu lainnya yang berkaitan dengan kebebasan Press, karena di sini Pertama, tidak ada dampak pidana bagi para wartawan atau orang-orang yang terkait pada media massa Islam yang diblokir tersebut. Kedua, yang melaporkan di sini adalah BNPT dengan dasar “laporan dari masyarakat terkait beberapa media Islam yang dianggap menyebarkan ajaran radikalisme” artinya laporan di sini datang dari masyarakat yang menandakan bahwa ada pihak yang dirugikan.
Coba baca secara teliti UUD 1945 pasal 28F, disana dijelaskan memang semua orang bebas untuk mencari, mendapatkan, menyebarkan, mengolah informasi, dan sebagainya, dan menggunakan semua saluran yang ada untuk menyampaikan hal tersebut, “dan tidak merugikan orang lain”. Sedangkan dalam kasus ini menurut BNPT masyarakat dirugikan berdasarkan laporan dari masyarakat itu sendri mengenai media Islam yang memuat ajaran radikalisme.
Banyak orang yang mengatakan bahwa pemblokiran media massa Islam adalah bentuk dari diskriminasi, bahkan ada yang berfikir bahwa pemblokiran media Islam tersebut telah mencederai hati-hati orang muslim, atau mengatakan umat muslim akan bersatu untuk melawan kasus ini, juga ada yang mengatakan pemblokiran ini justru akan mempersatukan umat muslim. Pertanyaan nya adalah apakah orang yang berbicara demikian itu betul adalah seorang yang rajin mengkonsumsi media Islam tersebut? atau hanya terbawakan isu saja dan hanya sekedar ikut-ikutan saja? Yang sebelumnya bahkan ia tidak tahu bahwa media-media Islam tersebut ada. Karena ternyata pengunjung daripada media Islam dengan media sekuler itu jauh lebih banyak media sekuler, hal ini dapat teman-teman buktikan dengan mengunjungi dan membandingkan situs sekuler dengan situs Islam (coba memakai VPN untuk mengunjungi situs Islam yang diblokir). Coba teman-teman lihat iklan yang dimuat dikedua media tersebut, iklan apa saja yang ada di situs sekuler dan di situs Islam. Hal tersebut dapat membuktikan tingkatan pengunjung, karena seorang marketing pasti berfikir bahwa iklannya harus dilihat oleh banyak orang, Sehingga mereka akan memasang iklan di situs-situs yang telah mereka analisis memiliki banyak pengunjung. Iklan di media sekuler biasanya adalah produk-produk terkenal, sedangkan di media Islam sering kali memuat iklan mengenai obat herbal atau produk kecantikan Muslimah.
Artinya bukan berarti penulis menyalahkan respon tersebut atau bermaksud Offence terhadap orang-orang yang kebetulan seperti itu, artinya perbuatan seperti itu adalah sebuah kekeliruan yang harus dibenahi. Namun mari kita berfikir cerdas, ada apa dibalik ini semua? Mengapa bisa dua instansi pemerintahan yang terlihat secara tiba-tiba berkoordinasi memblokir media islam, dan berita tersebut langsung menyebar, padahal asalnya banyak orang yang tidak tahu media-media Islam tersebut?
Lalu kemudian banyak orang yang mengira bahwa kasus ini adalah pesanan orang-orang syi’ah, yap betul saya juga berfikir begitu, karena saya sempat bertanya dari ke-22 media/situs Islam yang diblokir berapa situs syi’ah yang kena? tapi untuk menuduh hal seperti itu kita mesti membuka mata kita melihat peta politik syi’ah di Indonesia. Artinya jika betul Syi’ah sudah dapat mengendalikan BNPT dan KemenKominfo, ini sangat bahaya bagi umat muslim, karena Kemenkominfo atau BNPT bukanlah instansi pemerintahan yang kecil, artinya orang yang dapat mengendalikan hal tersebut adalah orang yang memiliki pengaruh besar, memiliki jabatan yang cukup tinggi dan disegani dan orang syiah telah menduduki posisi tersebut jika memang betul hal ini adalah pesanan syi’ah.
Namun penulis mencoba berfikir lain, memang perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai peta politik syi’ah di Indonesia sehingga kita bisa menebak ini agenda syi’ah atau justru kita tergiring opini, disini penulis bukan ingin membela syi’ah, namun penulis rasa kekuatan politik syi’ah tidak sebesar itu sampai bisa mengendalikan ke 2 instansi pemerintah, cobalah kepada rekan-rekan lain dari mahasiswa ilmu politik menganalisis hal ini, sebagai bentuk pencerdasan politik terhadap masyarakat.
Coba teman-teman renungkan, siapa orang terdekat yang dapat mengendalikan 2 instansi pemerintah ini? orang tersebut punya kebijakan, kekuatan, dan jabatan langsung di atas kedua instansi tersebut. Mari kita review sedikit mengenai BNPT dan Kemenkominfo, lihat pasal 1 Perpres No 46 tahun 2010, disana dikatakan bahwa BNPT berada langsung di bawah presiden, maksudnya kepala BNPT itu dipilih dan diberhentikan oleh presiden. Sama dengan posisi menteri, mereka di pilih berdasarkan hak priogrative presiden, dan diberhentikan oleh presiden.
Jelas-jelas ini adalah sebuah pengalihan isu Presiden, dari kenaikan harga BBM, Sembako, Supremasi hukum yang kacau balau, koruptor yang dilepaskan, narkoba, dan lain sebagainya. Dan dampak terdekat dari kasus ini adalah, keuntungan bagi aliran-aliran sesat Islam seperti Syi’ah, karena media yang gencar memerangi aliran-aliran sesat itu kini diblokir oleh kominfo, mereka tidak perlu repot-repot beraudiensi dengan instansi pemerintahan untuk memblokir situs-situs yang memerangi mereka, tanpa disengaja justru mereka dapat keuntungan dari pengalihan isu ini.
Jika posisi kita sebagai konsumen, mengapa perlu repot-repot mengutuk mencaci maki menghina menuntut BNPT atau Kominfo, cukup saja dengan memakai aplikasi VPN kita bisa kembali membuka situs-situs Islam tersebut dan mengkonsumsi beritanya. Sehingga kita dapat kembali fokus terhadap permasalahan lain yang jauh lebih penting yang sudah seharusnya diselesaikan. Dan saya yakin orang-orang yang berjihad tidak akan berhenti sampai disini untuk memerangi kebatilan di Negeri ini, pemblokiran media islam tersebut adalah sebagai formula Allah SWT untuk menyatukan Press Muslim untuk tetap konsisten dalam memerangi virus-virus sekularisme, kapitalisme, liberalisme, komunisme dan isme lainnya yang bertentangan dengan Islam melalui jalan yang sama atau jalan baru yang jauh lebih efektif.
Wallahu’alam bis shawaab