Tepat 9 April 2009 lalu, serentak di seluruh daerah Indonesia melaksanakan pemilu untuk memilih anggota legislatif. Seperti perkiraan sebelumnya, parpol sekuler (walau sebenarnya kebanyakan parpol Islam peserta pemilu juga layak disebut parpol sekuler) tetap menjadi juara.
Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya tak ada perubahan mendasar dalam pandangan masyarakat atas parpol Islam yang terjun dalam lingkaran demokrasi Indonesia. Padahal, kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi indikasi seberapa besar parpol atau jamaah memiliki dukungan.
Dalam dunia politik Indonesia, ternyata ada beberapa ‘kemajuan’ dari parpol Islam. Kini, parpol Islam tidak lagi menggunakan ayat alias isu Islam atau syariat Islam sebagai isu kampanyenya. Justru isu-isu moralitas dan isu-isu parsial seperti pemberantasan KKN, kehidupan serba gratis dan isu perubahan semu yang diobral. Karena itu, parpol Islam dikatakan lebih takut aturan KPU dibanding aturan Allah sang Pencipta manusia.
Atau ironisnya lagi, mereka seolah mengamini dan mengikuti statement tokoh parpol Islam dengan jargon “bersih, peduli, profesional” yang mengatakan bahwa "Partai kami tak akan menjual isu syariat Islam pada pemilu 2009. Ini agar partai kami bisa menempatkan orangnya di kekuasaan. Soal syariat Islam dan sebagainya, sudah tidak relevan lagi bagi partai kami."
Pernyataan ini membuktikan bahwa isu syariah dimata parpol Islam dan aktivisnya hanya akan melahirkan pro kontra bahkan mungkin penolakan di tengah masyarakat. Kemudian membuat logika sederhana lagi: toh seandainya kami mayoritas, kami bisa melakukan apapun, termasuk memberlakukan syariat Islam.
Deideologisasi parpol Islam menunjukkan bahwa parpol Islam kian jauh dari amanah utamanya untuk menyeru agar syariat Islam diterapan secara kâffah melalui dukungan menyeluruh dari masyarakat (yang sudah sadar bahwa Islam sebaik-baik solusi preblematika mereka). Oleh karena itu, bagaimana mungkin muncul kesadaran itu kalau syariat Islam tidak disampaikan secara terbuka kepada masyarakat sejak dini? Bukan ketika parpol berkuasa!
Beberapa alasan murahan di atas sudah jelas lemah. Disampaikan atau tidaknya syariat Islam bukanlah didasarkan pada apakah ia laku dijual atau tidak, menimbulkan kontroversi atau tidak, tetapi pada kesadaran bahwa itu adalah perintah Allah Swt. Bukankah Allah Swt. telah mewajibkan kaum Muslim untuk menyerukan dan menerapkan syariat Islam secara total?
Sebab, Islam adalah sistem kehidupan yang berasal dari Allah Swt, diturunkan untuk seluruh manusia. Tanpa mengenal batas wilayah apalagi kondisi zaman. Hanya dengan Islam, manusia mendapatkan ridhai-Nya. Lihat (QS al-Maidah [5]: 3 dan 48)
Maksudnya, penerapan syariat Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah harus disampaikan apa adanya; tanpa kompromi dan kekaburan. Hanya dengan itu yang akan membuat umat sadar dan mendukung tegaknya syariat Islam. Bukankah Rasulullah saw mencontohkan demikian? Ketika kita beralasan celaan akan datang jika kita ngomong syariah, bukankah Rasulullah juga menerima celaan tatkala menyeru Islam? Semua ini membutuhkan kegamblangan dan kejernihan dalam menjelaskan syariat Islam.
Oleh karena itu, salah besar jika ada yang mengatakan bahwa isu syariah tak laku lagi. Justru, mulai dari pribadi, mulai sekarang kita semangat dan terbuka untuk menyeru bahwa hanya dengan Syariah dan Khilafah seluruh masalah umat manusia dapat diselesaikan. Wallahu’alam
Profil Penulis :
Zuhandri ; Mahasiswa Semester 4 Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, Indralaya/Sumsel Bukit Besar Palembang, Mantan Ketua GEMA Pembebasan Unsri, CP : 085273277455