Semalam saya dan seorang kawan berdiskusi. Dia tetangga saya, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang memilih jalan sunyi. Memutuskan untuk tidak (belum) masuk ke dunia politik praktis tetapi memilih bergaul dengan buku-buku, menulis. Terutama kolom-kolom politik. Dan, sependek yang saya ketahui sudah mulai tersentuh dengan nuansa religius, nuansa keIslaman. Kami saling bercerita mengenai sepak terjang para aktivis sosialis dan Islam yang saat ini bergelut di dunia politik praktis.
Dia seangkatan dengan aktivis PRD Budiman Sujatmiko yang sekarang menjadi aktivis PDI Perjuangan. Kebetulan Budiman terpilih menjadi anggota DPR wakil Cilacap Banyumas. Dia menghormati keputusan Budiman memilih bergabung dengan PDIP, hanya saja perlu terus dipantau kiprahnya.
Sementara dia agak kaget ketika aktivis PRD lainnya misalnya Andi Arief yang jadi staf khusus Presiden SBY atau misalnya Nezar Patria yang bergabung dengan media online Vivanews. Yang notabene milik Aburizal Bakrie. Alasannya, dinilai SBY atau Aburizal sosok liberal kapitalis. Mana mungkin aktivis sosialis bergabung dengan kubu kapitalis. Dia mengutarakan keheranannya. Selebihnya, dia cukup senang kader-kader sosialis (PRD) berdiaspora (menyebar) ke berbagai lini. Dan di 2014 menurut analisisnya, bakalan lebih banyak lagi kader sosialis yang akan berkiprah di panggung politik.
Lalu saya juga ikut angkat bicara mengenai kader aktivis Islam. Saya sebut kader aktivis Islam juga beberapa telah masuk panggung politik praktis. Misalnya mantan petinggi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Fahri Hamzah atau Andi Rahmat. Keduanya pernah menjadi Ketua Umum KAMMI. Dan kini aktif sebagai anggota DPR dari PKS. Saya kira, kader sosialis dan Islam diatas menarik dicermati. Mereka kader muda, idealis dan digadang-gadang bisa membawa angin perubahan negeri ini menjadi lebih baik.
Namun, seperti Budiman, munculnya Fahri Hamzah juga tak bebas kritik. Dia yang kini manjadi anggota DPR dari PKS, banyak dinilai tidak cukup merepresentasikan seorang aktivis Islam. Kader-kader aktivis Islam dibawah, banyak yang tak bangga dengan aktivitas politiknya, bahkan cenderung banyak yang sinis Beberapa sepak terjangnya justru banyak yang kontroversial. Seperti memposisikan Soeharto sebagai sosok Pahlawan atau terkesan mendukung Polri ketika kisruh kasus Cicak dan Buaya beberapa waktu lalu. Sementara, kader lain semacam Andi Rahmat, sejauh ini masih cukup baik kiprahnya. Walaupun tetap saja perlu terus dipantau.
Sebagai seorang yang pernah bergerak dan bergabung di gerakan mahasiswa (Islam) berbasis masjid kampus, diskusi semalam membuat saya agak khawatir Terutama mengenai kiprah yang bisa dilakukan aktivis Islam yang kini bergerak di kancah politik praktis. Memang bergabungnya beberapa anak anak masjid kampus (LDK) dan KAMMI ke PKS, saya kira cukup menarik. Membawa angin segar perpolitikan kita. Tapi, kalau melihat kiprahnya memang masih mengkhawatirkan. Seperti sekarang, PKS bergabung dengan koalisi kubu SBY yang dikenal liberal. Walaupun penjelasan sudah diberikan tapi tetap saja membuat banyak orang geleng-geleng kepala. Bagaimana mungkin aktivis Islam bergabung dengan kaum liberal? Kubu yang jelas-jelas menjadi lawan. Sebuah Tanda tanya yang masih belum ditemukan jawaban puasnya.
Hasilnya, diakui atau tidak, banyak yang kecewa dengan PKS. Dan, ada kemungkinan di pemilu 2014 nanti suara PKS akan berkurang. Semoga saja hal ini tidak terjadi. Yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah, apakah kader-kader PKS yang notabene sering menyebut diri aktivis Islam ini masih bisa diadalkan? Saya kira, biarkan mereka terus berkiprah. Namun, tetap perlu ada semacam gerakan alternatif sebagai cadangan. Ide, PKS-Pembaharuan mungkin perlu di wacanakan. Walau untuk membuat sebuah partai politik butuh kerja keras. Kita tunggu saja apakah ini bakalan terjadi?
Melihat peta semacam ini, membawa saya berpikir di luar kotak (out of the box). Melihat sisi lain di luar bacaan dan lingkungan saya. Sebenarnya, kalau melihat peta politik gerakan Islam, masih ada kekuatan alternatif misalnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meraka punya massa yang lumayan banyak, tersebar di berbagai kota di Indonesia. Bahkan jejaring luar negeri juga ada. Tapi, memang agak pesimis mengharap kepada HTI. Sampai saat ini masih belum ada tanda-tanda mereka mau membentuk partai formal yang ikut berkiprah dalam pemilu di tanah air. Doktrin politik mereka yang anti demokrasi masih membelenggunya untuk berbuat lebih banyak. Lebih konkrit (nyata), tak sekedar wacana.
Gerakan alternatif ini perlu segera dimunculkan. Mengingat pertarungan politik semakin besar. Baik dari seghi ideologi maupun ekskusi di lapangan. Lihat saja sekarang. Saat ini, yang berkuasa adalah kaum liberal, kubu SBY CS. Sementara kaum sosialis menyebar. Terbanyak mungkin masuk kubu PDIP sebuah itu rumah yang nyaman dan cocok bagi mereka. Corak mereka sekarang oposisi melawan SBY. Sementara, kader aktivis Islam terbanyak bergabung ke PKS yang notabene pendukung kaum liberal SBY CS. Mengkhawatirkan bukan?
Yang perlu diingat. Kubu liberal kelak pasti akan selesai. Dan yang akan bertarung dalam politik kekuasaan adalah aktivis-aktivis sosialis berhadapan dengan aktivis-aktivis Islam. Mereka akan pertarung menawarkan nuansa baru di kancah perpolitikan kita. Melihat, konteks demikian, bagi aktivis muslim, sudah siapkah mereka bertarung? Apakah cukup hanya dengan mengandalkan PKS yang kalau tak salah baca sudah mulai surut spirit ke Islamannya. Dulu bangga dengan jargon partai dakwah. Tapi sekarang jargon tersebut rasanya sudah tak kedengaran gaungnya. Tidak, tidak cukup hanya mengandalkan PKS.
Untuk itu, saya kira aktivis muda Islam harus menyadari fenomena ini. Apalagi, beberapa aktivis Islam sebenarnya sudah kalah sebelum berperang. Lihat saja misalnya para petinggi Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) yang kebanyakan berisi aktivis muda Islam di beberapa kampus. Mereka tak mampu menpenguasa sedang membungkam gerakan mahasiswa tapi mereka tak menyadarinya. Jadi, tak ada lagi yang bisa diharapkan dari aktivis muslim di BEM ini. Jika semasa mahasiswa saja sudah bisa “dibeli” bagaimana mungkin mereka diandalkan dalam kancah perpolitikan yang lebih besar lagi?
Sementara, gerakan mahasiswa muslim semacam KAMMI, rasa-rasanya masih berada dalam bayang-bayang (ketiak) PKS. Ketika mereka sudah “lulus” dari KAMMI dan masuk PKS lantas mengikuti arus koalisi dengan kubu sekuler liberal SBY maka sama saja. Saya kira perlu ada strategi penyebaran kader juga. Kader KAMMI perlu menyebar ke berbagai lini, termasuk misalnya mencoba masuk partai lain semacam Gerindra atau Hanura. Terpusatnya, aktivis Islam ke PKS sebenarnya riskan. Sejarah, gerakan Islam diberbagai negara bisa dijadikan pelajaran bagaimana kekuatan militer (penguasa) menghancurkan partai yang didalamnya aktivis Islam berkiprah.
Selanjutnya, kembali ke wacana alternatif tadi. Sebenarnya cukup menarik sekarang jika kader aktivis Islam dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ikut berkiprah dalam kancah politik praktis (ikut pemilu). Selama ini HTI hanya pintar berwacana, tapi macan ompong dalam praktek. Sudah saatnya, anak-anak muda, aktivis Islam HTI mendorong para petingginya untuk terjun mengikuti pemilu pada 2014 mendatang. Masih cukup waktu. Hanya dengan begitu kiprah mereka teruji. Jika hanya menjadi ormas diluar parlemen saja, tidak cukup untuk membawa angin perubahan di negeri ini. Saya kira HTI perlu cepat memutuskan keikutsertaan dalam pemilu. Umat Islam perlu wajah baru aktivis Islam dalam perpolitikan di tanah air.
Dan, HTI saya kira bisa mewarnainya. Jika selama ini hanya bisa mengkritik aktivis Islam lain semisal kader-kader PKS yang terjun ke dunia politik praktis. Sudah saatnya HTI ikut memainkan perannya. Umat menunggumu wahai kader-kader HTI. Biarkan kader-kader aktivis Islam di PKS bekerja. Tapi wajah baru aktivis politik Islam sebagai alternatif saat ini diperlukan. Saya kira, aktivis HTI adalah kader yang pas. Sebab kita tak mungkin misalnya mengharap kader aktivis Islam dari Salafy atau Jamaah Tabligh terjun ke kancah politik praktis.Tunggu apa lagi?
Terakhir, yang perlu kita sadari kekuatan liberal suatu saat pasti habis. Sekarang saja, belum genap satu tahun pemerintahan liberal kubu SBY Cs, aroma keruntuhannya mulai terbaca. Hanya tinggal menunggu waktu. Dan, pertarungan selanjutnya adalah kekuatan lain akan mewarnai kancah perpolitikan kita. Yang akan mengisinya adalah kader-kader sosialis dan kader-kader aktivis Islam. Kita tunggu saja, kubu mana yang akan mewarnainya? []
Yons Ahmad; Kelahiran Magelang 9 September 1983. Mantan Humas KAMMI Pusat. Saat ini mendirikan Forum Studi Kenegaraan (FSK). Sehari-hari bekerja sebagai Media & Marcomm Consultant.