Sampai saat ini pemerintah juga belum berani mengambil sikap tegas terhadap persoalan Ahmadiyah dengan cara membubarkannya. Padahal jelas, jamaah Ahmadiyah ini adalah jamaah yang mengajarkan ajaran sesat lagi menyesatkan.
Sejak awal Ahmadiyah memang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan menerima wahyu dari Allah. Dalam buku Syarif Ahmad Saitama Lubis, Dari Ahmadiyah untuk Bangsa (2007) dijelaskan tentang kepercayaan kaum Ahmadi, yaitu, “Imam Mahdi dan Isa yang dijanjikan adalah seorang nabi, yang merupakan seorang nabi pengikut atau nabi ikutan, dengan ketaatannya kepada YM Rasulullah saw. yang akan datang dan mengubah masa kegelapan ini menjadi masa yang terang benderang. Apabila Imam Mahdi itu sudah datang maka diperintahkanlah umat Islam untuk menjumpainya, walaupun harus merangkak di atas gunung salju.” (hlm. 69).
Ditulis dalam buku tokoh Ahmadiyah tersebut, ”Dalam perkembangan sejarah, pada tahun 1879 Mirza Ghulam Ahmad as. menulis buku Braheen Ahmadiyya. Pada saat itu Mirza Ghulam Ahmad as. belum menyampaikan pendakwaan. Namun, ketika menulis kitab itu, ia sebenarnya sudah menerima wahyu. ‘Kamu itu nabi, kamu itu nabi!’ dan diperintahkan mengambil baiat, tetapi masih belum bersedia.” (hlm. 70).
Ahmadiyah memandang orang yang tidak mengimani kenabian Ghulam Ahmad sebagai orang sesat. Berkata Mirza Ghulam Ahmad, “Barangsiapa yang tidak percaya pada wahyu yang diterima Imam yang Dijanjikan (Ghulam Ahmad), maka sungguh ia telah sesat, sesesat-sesatnya, dan ia akan mati dalam kematian Jahiliah, dan ia mengutamakan keraguan atas keyakinan.” (Mawahib al-Rahman).
Dengan keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi, maka Ahmadiyah kemudian menafsirkan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw. sesuai dengan keyakinan mereka. Bagi umat Islam sudah jelas kedudukan kenabian Muhammad saw. sebagai nabi terakhir. Tidak ada lagi nabi setelah itu. Meskipun banyak sekali yang mengaku sebagai nabi, tetap saja, mereka tidak diakui oleh umat Islam, bahkan mereka jelas-jelas sebagai pendusta. Di Tanah Air, NU, misalnya, sebagaimana dinyatakan KH Makruf Amin, sudah mengeluarkan fatwa sesat untuk Ahmadiyah pada tahun 1995, yang mana ia ikut memutuskan waktu itu. Mantan Rais Aam PBNU (Alm.) KH Ahmad Siddiq juga pernah menulis risalah tentang kesesatan Ahmadiyah (www. nu.or.id, 4/1/2008). Dalam keputusan tahun 1937, Majelis Tarjih Muhammadiyah juga mengutip hadis Rasulullah saw., ‘‘Di antara umatku akan ada pendusta-pendusta, semua mengaku dirinya nabi, padahal aku ini penutup sekalian nabi.” (HR Ibn Mardawaih, dari Tsauban).
Dalam Tadzkirah ada ayat berbunyi, ”Katakanlah (wahai Mirza Ghulam Ahmad) jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu. Mudah-mudahan Tuhanmu melimpahkan rahmatnya kepadamu dan sekiranya kamu kembali pada kedurhakaan niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam bagi orang-orang kafir. Kami tidak mengutusmu (wahai Mirza Ghulam Ahmad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah beramallah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku juga beramal. Kelak kamu akan mengetahui.”
Umat Islam tentu tak asing dengan redaksi ayat di atas. Ayat tersebut memang ada dalam QS Ali Imran ayat 31, QS al-Anbiya ayat 107, dan QS al-An’am ayat 135. Oleh Mirza Ghulam Ahmad (MGA), ketiga ayat tersebut digabungkan, dipotong sedikit, diotak-atik—seperti memasukkan namanya dalam tanda kurung kemudian diklaim sebagai wahyu. Ayat gabungan itu ditulisnya dalam kitab Haqieqatul Wahyi halaman 82. Banyak ayat-ayat al-Quran yang diperlakukan seperti ini.
“Wahyu-wahyu” palsu itu lalu dikumpulkan dalam Tadzkirah. Tadzkirah yang lebih tebal daripada al-Quran itu dipenuhi ayat-ayat al-Quran yang dijiplak, diklaim, dan diputarbalikkan. Lihat pula klaimnya, “Al-Quran itu kitab Allah dan kalimah-kalimah yang keluar dari mulutku.” (Istisfa, hlm. 81).
Solusi Tepat
Oleh karena itu, tepat sekali keputusan Bakorpakem yang menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Namun perlu juga diketahui, Nasarudin Umar (Dirjen Bimas Islam Depag) mengakui bahwa ada 4 negara, di antaranya AS, Inggris, dan Kanada yang menghimbau agar Ahmadiyah tidak dibubarkan. Mereka mengirim surat kepada Menteri Agama yang ditembuskan kepadanya (Republika, 26/2/2008).
Keputusan Bakorpakem ini selaras dengan Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005, dan keputusan Majma’ al-Fiqih al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1985. Jadi, jika Ahmadiyah tetap menolak kembali ke jalan yang benar (ruju’ ila al-haq) dan meninggalkan semua keyakinan, paham dan ajaran Ahmadiyah, maka keputusan yang tepat untuk Ahmadiyah tidak lain: Harus dilarang dan dibubarkan!
Pelarangan dan pembubaran Ahmadiyah tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebebasan beragama dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Islam memberikan kebebasan kepada siapa pun untuk memeluk agama apapun. Kebebasan beragama adalah hak asasi setiap manusia. AllaH SWT berfirman: ”Tidak ada paksaan dalam urusan agama.”(QS. Al-Baqarah [2]: 256). ”Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (QS. Al-kafirun [109]: 6)
Semua itu termaktub dengan sangat jelas dalam al-Quran. Inilah makna kebebasan beragama yang benar.
Namun, kebebasan beragama tidak boleh diartikan sebagai kebebasan merusak, menodai dan mengacak-acak agama orang lain. Ahmadiyah telah melakukan itu sehingga harus dihentikan. Jadi, ini bukan masalah kebebasan beragama, tetapi masalah penodaan dan pengacak-acakan agama Islam.
Khatimah
Pemerintah harus cepat mengambil keputusan untuk melarang dan membubarkan Ahmadiyah sesuai dengan rekomendasi Bakorpakem. Jika tidak, masalahnya bisa makin panjang, dan dikhawatirkan akan muncul masalah baru, di antaranya munculnya kembali aksi kekerasan yang dipicu oleh emosi umat yang tidak tahan melihat Ahmadiyah bebas bergerak. Kekerasan terhadap Ahmadiyah yang semestinya tidak perlu terjadi karena akan menyimpangkan pokok permasalahan dan justru akan memicu masalah baru sesungguhnya dipicu oleh lambatnya Pemerintah dalam mengambil kesimpulan. Pemerintah jangan mengikuti tekanan negara besar yang meminta agar Pemerintah tidak membubarkan Ahmadiyah.
Karena itu, pilihan terbaik buat Ahmadiyah adalah: Pemerintah melarang dan membubarkan organisasi Ahmadiyah, lalu para penganutnya diminta kembali pada Islam. Semoga saja pemerintah berani mengambil sikap yang tegas.Wallahu a’lam.
Waffdullah Lion; Mahasiswa Islamic Center Surakarta, Email: [email protected]