Selain Allah, ajal manusia tidak ada yang tahu. Hari terus berganti membentuk satuan usia yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tak terasa kita telah berada di awal tahun 2011 Masehi dan di awal tahun 1432 Hijriyah. Bila saatnya tiba, jatah hidup ini akan berakhir dan setiap manusia akan kembali ke negeri asal. Masalahnya hanya tinnggal persoalan waktu saja. Maka ada baiknya untuk sejenak meluangkan waktu merenungi masa hidup yang telah sekian lama berlalu.
Sudah menjadi bagian dari kodratnya, manusia memilki sifat mudah lupa, khilaf, kikir dan berkeluh kesah, dan terkadang lemah saat menghadapi godaan yang gencar dari segala penjuru. Menyadari begitu rentan dan lemahnya kita sebagai manusia dari godaan setan yang menyesatkan dan menghalangi kita dari ajaran Allah serta melalaikan kita dari mengingat-Nya, maka jelas pemahaman dan kesadaran untuk selalu murâqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah) dan muhâsabah (introspeksi diri) adalah satu kemestian.
Introspeksi diri atau Muhâsabah adalah kewajiban yang sangat penting dilakukan. Ia adalah kunci kemuliaan dan kebersihan diri seorang muslim. Banyak ayat Al-qur’an yang menyiratkan perintah muhâsabah ini, antara lain seperti dalam QS. Ali Imran: 30
"Pada hari kiamat tiap-tiap diri memperoleh segala kebajikan yang telah ia lakukan dihadirkan kepadanya, begitu pula dengan kejahatan yang ia kerjakan. Ia ingin agar kejahatan itu dijauhkan darinya. Dan memperingatkanmu terhadap siksa diri (siksa)-Nya. Dan Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya“
Muhâsabah adalah jalan orang-orang yang beriman. Seorang mukmin yang bertakwa kepada Rabb-nya akan selalu memuhâsabahi dirinya. Evalusi diri menjadi suatu yang penting untuk tetap menjaga keseimbangan diri agar selalu berada di jalan yang benar.
Al-Hasan berkata: "Sungguh Allah merahmati seorang hamba yang memperhatikan keinginannya dan melakukan muhâsabah terlebih dahulu. Apabila pekerjaan itu karena Allah dia segera melaksanakannya, namun bila perbuatan itu bukan karena-Nya dia meninggalkannya secepatnya"
Cara Mengevalusi dan Mengetahui Kekurangan Diri
Sesungguhnya bila Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan memberikan kesempatan kepada hamba tersebut untuk mengetahui aib dan kekurangannya untuk diperbaiki di kemudian hari. Dalam kitab Ihya ‘Ulum Ad-dîn, Imam Al-Ghazali menyebutkan empat cara yang bisa digunakan untuk mengetahui kekurangan diri sendiri:
Pertama; duduk di hadapan seorang syekh yang bisa melihat aib dan kekurangan diri, minta pengarahan darinya untuk menunjukkan kekurangan yang ada sekaligus meminta solusi bagaimana menutupi kekurangan-kekurangan tersebut.
Kedua; meminta kepada kawan yang jujur dan baik dalam beragama untuk mengawasi dan mengingatkannya serta menunjukkan kepadanya kekurangan dirinya. Dalam sebuah pepatah dikatakan; temanmu adalah orang yang berkata benar tentangmu, bukan orang yang selalu membenarkanmu.
Ketiga; memanfaatkah lidah para musuh. Orang yang dihatinya ada kedengkian dan permusuhan akan selalu mencari-cari kekurangan orang yang dimusuhinya. Hal ini ini bisa dimanfaatkan untuk mengetahui celah-celah diri dan kemudian memperbaikinya.
Keempat; memperluas pergaulan dan interaksi. Seorang mukmin adalah cermin dari saudaranya. Ia dapat memperhatikan tingkah laku orang-orang yang ada di sekitarnya untuk memperbaiki dirinya.
Bisa ditambah satu lagi yaitu dengan meluangkan waktu untuk memikirkan tentang diri sendiri. Tentang perjalanan hidupnya yang panjang, apa saja yang sudah ditemuinya, apa yang sudah ia lakukan selama ini, bagaimana hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan lingkungannya sekitarnya. Apakah masih tetap harmonis ataukah terdapat kelalaian di sana sini.
Apa kewajiban yang belum ia tunaikan, apa saja tugas yang belum ia laksanakan. Bagaimana gambaran dan visi misi hidupnya ke depan. Apakah yang ia lakukan saat ini sejalan untuk meraih kehidupannya yang lebih baik atau itu tidak.
Proses muhasabah yang rutin seperti ini akan sangat membantu dalam menjadikan kehidupan lebih dinamis. Hidup menjadi lebih terarah dan waktu demi waktu dilalui dengan penuh kepuasan dan kesadaran tinggi yang tinggi. Di penghujung jalan sana ada akhir yang indah menanti atas segala usahanya selama ini.
Umarulfaruq Abubakar, Lc.
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir. Sedang menempuh pendidikan program Pasca Sarjana Ma’had Buhuts wa Dirasatil ‘Alamil Islami Universitas Um Durman, Khartoum-Sudan dan mengikuti pelatihan di Lembaga Pelatihan Fatwa Darul Ifta Al-Mishriyyah, Kairo-Mesir. Aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orsat Kairo sebagai Koordinator Keilmuan. Email: [email protected]