Demokrasi yang kebablasan, inilah wacana yang santer terdengar belakangan ini yang kini tengah riuh dibicarakan di negeri Indonesia. Walau begitu ketika ditanya kenapa bisa kebablasan? Dimana letak dari batasannya(demokrasi)? Maka seakan terjadi dilematika sehingga tidak ada yang mampu menjawabnya. Telah nampak secara jelas kelemahan serta keabstrakan dari sebuah sistem hasil karya manusia yang sepertinya akan segera berakhir dengan sebuah kegagalan.
Keabstrakan sistem inilah yang menjadi penyebab dari timbulnya problematika bangsa, tidak hanya satu dua bahkan kini telah menciptakan rentetan permasalahan seperti sebuah rantai masalah yang akan sulit di selesaikan sepenuhnya. Jika kita perhatikan setiap bangsa yang menganut sistem ini, semua memiliki pemahaman dan penerapan yang berbeda walau semua tetap mengatakan mereka menjunjung tinggi kebabasan pribadi, begitu juga apabila ditanyakan pada beberapa individu maka akan ditemukan perbedaan dalam pendefinisian sistem ini.
Oleh karenanya, pendefinisian yang berubah-ubah serta penerapan yang berbeda-beda menjadi bukti akan gagalnya atau tidak layak untuk kemudian membanggakan sistem demokrasi tersebut. Kata-kata demos dan kratos sepertinya terdengar begitu indah dan mempesona, dimana rakyatlah yang memegang kendali atas pemerintahan. Namun pada kenyataannya apakah benar seperti itu. Kata itu kini tidak lain hanya seperti sebuah label untuk pelegalisasian atau untuk menghalalkan perbuatan golongan-golongan tertentu.
Begitupun negeri yang sebenarnya tidak lebih dari hanya meniru serta menambahkan dan menjadikan kata-kata sosialisme, nasionalisme dan semacamnya sebagai “nilai” dasar dari sistem demokrasi tersebut. Walau sebenarnya penggunaan isme-isme tersebut tidak tepat karena sering kali bertolak belakang dalam pelaksanaannya. Pada akhirnya sistem-sistem yang berdasarkan kebebasan individu dengan disusuli pula oleh sistem kolektif telah selesai peranannya dan berakhir dengan kegagalan juga.
Setelah jelas tidak mampu-nya sistem tersebut guna menjadi solusi untuk menciptakan sebuah bentuk pemerintahan yang ideal. Maka bermunculanlah konsep-konsep alternatif dari beberapa pakar, namun ketika dipelajari dan difahami lebih dalam tak satupun yang dapat memberikan gambaran yang nyata dalam program dan penerapannya sehingga akan dapat dipastikan turut berakhir dalam kegagalan yang sama.
Kenapa tak satupun dari begitu banyak konsep tersebut yang dapat menjadi solusi? Jawabannya sebenarnya cukup sederhana, karena dari sekian banyak konsep tersebut kesemuanya tidak memiliki dasar yang bersifat aplikatif dan komperehensif, karena problematika yang dihadapi saat ini begitu kompleks dengan pola masyarakat yang begitu majemuk. Diantara yang menjadi dasar atas konsep-konsep tersebut adalah faham nasionalisme kemudian liberalisme serta sosialisme atau lebih dikenal HAM (hak asasi manusia) ada juga sempat terdengar namun kembali tenggelam yakni komunisme.
Salah satu kebutuhan utama dari sebuah bentuk pemerintahan yang ideal adalah terpenuhinya rasa keadilan. Dimana kondisi masyarakat sangat beragam mengakibatkan rentannya terjadi ketidakadilan didalamnya. Kemudian sebuah pemerintahan harus menjaga keadilan agar tidak terbentuk sebuah golongan yang berkuasa dan golongan yang mengabdi, karena dari semua konsep yang telah ada selalu meciptakan pengabdian kepada sebuah golongan tertentu dengan berbagai macam bentuknya.
Begitu pula sebuah konsep pemerintahan solusi dituntut untuk dapat memenuhi dan menjawab setiap tantangan yang datang, sehingga konsep tersebut setidaknya dapat mencakup seluruh aspek, mulai dari hal yang mendasar hingga yang bersifat global. Karena begitu beratnya hal yang harus dipenuhi sehingga sampai saat ini tidak seorangpun yang mampu menciptakan dan menjawab semua tantangan dari hal ini.
Jika keadaannya seperti ini apakah yang harus kita perbuat? Apakah memang tidak ada sistem pemerintahan yang baik secara keseluruhan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas coba kita kembali mengingat-ingat dan mengulas kembali perihal sejarah. Adakah sebuah model pemerintahan yang sukses dalam artian dapat menciptakan sebuah masyarakat yang benar-benar maju berkembang dan memperoleh kejayaan dimasanya!. Pemerintahan seperti itu pernah ada pada beberapa abad silam dan pemerintahan itu adalah model pemerintahan islam, negeri dengan sistem pemerintahan islam itu berhasil membuat sebuah pengaruh besar karena pada masanya pemerintahan ini mempengaruhi lebih dari seperempat dunia, pada jaman yang tidak seperti sekarang dimana informasi dan transportasi sudah begitu cepat, namun dengan berbagai keterbatasan yang ada negeri dengan sistem pemerintahan islam mampu mempengaruhi lebih dari seperempat dunia.
Dewasa kini sistem pemerintahan islam seperti itu tidak kita dapati kembali semenjak runtuhnya kekhalifan turki utsmani, setelahnya dunia di cekoki oleh faham-faham sempit yakni faham “Kebangsaan” atau nasionalisme yang dengan mudahnya memecah belah dan mempetak-petakan kelompok golongan suku dan ras. Sehingga sulit bagi konsep islam untuk bangkit dan hadir kembali.
Apa yang membuat sistem pemerintahan dengan konsep islam ini berbeda?
Perbadaannya terletak pada landasan utama atau dasar dari konsep pemerintahan islam, bagi umat islam landasan utama dari segala hal adalah syariat atau ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bertolak belakang dengan dasar dari konsep-konsep pemerintahan yang ada saat ini, karena semua berdasarkan pemahaman-pemahaman sempit bersifat jahiliyah yang dengan konsep tersebut mengebiri kekuasaan-kekuasaan Allah di muka bumi dan merampas hak istimewa Allah yaitu pemerintahan dan kekuasaan.
Konsep-konsep pemerintahan yang ada saat ini seakan telah memisahkan antara agama dan pemerintahan, dengannya menciptakan hukum atau ketetapan-ketetapan yang jauh dari program Allah untuk hidup ini, dalam perkara-perkara yang tidak pernah diizinkan oleh Allah, maka hasil daripada penyalahgunaan kuasa Allah itu secara otomatis merampas hak-hak Allah dan hak-hak manusia.
Untuk dapat membentuk kembali negeri yang menganut sistem pemerintahan dengan konsep islam terlebih dahulu kita menyiapkan umat islam itu sendiri. membuat agar umat islam itu menjelma sebagai suatu masyarakat secara keseluruhan, mulai dari lapisan terbawah hingga teratas. Sulit bagi kita menyeru kepada manusia yang memiliki akidah yang kosong terlebih pada jaman yang mutakhir seperti saat ini, karenanya perlu bagi kita menyiapkan masyarakat agar dapat menerima dan memahami konsep islam dan menjadi umat islam.
UMAT ISLAM itu bukanlah berarti sekeping tanah di mana Islam hidup di situ, bukan juga suatu kaum atau golongan orang yang nenek moyang mereka dahulu pernah menghayati Islam sebagai panduan hidup mereka karena sesungguhnya “umat Islam” itu ialah suatu golongan manusia yang menimba hidup, konsep realiti, nilai hidup mereka dari sumber yang agung yakni Islam.
Ambillah bagian dalam rangka mengembalikan kejayaan islam ini, kontribusi sekecil apapun akan sangat berarti guna memenuhi kehidupan masa depan yang lebih baik. Kitapun memahami waktu yang dibutuhkan dalam usaha “bangkit” seperti semula dan “memegang pimpinan” itu masih jauh dan sulit dilalui sebab sesungguhnya umat Islam sudah hilang dari “wujud” dan “realiti” begitu lama sekali dan peranan memimpin umat manusia itu telah diambil oleh fikiran yang lain, oleh umat yang lain dan oleh konsep yang lain, juga oleh realita yang lain berabad-abad lamanya.
Akan tetapi walau bagaimanapun jauhnya jarak di antara “bangkit semula” dengan “memegang pimpinan” langkah-langkah ke arah bangkit semula itu mesti dijalankan secara terus menerus dan berkelanjutan dan jangan sampai kita lengah lagi.
Irfan Saputra, ussyaqulhurain.multiply.com, aktifis Yayasan Pemuda Peduli Umat (YPPU). yayasan yang didirikan oleh sekelompok anak muda dengan sasaran utama membantu anak jalanan putus sekolah untuk mendapatkan pendidikan kembali.