(Sebagai Solusi Revitalisasi Pondok Pesantren Sebagai Inkubator Pemimpin Masa Depan)
Akhir-akhir ini semakin banyak kasus kejahatan yang terjadi dalam lingkaran kepemimpinan pemerintah baik pemerintahan pusat maupun daerah. Data dari Indonesian Corruption Watch (2010) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2009 telah terjadi 645 kasus korupsi, 367 kasus nepotisme dan 330 kasus konspirasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah baik pusat maupun daerah.
Sedangkan dalam laporan Komisi Pemberantas Korupsi (2009) telah terjadi sebanyak 1456 kasus kejahatan dalam lembaga pemerintahan baik pusat dan daerah. Tentunya data yang ada ini belum menggambarkan data yang sebenarnya karena masih banyak kasus-kasus kejahatan aparatur negara yang tidak diketahui publik.
Menurut Kuntowijoyo (2010) kasus kejahatan aparatur negara tidak hanya ditemukan dalam lembaga eksekutif dan legislatif tetapi sudah merambah ke lembaga yudikatif yang seharusnya menegakkan hukum. Hal ini dikarenakan banyak aparatur penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim yang menerima suap untuk penyelasaian sebuah kasus yang tidak berlandaskan pada hukum yang berlaku. Kasus-kasus demikian telah menjadi semacam budaya yang melekat di diri aparatur pemerintah (Suryohadiprojo 2010).
Hal ini berdampak buruk terhadap kepercayaan publik terhadap aparatur pemerintah yang akhirnya menimbulkan sikap apatis di kalangan publik. Peningkatan kuantitas masyarakat yang termasuk dalam golongan putih dalam pemilihan umum mencerminkan banyak masyarakat sudah tidak mempercayai pemimpin.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (2009) menyebutkan bahwa pada pemilu tahun 2009 terdapat 39% dari total penduduk Indonesia yang tidak memilih atau golongan putih. Angka ini berpotensi akan terus meningkat pada pemilu-pemilu selanjutnya apabila tidak terjadi peningkatan kualitas pemimpin dalam pemerintahan.
Kondisi demikian dalam lembaga pemerintahan ternyata berimbas pada kesejahteraan rakyat. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) tidak kurang dari 17,75% penduduk atau 39,1 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu penghasilan kurang dari AS $ 1,55 per hari, sedangkan sebanyak 10,93 juta orang menjadi penganggur.
Data dari World Bank (2009) mengatakan bahwa 49% penduduk Indonesia atau 108,78 juta orang mempunyai penghasilan yang kurang dari AS $ 2 sehari. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena uang yang seharusnya diberdayakan untuk kemakmuran rakyat disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya hak-hak dasar rakyat baik dalam hal kesehatan, kemudahan pangan, sandang dan pangan serta pendidikan terabaikan.
Krisis kepemimpinan nasional semakin menjadi ancaman serius bagi kelanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ketika perhatian pada bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang terintegrasi semakin lemah (Latif 2009). Tanpa adanya peningkatan kualitas kepemimpinan melalui pendidikan maka dapat dipastikan sulit bagi bangsa Indonesia untuk bersaing di era globalisasi.
Ini dikarenakan pada era globalisasi manusia dituntut untuk memiliki kualitas profesionalitas yang tinggi yang hanya mungkin tumbuh dari seorang yang mempunyai kualitas kepemimpinan yang baik.
Di tengah kondisi kepemimpinan Indonesia yang demikian, pendidikan merupakan basis perubahan peradaban yang paling tepat dan efisien. Satuan pendidikan tidak hanya membentuk kualitas manusia yang baik secara intelektualitas dan moralitas. Salah satu satuan pendidikan yang sejak dulu menyelenggarakan misi demikian adalah pesantren.
Pesantren merupakan satuan yang pendidikan yang memiliki sistem yang terintegrasi antara agama dan ilmu (Solikin 2008). Sistem demikian sejak dulu berhasil menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang dapat dijadikan panutan bagi umatnya.
Pendidikan pesantren memang tidak dapat dipisahkan dalam pembentukan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini menurut Yunus (1995) sejalan dengan gagasan modernisasi Islam yang menemukan momentumnya sejak awal abad ke-20 Masehi, realisasi pada lapangan pendidikan adalah dengan pembentukan lembaga-lembaga pendidikan modern.
Pemrakarsa pertama dalam hal ini adalah organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jamat Khair, al-Irsyad, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Hasilnya, tokoh-tokoh sejarah kebangkitan Indonesia seperti HOS Cokroaminto, Hasyim Asyari dan Ahmad Dahlan lahir dari kehidupan dekat dengan kultur pesantren yang memberikan peran penting dalam pengusahaan kemerdekaan Indonesia.
Pemimpin – pemimpin Islam jebolan pesantren menurut Suryanegara (2009) merupakan tokoh sentral dalam upaya mempersatukan wilayah-wilayah nusantara juga memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia.
Pesantren sejak dahulu tidak hanya menjadi pusat pendidikan dan pembentukan profil manusia tetapi menjadi pusat perekonomian, perkembangan politik dan turut menentukan fluktuasi nilai Islam dalam suatu daerah. Menurut Kartasasmita (2008) pada daerah yang terdapat pesantren dalam jumlah banyak seperti di Jombang, Pacitan maupun Lamongan cenderung memiliki kualitas yang sangat baik dalam pengintegrasian nilai agama dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari.
Hal ini membuktikan bahwa pesantren sangat berperan menciptakan kehidupan yang sesuai dengan tuntutan agama Islam sekaligus nyaman dan aman bagi pemeluk agama lain dalam konsep rahmatan lil alamin. Hal ini berdasar kepada umat Islam merupakan umat yang terbaik dengan jaminan dari Allah pada surat berikut.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q. S. Al Imron 3: 110)
Peran penting pesantren yang demikian hendaknya terus dikembangkan mengingat potensi pesantren yang begitu besar. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Kementrian Agama pada tahun 2009 menyebutkan berdasarkan kategori pesantren, jenis pesantren salaf (tradisional) di Indonesia sebanyak 8.905, pesantren khalaf (modern) 878, dan pesantren terpadu 4.284.
Total keseluruhan tak kurang dari 14.000 pesantren di Indonesia. Dengan jumlah seperti itu bukan tak mungkin pesantren menjadi sebuah kekuatan pendidikan Islam yang melahirkan pemimpin-pemimpin Islam yang memiliki pandangan maju dan komprehensif.
Namun, menurut Mubin (2005) potensi yang sedemikian besar ternyata belum didukung dengan kontinyuitas pembinaan dan penanaman nilai pada santri. Intervensi dengan banyak kepentingan golongan–golongan tertentu semakin menjadikan pesantren sebagai kambing hitam dalam berbagai permasalahan yang menimpa negeri ini.
Terbaru adalah kasus terorisme yang mengatasnamakan agama menjadikan pesantren semakin dipandang underestimate oleh masyarakat. Hal ini semakin menyudutkan pesantren dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Oleh karena itu, perlu adanya sebuah program pendidikan yang terintegrasi dan komprehensif yang mengembalikan pesantren sebagai tempat penyemaian pemimpin–pemimpin bangsa masa depan.
Konsep kepemimpinan yang dikembangkan adalah konsep kepemimpinan profetik yang mengacu pada wahyu Allah dalam Al Qur’an tentang etos dan sifat kepemimpinan nabi dan rasul. Konsep kepemimpinan itu bukan hanya sesuai dengan syariat Islam namun juga sesuai dengan kebutuhan sosok pemimpin bangsa Indoensia.
Integrasi konsep pendidikan pesantren dengan konsep kepemimpina profetik merupakan solusi untuk merevitalisasi pesantren sebagai penyemai pemimpin bangsa masa depan.
Septian Suhandono; Penulis adalah mahasiswa S1 di Ilmu Gizi institut Pertanian Bogor (IPB), Peserta Beasiswa Mahasiswa Berprestasi Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS), Peneliti di Forum for Scientific Studies (FORCES) IPB, dan anggota aktif Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI). Penulis banyak mendapatkan penghargaan dibidang riset diantaranya Juara 1 Lomba inovasi Teknologi tingkat nasional yang diadakan oleh Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Kementrian Riset dan Teknologi Indonesia, selain itu penulis juga telah menulis di berbagai media elektronik maupun cetak seperti harian Lampung Post, Media Indonesia Online dan Kompas Online.