Dalam proses perebutan kontinuitas ideologi sebuah negara, diperlukan keberlanjutan generasi terus-menerus untuk memenangkan kontes panggung kenegaraan ini. Maka tidak bisa dinafikan lagi kalau perguliran kaderisasi antara satu stock generasi ke stock generasi selanjutnya harus terus dilakukan untuk dapat tetap berdiri dipentas tersebut.
Tidak hanya sampai disitu, kapabilitas setiap generasi penerus pun harus lebih ditingkatkan lagi untuk tetap mempertahankan daya tawar ideologinya. Hanya ideologi yang dapat mengkombinasikan keberlanjutan dan daya kompetisinya lah yang dapat bertahan jauh lebih lama.
Generasi tanpa ada komando pemimpin adalah bagai anak ayam yang lepas dari kandangnya. Mereka mungkin bisa berkembang sendiri, namun gerakannya tidak bersifat efektif dan masif karena tidak terorganisasi dengan baik. Disinilah peran seorang pemimpin menjadi sangat penting. Karena dialah yang nantinya melakukan mobilitas generasi-generasi penerusnya di berbagai sektor publik, privat, dan ketiga. Dia jugalah yang akan melakukan mobilitas pengikutnya secara vertikal maupun secara horisontal.
Untuk itu, proses kepemimpinan tidak boleh dipandang sebelah mata atau serampangan. Dengan menjadi seorang pemimpin, maka dia akan dengan mudah membuat dan mengarahkan kebijakan negeri ini agar dapat sesuai dengan apa yang telah dia ideologikan.
Pemimpin bangsa yang baik harus dipersiapkan sedini mungkin. Banyak para kelompok ideologi yang melirikan pandangannya pada mahasiswa kampus sebagai sasaran yang empuk untuk direkrut dan dipersiapkan menjadi seorang pemimpin. Harapannya, mereka mampu mengusung ideologinya dimasa depan nanti.
Mahasiswa adalah kaum elite yang memiliki paradigma berbeda alih-alih masyarakat seperti biasanya. Disana mereka mendapatkan pendidikan yang tinggi, sehingga menyebabkan mereka memiliki modal yang besar untuk melakukan mobilisasi secara vertikal, yang akhirnya mengantarkan mereka ke posisi-posisi strategis sebagai penentu kebijakan.
Jika menilik kehidupan mahasiswa Indonesia saat ini, tampaknya mahasiswa Indonesia terbagi menjadi beberapa tiga kemompok utama. Yang pertama adalah golongan idealis. Golongan idealis adalah golongan yang memiliki pemahaman ideologi kenegaraan yang baik sehingga mereka menyadari sekali peran mereka sebagai calon generasi masa depan (iron stock), penjaga nilai-nilai (guardian of value), dan agen perubahan (agent of change) ideologi yang mereka pegang. Mereka tidak hanya berkata dan beretorika di kampus mereka saja, namun mereka bergerak nyata lewat kompetensi yang mereka miliki untuk memperjuangkan ideologinya. Bisa dengan turun ke jalan, dengan berdiplomasi secara lisan, atau bisa juga dengan media tulisan.
Golongan yang kedua adalah golongan oportunis. Golongan ini adalah golongan pandai memanfaatkan waktu atau peluang berdasarkan sumber daya atau kapabilitas yang dimilikinya demi tujuan yang mereka inginkan, namun dengan cara yang tidak etis.
Pemahaman ideologi mereka mungkin sama dengan golongan idealis, namun mereka mencari kesempatan dalam kesempitan dan keuntungan untuk dirinya saja. Mereka akan memanfaatkan pemahaman ideologi mereka, hanya dan hanya jika sama atau setidaknya mendekati tujuan mereka. Jadi ketika mereka bergerak atas nama rakyat, mereka sangat memperhitungkan untung atau rugi yang akan mereka dapatkan.
Golongan yang terakhir adalah golongan apatis. Golongan ini benar-benar kehilangan simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu ideologi. Mereka sama sekali tidak peduli terhadap gerakan mahasiswa yang ada dikampusnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan bertambahnya golongan ini, diantaranya adalah ketidakfahaman mereka atas berbagai ideologi kenegaraan dan yang kedua adalah trauma pikiran mereka akibat realita pergerakan mahasiswa yang cenderung anarkis dan keras.
Dengan demikian, pemimpin kelompok ideologi suatu bangsa perlu dengan cermat memilih dan memilah golongan-golongan mahasiswa mana yang berpotensi menjadi generasi pengganti mereka. Karena di dunia pasca kampus, merekalah yang akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan nanti. Dan kesalahan memilih pemimpin masa depan, akan memberikan kesalahan berdampak sistemik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan kurikulum dan pembelajaran terstruktur dari kelompok ideologi tersebut, calon pemimpin diasingkan dari komunitas masyarakat sekitarnya, untuk melakukan proses pembersihan paradigma dan karakter lama akibat pengaruh buruk lingkungannya, sehingga dapat menjadi paradigma dan karakter baru. Kemudian diharapkan mereka dapat kembali ditebar dan ditabur kembali kedalam lingkungan masyarakat untuk memberikan pengaruh disana.
Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dalam konteks interaksi bangsa-bangsa, jumlah penduduk yang fantastis dengan tingkat pendidikan dan kualitas pola pikir yang sedang-sedang saja, sumber daya alam melimpah dengan penguasaan teknologi yang alakadarnya, birokrasi yang koruptif, kesenjangan antar-strata social dan antar wilayah yang parah, dan lebih dari segalanya, merupakan komunitas muslim terbesar di dunia.
Maka, kata John Perkins, kita adalah salah satu cerita sukses the economic hit team Negara adidaya, dan bukannya tidak mungkin akan disusul the jackals dan invasion. Melihat berbagai kompleksitas masalah bangsa ini, hanya kelompok ideologi yang mampu melakukan transformasi negara saja yang mampu meningkatkan kualitas negara ini menjadi lebih baik dan bermartabat.
Hanya kelompok ideologi yang berlandaskan kebenaranlah yang akan memenangkan diorama panjang kompetisi ini. Karena kebenaran sesuai dengan fitrah manusia. Dan manusia lebih mudah menerima kebenaran. Kelompok ideologi yang tersusupi kepentingan segolongan tertentu, tidak akan menang karena lambat laun, pasti rakyat akan segera sadar dan mengetahui kebobrokan sistem ideologi mereka karena ideologi kebenaran akan mengupas rahasia tersebut. Dan ini hanyalah masalah waktu.
Ryan Alfian Noor
Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB 2006
Peserta Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis Nurul Fikri Indonesia.