Pada tahun 70-an suksesi sebuah organisasi di kampus dinamakan plonco. Di akhir tahun 1970-an sampai 1980-an namanya berubah menjadi Orientasi Studi Pengenalan Kampus (OSPEK). Dan di tahun 1990-an berubah sedikit menjadi Orientasi Studi (OS). Sekarang lebih dikenal dengan istilah ‘kaderisasi’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kaderisasi berarti proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. Dalam kehidupan kampus, kaderisasi ini bertujuan untuk membentuk kader yang bisa menggerakkan organisasi, himpunan, ataupun kelompok dengan kepentingan masing-masing agar dapat terus berkembang.
Baru-baru ini ada berita yang kesekian kalinya mengenai kaderisasi di kampus (Orientasi Studi) yang menelan korban jiwa. Adalah salah seorang mahasiswa Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung angkatan 2007 yang meninggal saat mengikuti Program Penerimaan Anggota Baru Ikatan Mahasiswa Geodesi (PPAB IMG) awal bulan Februari lalu. Sebelumnya juga banyak terjadi rentetan peristiwa meninggalnya mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia. Seperti inikah muka pendidikan di Indonesia. Bukankah perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat kaderisasi untuk mencetak pemimpin – pemimpin bangsa di masa yang akan datang?
Memang jika kita meninjau sejarah, kaderisasi pada awal tahun 1980-an di desain untuk membentuk persepsi kepada mahasiswa terhadap kondisi politik saat itu. Pada saat itu Presiden Soeharto melalui Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K), Daoed Joesoef mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) dimana militer Orde Baru menduduki kampus. Mahasiswa pun berusaha untuk melawan, dan dibutuhkan kaderisasi agar perlawanan terus berlanjut melawan tiran saat itu. Selain di latih secara fisik dan mental, dalam kaderisasi mahasiswa saat itu, dituntut untuk berfikir kritis, ilmiah, dan mampu mempertanggungjawabkan pernyataannya.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, seharusnya kaderisasi tidak lagi berorientasi pada hal diatas, walaupun pelatihan fisik dan mental tetaplah perlu. Tapi akan lebih baik jika pada saat kaderisasi saat ini lebih di fokuskan pada penanaman nilai-nilai kepemimpinan, ilmu organisasi, diplomasi dan sebagainya dengan metode simulasi, outbond dan metode kaderisasi kepemimpinan lainnya.
Kembali ke Sistem Kaderisasi Rasulullah
Rasulullah Muhammad saw merupakan contoh pemimpin luar biasa yang sangat layak kita contoh sistem kaderisasinya. Melalui tangan dingin nya pengaruh islam menyebar keseluruh pelosok dunia hanya dalam tempo 23 tahun sejak kerasulannya. Kader-kadernya banyak mencatatkan tinta emas dalam sejarah kehidupan manusia. Sebut saja Umar bin Khattab, ketika menjadi khalifah pengaruh islam semakin kuat. Hal ini terbukti dengan banyaknya daerah kekuasaan islam saat itu. Daerah kekuasaan Kekaisaran Byzantium dan Persia yang meliputi Palestina, Suriah, Iran, dan Turki tak luput dari penguasaan umat islam. Sampai saat ini kader – kader Rasulullah terus bermunculan, meneguhkan keberhasilan sistem kaderisasi Rasulullah.
Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110)
Dalam kaderisasi pasti memberikan pengarahan dan pelatihan. Masalahnya adalah terkadang atau sering hal – hal yang disampaikan tidak dilakukan oleh pemberi pelatihan di kehidupan sebenarnya. Contoh, dalam kaderisasi pemberi pelatihan mengatakan bahwa kita harus disiplin, tapi ternyata ketika dia rapat untuk mempersiapkan kaderisasi, dia sering terlambat. Hal inilah yang membuat banyak kaderisasi saat ini tidak berjalan. Rasulullah, dalam mengkader, tidaklah sembarangan. Beliau melakukan apa yang ia katakan. Sehingga kadernya menjadi taat dan melaksanakan apa yang beliau serukan. Allah swt juga telah mengingatkan kunci kaderisasi yang sukses dalam Al-Qur’an.
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)
Selanjutnya Rasulullah dalam melakukan kaderisasi selalu teratur dan terencana. Contoh diatas sudah cukup membuktikan bahwa kaderisasi yang beliau bangun selalu terencana dengan sangat baik. Allah swt memberi kunci kaderisasi selanjutnya dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”
(Q.S. Ash-Shaff : 4)
Disinilah dibutuhkan ilmu manajemen organisasi, hal ini penting untuk menjaga agar kaderisasi tetap berlangsung. Jika manajemen organisasinya lumpuh maka hampur dapat dipastikan kaderisasinya juga akan lumpuh.
Setelah kita melakukan apa yang kita katakan lalu direncanakan dengan rapi maka selanjutnya peran pemimpinlah yang menentukan. Kaderisasi yang sukses tidak lepas dari peran pemimpin yang menjalankan tugas dengan baik. Itulah beberapa kiat yang Rasulullah lakukan dalam melakukan kaderisasi hingga meluasnya islam di seluruh dunia.
Jadi, jika kita integrasikan sistem kaderisasi kampus dengan sistem kaderisasi Rasulullah maka percayalah suatu kaderisasi akan terus berjalan dan berkembang. Selanjutnya bila kaderisasi Rasulullah ini dibawa dan diterapkan dalam masyarakat maka akan tercipta masyarakat madani. Karena kita tidak akan kehabisan stok orang-orang hebat, terlatih, ter-tarbiyah dan terkader dengan baik. Insya Allah.
Untukmu Allah, Rasulullah, dan Islam! Allahuakbar!
Wallahu a’lam bishshawab.
Profil Penulis :
Pradipta Suarsyaf, lahir di Sukabumi, 6 September 1990. Tamat dari SMP Islam Terpadu Al-Hikmah Jakarta, SMA Negeri 28 Jakarta dan Santri Siap Guna Angkatan XVII Ponpes Daarut Tauhiid Bandung . Saat ini, kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB Bandung, ikut serta di Keluarga Mahasiswa Islam (Gamais) ITB dan menjadi santri di Pondok Pesantren Daarut Tauhiid. Email: [email protected].
Referensi :
Majalah Boulevard ITB, edisi 63 – Maret 2009
“Kaderisasi Bukan Perploncoan”, http://www.km.itb.ac.id, diakses tanggal 9 Maret 2009
“Kaderisasi”, http://www.republika.co.id, 17 Februari 2009, diakses tanggal 9 Maret 2009
Syamsuddin, Aziz. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. 2008. Jakarta: Penerbit RMBOOKS