Ketika mengajar mata kuliah Strategic Management, saya selalu memberi tugas mahasiswa untuk menuliskan visi hidup mereka 20-30 tahun yang akan datang. Tulisan mereka sangat beragam, dari mulai yang sangat luas seperti “ingin menjadi manusia bermanfaat” sampai yang spesifik, bahkan ada juga yang jujur mengatakan tidak punya bayangan.
Salah satu mahasiswa saya di Universitas Indonesia menuliskan visinya 25 tahun yang akan datang seperti ini “Menjadi cover majalah Businessweek sebagai CEO terbaik di Asia”.
Saat dia presentasi teman-temannya tertawa, sementara dia begitu serius menyampaikan visi dan strategi apa yang akan dilakukan untuk meraihnya. Saya sempat heran ketika mahasiswa yang lain justru tertawa. Mungkin mereka menganggapnya seperti dagelan, atau mimpi disiang bolong yang tidak mungkin bisa diwujudkan. Sayangnya mereka yang tertawa itu tidak memiliki visi yang lebih menarik dari mahasiswa tadi.
Tentu tidak mudah menggambarkan apa yang akan terjadi, apalagi membayangkan akan seperti apa atau menjadi apa kita 25 tahun yang akan datang. Karena kita tidak terbiasa membangun impian masa depan. Mungkin karena kita terbiasa hidup dengan filosofi “mengalir bagai air”.
Atau kita takut memiliki impian karena kita merasa apa yang kita impikan akan gagal. Mungkin juga karena kita lelah dengan sejumlah kegagalan yang kita alami sehingga menyerahkan semuanya pada apa yang biasa orang sebut “suratan takdir”. Dan ketika melihat orang memiliki impian kita menganggapnya tidak lebih dari sekedar bahan dagelan.
Memang banyak orang di negeri ini yang tidak berani memiliki mimpi, mereka justru menikmati ketakberdayaan dan bangga dengan ketakberdayaannya sendiri. Dengarkan koleksi lagu anak negeri dan bandingkan dengan koleksi lagu anak-anak muda di Negari lain.
Kalau Hamdan Att bernyanyi “aku merasa orang termiskin di dunia”, Westlife justru bernyanyi “I have a dream”. Kalau Ike Nurjanah bernyanyi “ku terlena”, Michael Heart justru bernyanyi “we will not go down”. Dan masih banyak lagi lagu-lagu yang kontras seperti ini.
Meski sulit, setiap orang mestilah menggambarkan dengan jelas mengenai masa depan yang ditujunya serta peta jalan menuju masa depan yang diinginkannya. Jika kita tidak memiliki, tentu kita tidak tahu jalan mana yang pantas dan layak kita pilih. Kita juga tidak tahu kendaraan apa yang harus kita naiki untuk sampai kesana, karena memang kita sendiri tidak tau mau kemana.
Saya sepakat dengan Stephen Covey ketika beliau mengatakan “cara terbaik untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya”. Ya..setiap orang harus menciptakan masa depannya sendiri, karena kita adalah pemilik dan penjaga masa depan kita. Kita juga yang harus bertanggungjawab pada program masa depan kita.
Hukum kehidupan selalu mengatakan, jika kita tidak menciptakan masa depan kita sendiri, maka orang lain akan menentukannya untuk kita, baik disadari maupun tidak. Orang lain itu bisa bos kita, lingkungan sosial kita, atau kekuatan-kekuatan lain yang memaksa kita tunduk untuk menjalaninya. Oleh karenanya jangan biarkan kita sampai ditempat yang tidak kita tuju hanya karena kita terpaksa naik kendaraan yang orang lain naiki.
Kehidupan selalu diciptakan dalam dua proses penciptaan. Pertama, apa yang disebut sebagai penciptaan intelektual (intellectual creation). Penciptaan ini dilakukan oleh fikiran dan jiwa, yakni ketika kita membayangkan dikepala kita mengenai apa yang ingin kita wujudkan. Kedua adalah penciptaan fisik (physical creation), yakni ketika kita berusaha mewujudkan apa yang ada difikiran menjadi kenyataan.
Rumah yang kita tinggali, mobil yang kita kendarai, baju yang kita pakai, sesungguhnya sudah diciptakan secara rinci sebelum rumah, mobil atau baju itu direalisasi. Sebelum dibangun, rumah telah digambar dengan jelas oleh arsitek, mobil dan baju telah dirancang wujudnya oleh para designer.
Intellectual creation memudahkan physical creation, impian yang terang memudahkan pencapaian. Dengan mememiliki impian yang jelas, dengan peta jalan yang jelas, kita akan lebih mudah mempertanggungjawabkan semua tindakan yang kita lakukan untuk masa depan.
Sesungguhnya Allah SWT telah mengingatkan pada kita “dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok” (QS. Al-Hasyr: 18). Semoga kita menjadi orang-orang yang siap bertanggung jawab ketika bertemu dengan masa depan.