Seperti saya tulis sebelumnya, di zaman orang takut bermimpi seperti saat ini, mereka yang memiliki mimpi, mereka yang memiliki visi justru ditertawai. Sebenarnya situasi ini bukan hanya terjadi pada hari ini. Dalam sejarah, mereka yang berjuang untuk merealisasikan visinya tidak jarang menjadi bahan ejekan, bahkan dicaci maki orang disekelilingnya.
Al-quran menceritakan tentang kisah nabi Nuh (QS. Nuh: 1-28) yang berusaha merealisasikan visinya menyelamatkan kaumnya. Nabi Nuh berusaha merealisasikan visi penyelamatannya dengan membangun sebuah kapal besar. Apa yang dialami Nuh? Nuh bukannya mendapat dukungan dan simpati, bukan juga mendapatkan pemodal yang mau berinvestasi. Sebaliknya Nuh justru ditertawai bahkan diludahi. Kaum nabi Nuh menganggap apa yang dilakukan oleh nabi Nuh sebagai sesuatu yang tidak realistis, tidak bisa diterima logika dan akal sehat orang-orang pada masanya.
Bagaimana tidak, ditengah gurun yang jauh dari sungai dan lautan, dalam cuaca terik tak berhujan, Nuh justru membangun kapal masa depan yang dikatakan sebagai aksi dari sebuah visi penyelamatan. Suatu hal yang sulit difahami kaumnya. Apakah Nuh berhenti ditengah caci maki? Tentu tidak! Nuh terus berusaha merealisasikan visinya meski jumlah pendukungnya sangat sedikit dan terdiri dari kalangan miskin papa.
Orang-orang yang bertekad meraih mimpi-mimpi besarnya memang sering dipandang tidak realistis oleh lingkungan sekitarnya. Karena biasanya mereka memimpikan sesuatu yang seolah bertentangan dengan nalar manusia di zamannya. Mereka membayangkan sesuatu yang tak mampu dibayangkan oleh manusia disekitarnya. Inilah sebenernya perang urat syaraf antara para pemimpi dengan lingkungan yang dihadapi. Teror lingkungan dapat merenggut semua impian ketika kita tidak mampu membangun sistem ketabahan dalam meyakinkan lingkungan.
Tentu kita kenal Henry Ford, pencipta mobil pertama di Amerika, dan pelopor perakitan mobil massal di dunia. Ford dibesarkan dari keluarga petani dan hanya lulus SD. Ketika usiannya 12 tahun ia melihat kereta api yang berjalan tanpa kuda, lalu ia berpikir untuk menciptakan kendaraan pribadi yang berjalan tanpa kuda (mobil). Untuk menggapai mimpinya ia bekerja di bengkel dan ia selalu melakukan berbagai pecobaan di bengkel.
Saat itu para ahli mesin mengatakan tidak mungkin. Ford, yang hanya lulusan SD, ditertawai dan dicemooh. Dia dianggap sedang mewujudkan hal yang tidak masuk akal dan diluar ilmu pengetahuan keteknikan saat itu. Namun ia tidak menjadi lemah dengan ejekan sampai akhirnya ia berhasil menciptakan mobil yang berjalan dengan tenaga uap bumi.
Di Indonesia kita juga punya banyak sekali para pemimpi yang tidak takut ditertawai ketika berjuang merealisasi mimpi. Salah satunya Sosrodjojo, pendiri perusahaan sosro. Sebelum sosro hadir, ada sebuah perusahaan asing yang ingin mengeluarkan produk teh dalam botol. Kala itu perusahaan menyewa lembaga survey untuk menguji elektabilitas produk tersebut di Indonesia.
Setelah meneliti kebiasaan minum teh masyarakat lembaga survey menyimpulkan bahwa produk ini tidak memiliki prospek bagus untuk dipasarkan di Indonesia. Mereka beralasan budaya minum teh bangsa Indonesia umumnya dilakukan pagi hari dalam cangkir dan disajikan hangat sehingga kehadiran teh dalam kemasan botol justru akan dianggap sebuah keanehan.
Sosrodjojo justru berpikir sebaliknya. Dia justru berfikir mengapa tidak mungkin menawarkan teh siap saji dalam kemasan? Bukankah kebiasaan masyarakat bisa dirubah? Berbekal keyakinan bahwa suatu hari budaya minum teh masyarakat bisa berubah, Sosro memproduksi teh siap saji.
Tentu merubah kebiasaan tak semudah membalik telapak tangan. Pada awal peluncurannya, teh botol sosro tidak banyak dilirik konsumen. Mereka justru menganggap aneh produk ini karena kemasan botol dan penyajian dinginnya. Namun sosro tidak patah arang. Perusahaan ini terus mengedukasi pasarnya melalui iklan di berbagai media dan promosi on the spot. Perlahan tapi pasti produk teh botol sosro mulai mendapatkan tempat di hati konsumen Indonesia. Sampai hari ini kita melihat the botol sosro justru menjadi pemain dominan dalam industri minuman dalam kemasan di Indonesia.
Kisah-kisah di atas menganggambarkan bagaimana tetidakmampuan lingkungan mengkonstruksi gambaran masa depan, sehingga mereka melakukan penolakan terhadap gagasan yang terkesan tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena masyarakat umumnya mengukur kelayakan visi dari kondisi hari ini. Padahal visi adalah bagian dari masa depan, sehingga semua faktor tentang masa depanlah yang seharusnya dipertimbangkan dan bukan kondisi hari ini.
Jika banyak kondisi hari ini terlihat kontrakdisi sehingga melemahkan visi yang ingin direalisasi, justru inilah faktor yang harus mengalami perubahan. Disinilah kita membutuhkan strategi bagaimana merubah lingkungan agar bisa sejalan dan mendukung pencapaian visi yang ingin diwujudkan.
Visi besar memang membutuhkan pengorbanan yang besar. Dan salah satu pengorbanan besar yang harus kita lakukan adalah kerelaan dan keberanian untuk berbeda dengan kebanyakan orang, melawan mainstraim budaya, mendobrak kemapanan tradisi. Ejekan dan caci maki lingkungan terhadap mereka yang ingin mewujudkan mimpi-mimpi besarnya bisa jadi disebabkan karena mereka memimpikan sesuatu yang bertentangan atau bahkan dianggap berpotensi mengancam stabilitas budaya yang telah dianut lingkungannya.
Disinilah ketahanan mental mereka yang memiliki impian bertemu dengan berbagai ujian, apakah mereka akan tetap bertahan untuk terus berjalan, atau harus berkompromi dengan keadaan dan membiarkan impian menjadi sekedar impian.
Para Nabi selalu berteman dengan ujian-ujian yang melelahkan yang penuh dengan penolakan, ejekan bahkan ancaman ketika berusaha menawarkan visi perubahan. Ketika Rosul menawarkan satu cita-cita kebaikan, mengajak pada ketentraman dan kebahagian dengan mewujudkan visi ketauhidan apa jawab orang disekelilingnya?
“Tidak! kami hanya mengikuti apa yang telah kami warisi dari nenek moyang kami”. (Qs. Albaqarah :170) “Cukuplah untuk kami apa yang kami warisi dari nenek moyang kami!” (QS. Almaidah: 104).
Nabi-nabi berhadapan dengan komunitas yang hanya mau mendengar kata LANJUTKAN, atas apa yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka. Bahkan di ayat yang lain, ketika nabi berusaha menawarkan gagasan perubahan, mereka malah dituduh haus kekuasaan. Masyarakat yang dihadapi nabi berkata: “Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi?” (QS. Yunus:78).
Apakah para Nabi berhenti memperjuangkan visi? tentu tidak. Ketika menerima penolakan bahkan aksi kekerasan dari bani Thaif, Rosulullah SAW hanya berkata “‘jangan hancurkan mereka (Bani thaif), mereka belum tahu, belum mendapat hidayah Allah”. Bahkan beliau mendoakan agar Bani thaif diberi kebaikan dengan cahaya islam.
Semoga kita bukanlah orang-orang yang takut terhadap caci maki ketika berusaha merealisasi mimpi. Karena hanya orang-orang yang tidak lari dari kondisi ini yang siap mewujudkan semua mimpi, hanya orang-orang yang berani menghadapi segala ejekan yang bisa merubah mimpi menjadi kenyataan. Amin..
Mukhamad Najib
[email protected]