Beda Para Pengejar Mimpi

Erich Formm dalam bukunya Escape from Freedom menjelaskan adanya fenomena anomali dalam diri manusia. Banyak orang menginginkan kebebasan dan kemerdekaan namun akhirnya mereka rela meninggalkan kemerdekaan dan kebebasannya. Apa sebab? Dia menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kebebasan seringkali melahirkan keterasingan dan kesendirian. Hal yang paling menakutkan bagi manusia adalah keterasingan dan kesendirian, sehingga banyak manusia lebih memilih membunuh kebebasannya demi kebersamaan dan kesamaan. Banyak manusia yang berkompromi untuk tidak menunjukkan perbedaan demi terhindar dari segala bentuk pengucilan.

Kenyataannya memang berbeda menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang, terlebih lagi dalam kultur Indonesia yang cenderung mementingkan kebersamaan dan kesamaan. Sejak SD kita sudah diajarkan penyeragaman, bukan hanya dalam hal berpakaian, tapi juga dalam berfikir, bersikap dan bertindak. Mereka yang berbeda dianggap merusak tatanan dan layak untuk dikucilkan.

Ketika sekolah dulu, guru olahraga saya marah karena saya berenang menggunakan celana renang yang “tidak standar” dan berbeda dengan teman-teman. Guru saya bilang “itu tidak sesuai dengan etiket, di kolam renang juga ada aturan, celana kamu bisa membahayakan”. Saya bingung dimana salahnya. Lalu saya katakan dengan polos “kenyataannya saya berenang lebih cepat dari teman-teman pak, jangan-jangan celana renang yang benar justru celana yang saya pakai”. Guru saya seperti tidak ambil pusing lagi dengan jawaban saya, dan dengan kuasa yang dimilikinya diberilah saya nilai 6 di raport.

Berbeda memang sering melahirkan keterasingan. Di dalam organisasi, mereka yang memiliki ide berbeda atau berani bersuara berbeda, seringkali dianggap aneh dan tidak layak atas suatu posisi, malah tidak jarang diboikot dan disingkirkan. Kebanyakan orang menginginkan keseragaman dan kesamaan. Terlebih lagi mereka yang duduk sebagai atasan atau merasa punya kuasa atas berbagai urusan, sulit sekali menerima perbedaan. Orang yang berbeda dianggap tidak faham dan karenanya lebih baik untuk diasingkan.

Seorang teman yang tengah memulai meraih impiannya menjadi pengusaha mengatakan “susah belajar jadi pengusaha”. Saya tanya mengapa? Masalah modal? Dia bilang setiap orang tua ingin anaknya bekerja setelah lulus kuliah, kalau datang kekampus yang pertama ditanya dosen dan adik-adik kelas juga “kerja dimana? diperusahaan apa?”. Teman saya mengatakan “mereka tidak menganggap berbisnis sebagai bekerja, sampai bisnis kita benar-benar terbukti sukses”.

Para pengejar mimpi memang tidak jarang hidup di luar mainstream, bertentangan dengan kesamaan, sering tampil secara berbeda dari kebiasaan yang selama ini tersedia. Saat Bill Gate meninggalkan Harvard dan memulai perjalanan meraih mimpinya dengan Microsoft orang tuanya melarang dan memintanya kembali kuliah. Keluar dari universitas terkemuka, disaat banyak orang justru meninginkannya, jelas merupakan hal yang kontroversial. Bill Gate mengatakan, “tidak mudah melakukan apa yang tidak dilakukan orang, penuh tantangan dan intimidasi, terkadang melemahkan, membutuhkan banyak energy dan kecerdasan, tapi saya berprinsip setiap ide yang saya yakini harus saya jalankan”.

Sebelum menjadi Nabi, Muhammad terkenal sebagai pribadi yang jujur dan terpecaya. Semua orang respek dan hormat kepadanya. Satu hari, setelah datang perintah untuk berda’wah terang-terangan, Rosulullah mengundang penduduk mekkah dan berbicara di atas bukit shofa untuk menyampaikan visinya. Rosul bertanya “Bagaimana pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?” Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.” Kemudian Nabi berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.” Lalu apa yang terjadi? Abu Lahab memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami?”.

Setelah Rosul menyampaikan visi tauhidnya secara terang-terangan, mulailah penentangan terang-terangan itu datang. Rosul dikucilkan, dijauhi dari komunitasnya, bahkan terancam jiwanya. Mereka menolak visi tauhid Rosul dengan alasan mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi tradisi kehidupan mereka. Mereka tidak siap menerima Muhammad, orang yang paling mereka percaya, datang dengan membawa ide yang berbeda. Perbedaan dipandang sebagai ancaman, oleh karenanya harus ditentang, dilawan bahkan dimusnahkan.

Tentu Rosul tidak berhenti dengan pengucilan dan ancaman ini. Rosul terus menggemakan visinya, tidak takut dianggap berbeda, dan terus berjuang merealisasikannya. Rosulullah ditinggalkan oleh komunitasnya, bahkan tidak ada lagi tempat yang aman baginya di Mekkah yang merupakan tanah kelahirannya. Tapi Rosul tidak pernah berhenti hanya karena ancaman-ancaman ini.

Mereka yang ingin meraih mimpi tidak boleh kecil hati dengan segala bentuk alienasi, tidak boleh takut terhadap ancaman dan pemboikotan hanya karena menampilkan hal yang melawan keseragaman. Terlebih lagi jika keseragaman yang wujud jelas-jelas bertentangan degan prinsip-prinsip kebenaran. Bukankah Alqur’an datang untuk menjadi furqon yang membedakan antara jalan kebenaran dan jalan kesesatan? Hukum kehidupan juga telah membuktikan bahwa menjadi berbeda sesungguhnya sudah takdir manusia. Setiap individu di dunia berbeda. Tak ada seorangpun yang 100 % sama dengan lainnya. Sidik jari kita cukup membuktikan fakta, tak ada dua sidik jari yang sama di dunia. Setiap orang dari kita berbeda – UNIK. Dan keunikan kita membedakan kita satu dengan lainnya. Lalu mengapa kita harus takut berbeda?

[email protected]