Siapakah yang akan menjadi presiden RI ke-7? Sebuah pertanyaan yang menarik dan patut kita diskusikan. Ada tiga pasangan calon presiden yang akan bertarung pada pilpress 2009 nanti. Mereka adalah Soesilo Bambang Yoedhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono (Mantan Gubernur BI), Megawati yang berpasangan dengan Letjend (Purn) Prabowo, dan Jusuf Kalla (JK) yang berpasangan dengan Jend. (Purn) Wiranto. Setelah melewati kesepakatan yang alot untuk berkoalisi, akhirnya ketiga pasangan capres dan cawapres akan bersaing memperebutkan kursi RI-1 dan RI-2.
Setiap calon mempunyai peluang yang sama untuk menang. Mereka semua diperkuat oleh barisan partai-partai yang lolos Parliamentary Threshold dua koma lima persen pada pemilu 2009. Diperkirakan kompetisi pilpres 2009 akan dipenuhi kejutan besar. Pilpres 2009 diprediksikan akan berlangsung seru dan dinamis. Dengan didukung konstituen yang loyal, solid dan didukung dana kampanye yang besar, inilah pertarungan sesungguhnya bagi masing-masing fighter untuk membuktikan eksistensi bagi masing-masing kubu, “Kamilah yang pantas mengelola Negara ini!”
SBY adalah capres incumbent dan berambisi besar untuk menjabat sebagai presiden RI untuk kedua kalinya. Sebagian orang memprediksikan SBY akan terpilih kembali. Hal ini didasari oleh keberhasilan beliau dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu program yang berhasil dilakukan SBY dengan pemerintahannya yaitu Indonesia kembali dapat melakukan swasembada beras. SBY juga dianggap sebagai sosok pemimpin yang berhasil memberantas korupsi dan peduli terhadap penegakkan hukum terhadap para koruptor.
Keberhasilan SBY, yang notabene ketua dewan Pembina Partai Demokrat (PD), ikut andil menaikkan jumlah raihan suara PD di ajang pemilu 2009. PD menjadi jawara pada pemilu 2009 dan termasuk rising star. PD berhasil mengalahkan partai-partai besar dan telah lama berdiri. Keberhasilan SBY juga mengatrol raihan suara partai politik mitra koalisi PD yang duduk di kabinet. Ini merupakan pendapat dari sebagian masyarakat Indonesia yang tergambarkan dari hasil pemilu legislatif 2009. Apakah pilpres 2009 juga berbanding lurus dengan hasil pilpres 2009 mendatang? Maybe yes or maybe not. Segala kemungkinan tetap ada karena (strategi) politik bukanlah hitung-hitungan matematis di kertas kerja.
Di awal-awal pemilihan cawapres, SBY dan PD sempat dipusingkan oleh maneuver mitra koalisinya. Hal ini terjadi disebabkan SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Menurut mereka, Boediono adalah kepanjangan tangan dari neoliberalisme ekonomi dunia. Sangat besar kebijakan Boediono akan berpihak kepada kepentingan kaum neoliberalisme. Sesuatu yang sangat dijauhi oleh ekonom pro kerakyatan. Selain itu, Boediono juga dianggap tidak merepresentasikan nilai-nilai mitra koalisi. Nilai-nilai yang diprotes adalah representasi parpol koalisi, unsur etnis non-jawa, dan unsur ideologis keislaman. Ketiga unsur ini menjadi alas an penolakan mitra koalisi SBY terhadap cawapres Boediono. Parpol yang pertama kali menolak Boediono adalah PKS. PKS kemudian mengajak PPP, PAN, dan PKB untuk melakukan aksi menolak cawapres SBY. Hal ini pun sempat menggoyahkan koalisi yang dibangun oleh SBY dan PD.
Wajar saja jika PKS menolak keputusan SBY dan PD. PKS menilai mereka telah mengambil keputusan sepihak dalam pemilihan boediono sebagai cawapres. PKS merasa tak pernah diajak bicara dalam hal penunjukkan Boediono sebagai cawapres. PKS menilai SBY dan PD telah menyalahi aturan main koalisi dan terkesan tidak memperdulikan mitra koalisi dalam pengambilan keputusan. Apalagi PKS berharap banyak agar kader terbaiknya bisa mendampingi SBY, yaitu DR. Hidayat Nur Wahid, yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua MPR RI.
Awalnya hubungan SBY dengan PKS sempat diprediksikan akan mengalami perpecahan dan putus. Namun hal itu tidak sampai terjadi ketika SBY kembali mengundang PKS untuk duduk bersama membicarakan hal tersebut di hotel Sheraton Bandung, beberapa saat sebelum deklarasi SBY-Berboedi (sekarang berubah SBY-Boediono). Hal ini terbukti ketika ketua umum PKS, Tifatul Sembiring, hadir dalam acara tersebut dan membacakan deklarasi dukungan dari partainya. Artinya, bargaining position antara SBY dan PKS telah mencapat kesepakatan. Namun, para pengamat politik dan simpatisanya menilai manuver PKS untuk kembali berkoalisi dengan PD sangat disesalkan. Mereka menganggap PKS tidak konsisten dengan pendirian politiknya. Justru orang menilai PKS plin-plan dan hanyalah berorientasi kekuasaan saja.
Hubungan yang kembali akrab antara SBY dan PKS, tentu saja membuat kandidat lain kecewa. Sebelumnya, Ketua Umum dan beberapa petinggi Partai Golkar (PG) telah membuka pintu koalisi sebesar-besarnya bagi PKS jika mereka keluar dari koalisi SBY. Namun harapan itu buyar.
Masuknya PKS ke dalam barisan koalisi SBY, membuat kubu capres lain ketar-ketir. Semua pihak sangat mengenal tipologi kader dan simpatisan PKS selama ini. Kinerja PKS juga dinilai konsisten. Dalam setiap pilkada dan pemilu, PKS selalu berhasil memaksimalkan mesin partai untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Hal ini menjadi salah satu alasan yang membuat SBY sangat memahami arti penting PKS untuk memperkuat barisan koalisi yang dibangunnya.
Dalam pilpres 2009 mendatang SBY akan bertemu lawan-lawan tangguh. Sebut saja JK yang tidak lain adalah wapres SBY sendiri. Dengan prestasi yang telah ditorehkan oleh JK selama ini, bisa jadi ancaman serius bagi SBY. JK juga memiliki cawapres yang termasuk tokoh kuat dan pernah menjadi capres PG pada pemilu 2004, Jend. (Purn) Wiranto. Dulu mereka adalah seteru dalam konvensi capres PG tahun 2004. Sekarang posisinya terbalik.
Sebagian kalangan menganggap JK-lah The Real President selamat menjadi wapres SBY. Klaim ini muncul karena JK dianggap berhasil menciptakan perdamaian di Aceh dan Maluku serta daerah-daerah konflik. JK juga dianggap konsisten dalam menjalankan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan jiwa wirausaha dan latar belakang profesi pengusaha yang melekat pada diri JK. Tipe cepat dan tepat (cepat itu lebih baik) dalam mengambil keputusan dalam pemerintahan adalah ciri khas JK. JK sendiri didukung oleh partai besar yang dulu pernah menguasai perpolitikan nasional selama 32 tahun lebih ketika (Alm) mantan Presiden Soeharto sedang Berjaya. PG memiliki jaringan yang settled di seluruh Indonesia dan didukung dengan kemampuan dana besar.
Sedangkan mMgawati sendiri adalah mantan presiden pada tahun 2001-2004. Mega juga berambisi lebih besar ketimbang SBY untuk kembali menjadi presiden RI. Mega sendiri tetap saling sindir dan kritik dengan SBY, baik dalam keseharian maupun ketika berkampanye. Hal ini wajar saja mengingat Megawati adalah mantan bos SBY dan SBY sendiri yang mengalahkan Megawati pada pilpres 2004.
Megawati saat ini berpasangan dengan Prabowo. Kedua orang ini sama-sama mempunyai kekuatan yang besar dan mempunyai kans untuk memenangi pilpres 2009. Prabowo yang tidak lain adalah ketua dewan Pembina Partai Gerindra, adalah sosok militer-pengusaha sukses yang memiliki sumber dana (yang diperkirankan oleh media) sebesar yaitu Rp 1,6 – 1,7 Triliun.
Megawati juga memiliki simpatisan dan kader yang loyal. Hal ini bisa dilihat dari hasil pemilu 2009. Walaupun didera berbagai bentuk perpecahan di internal partai, hal itu tidak membuat suara PDIP jatuh dratis. Artinya Megawati dan Prabowo dipastikan akan menyulitkan langkah SBY untuk duduk sebagai presiden kedua kalinya.
Berbagai kelebihan dan kekurangan masing-masing calon telah dibeberkan oleh media massa cetak dan elektronik. Tinggal lagi masyarakat Indonesia yang memilih siapakah yang pantas untuk menjadi presiden RI ke-7. “Kami yang menginformasikan dan membedahnya, Andalah yang memutuskan,” mungkin begitu slogannya. Pilihlah mereka dengan hati yang jernih dan akal sehat, siapapun pilihan anda, itulah yang terbaik bagi anda, daripada anda tidak memilih sama sekali. Hidup ini adalah pilihan, maka anda harus memilih jika ingin tetap survive. Selama memilih, INDONESIA!
Penulis adalah Pengelola Situs www.mardisahendra.blogspot.com, Trainer Kaizen Writer Club.