Bagaimana cara seseorang yang tidak layak menjadi pemimpin dapat mengejar ambisi dan menipu dirinya sendiri serta orang lain bahwa ia adalah pilihan yang tepat sebagai pemimpin ?
Sederhana saja, ia akan meminta dan berusaha agar orang-orang cukup mengangkatnya sebagai pemimpin dengan lisan mereka saja, tidak peduli isi hati mereka, karena ucapan saat ini sudah lebih dari cukup sebagai pembenaran.
Bagaimana cara seseorang yang tidak mempunyai ilmu seketika itu dapat disebut sebagai orang yang berilmu ? Sederhana juga, ia akan berusaha agar orang lain cukup memberikan predikat berilmu itu dengan lisan mereka saja, tanpa peduli dengan langkah yang ditempuhnya sebagai cerminan isi hati, apakah sungguh-sungguh ia takut kepada ALLAH atau lebih takut kepada penilaian makhluk atas dirinya.
Kalaulah zaman sekarang ini memiliki nama, mungkin nama yang layak adalah Zaman Kedustaan dan Muslihat, Deception Age. Ilmu pengetahuan yang dimiliki digunakan untuk menipu manusia.
Tingkat ilmu pengetahuan yang mumpuni saat ini adalah ketika sesuatu yang diperingatkan ALLAH agar umat ini menjauhinya bisa di-transform menjadi sesuatu yang dikejar karena peringatan ALLAH ternyata bisa dipermainkan dengan dalih waktu, antara kemarin dan hari ini, zaman lalu dan sekarang, kenyataan hari ini dan untuk hari esok.
Syariat bisa djadikan fungsi waktu. Makna yang terkandung dalam Kitab ALLAH bisa dijadikan fungsi waktu. Kebenaran pun hanya tinggal cara memilih waktu, agar sesuatu yang salah pun bila berada pada waktu yang tepat bisa dijadikan sebagai alibi pembenaran.
Mungkin untuk melihat keadaan sekarang yang menimpa umat manusia di muka bumi ini dan khususnya umat ini, mata manusia sekarang sudah tidak layak fungsi lagi. Mata yang tidak mampu menangkap kedustaan dengan sendirinya ia adalah mata yang berdusta.
Agar tidak tertipu, satu-satunya pilihan umat ini adalah melihat keadaan yang menimpanya sekarang dengan menggunakan penglihatan Rasulullah SAW. Rasulullah sudah melihat keadaan masa depan umatnya, dan sekaligus memperingatkan mana yang hendaknya dijauhi oleh umatnya dan langkah apa yang perlu diambil ketika berada pada zaman tersebut.
Sungguh amat nyata dan melekat ketika Rasulullah menggambarkan umatnya kelak seperti hidangan yang disantap dari segala penjuru oleh musuh-musuhnya sendiri. Lihatlah sekarang, penjuru Islam mana yang tidak digarap oleh musuh-musuhnya ?
Tetapi bagi mereka yang tertimpa penyakit menaruh minat pada dunia hingga sudah susah untuk mengingat mati, maka segala penjuru garapan musuh-musuhnya akan dilihat sebagai penjuru-penjuru kebangkitan dan pembaharuan. Musuh-musuh Islam bukan hendak menghapus Islam, tetapi mereka hanya hendak mengganti Islam dengan Islam yang lain dari Islam yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan para pengikut setianya.
Ya, istilah yang menarik adalah Islam Yang Baru, Islam Yang Maju, Islam Masa Depan, Islam Yang Tidak Punya Musuh, Islam Yang Tidak Perlu Melakukan Perlawanan, Islam Yang Selalu Bisa Kompromi dengan siapa saja, bahkan dengan musuh mereka yang nyata sekalipun.
Musuh-musuh Islam bukan tidak tahu akan kekuatan umat ini, justru karena mereka amat menyadari potensi dahsyat dari umat ini maka mereka berusaha menyibukkan umat ini dengan titik yang merupakan titik dari segala titik kelemahan umat, yaitu sibuk berselisih atas sesuatu yang sudah jelas diatur oleh Din mereka semata karena telah sampainya pengetahuan atas mereka. Titik kelemahan ini sudah diperingatkan ALLAH dalam Al Quran, tetapi siapa yang mau mengambil pelajaran ?
Bila umat sudah sibuk berselisih atas sesuatu yang sudah diatur jelas dalam Kitab mereka, maka yang terjadi masing-masing menggunakan ilmu pengetahuan yang mereka miliki untuk membenarkan diri mereka masing-masing. Bila ini sudah terjadi, kebenaran yang diatur dalam Kitab mereka bukanlah yang utama lagi, karena kini kebenaran adalah apa yang ada pada pengetahuan mereka, ilmu mereka.
Kondisi demikianlah yang amat diharapkan oleh musuh-musuh Islam, yaitu ketika umat ini tanpa sadar malah memperjuangkan agenda musuhnya, karena demi pembenaran diri, agenda musuh pun tanpa sadar malah dibela. Dan bila ini yang akhirnya menimpa umat, maka musuh pun bisa merasa tenang, karena kini mereka mendapatkan bantuan dalam menyongsong segala agenda dan program kerja mereka, yaitu dukungan dari Umat Islam itu sendiri.
Kadang-kadang hidup ini penuh dengan episode yang aneh. Seorang Muhammad Asad yang sejak kecil hingga matang secara intelektual hidup di tengah-tengah peradaban Barat dengan segala gemerlap yang disongsong oleh penduduk dunia, malah menemukan Islam ketika ia bisa membedakan mana peradaban yang benar-benar sejati dan mana peradaban yang penuh kepalsuan dan kepura-puraan.
Sedangkan mereka yang lahir dari rahim dunia Islam sulit menemukan kesejatian ini. Sungguh tajam penglihatan matanya ketika berpuluh-puluh tahun yang lalu ia sudah bisa melihat bahwa memang Umat Islam sedang mengalami kebangkitan kembali, tetapi kebangkitan mereka bukan untuk kembali pada nilai-nilai sejati dalam Al Quran dan Sunnah, malah ‘kebangkitan’ yang berupa kebingungan karena menerima secara buta terhadap segala kerangka sosial dan pemikiran yang malah menggantikan sumber dari segala sumber Islam itu sendiri, yaitu warisan Rasul mereka, Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Seorang Ibnu Katsir tidak perlu membuktikan kebenaran perkataan Rasulnya ketika menulis Bab Fitnah pada Al Bidaayah Wan Nihaayah dengan berharap bisa melalui zaman itu. Ia percaya dan bersandar pada penglihatan Rasulnya dan cukuplah itu baginya.
Rasanya umat ini perlu melatih kembali penglihatannya dengan membuka kitab ini dan silahkan mencocokkan apa yang terlihat oleh mata mereka kini dengan apa yang dijelaskan sebagai masa penuh fitnah dalam kitab tersebut.
Zaman kini adalah zaman ketika bungkus tidak mencerminkan isi, inti tertutupi oleh kulit luar yang menarik hati, dan apa yang ditampilkan amat bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Karakter abad ini adalah abad yang sungguh amat jauh berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya.
Jumlah umat manusia di muka bumi ini sudah hampir tujuh milyar, meningkat empat kali lipat hanya dalam seratus tahun. Dan bisa dibayangkan bila melimpah ruahnya manusia ini masing-masing berlomba memenuhi hawa nafsu mereka. Kecepatan manusia mengambil segalanya dari alam lebih cepat dari kecepatan alam untuk menyediakannya kembali.
Dan bagi mereka yang memiliki kuasa dan sumber daya yang jauh lebih besar ketimbang kelompok manusia lainnya, maka kerakusan mereka lebih dahsyat lagi. Bumi yang sudah tua dipaksa menjadi lebih cepat tua.
Pertambahan harta hanya menambah konsumsi. Alasan manusia menumpuk-numpuk harta bukan untuk menolong manusia lainnya, melainkan hanya untuk memenuhi hasrat konsumsi mereka. Kerakusan manusia untuk memperturukan nafsu perut mereka telah memantik api yang siap membara dalam bentuk perebutan lahan dan air yang tinggal sedikit tersisa.
Kekeringan meluas, curah hujan bertambah, segalanya di luar prediksi, yang bila ukuran ini sedikit saja lagi bertambah, maka itu sudah cukup untuk melumpuhkan aktivitas manusia di muka bumi. Segala bencana sebagai peringatan bagi manusia bahwa kerakusan mereka sudah melampaui batas hanya disikapi dengan basa-basi disertai dengan tatapan, lisan, dan perbuatan yang meremehkan.
Segala bentuk kerakusan ini, yang dikemas dalam berbagai tampilan, ukuran, standar hidup, mode, style, bagi mereka adalah kesuksesan, maka harus dipertahankan, dan amat disayangkan bila Umat Islam pun terseret arus ini.
Layaknya perumpamaan kendaraan yang sedang ditumpangi, maka kaca depannya ditempel dengan gambar berupa jalan yang lurus dengan titik destinasi yang indah menawan hati. Kaca samping, spion, dan belakang ditempel dengan gambar pemandangan hijau yang menyejukkan dan membuat mata ini betah menatap dan berlama-lama dengannya. Adakah bermakna ini semua bila di luar gambar-gambar yang ditempel itu, kendaraan ini sedang mengarah ke tepi jurang ?
Bila Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa fitnah yang menimpa Umat Penghujung Zaman adalah Fitnah Terbesar yang ada di muka bumi ini dari sejak penciptaan Nabi Adam as, maka pasti benar-benar amat hebat dan sungguh amat dahsyat fitnah tersebut. Fitnah yang bisa membuat orang-orang berilmu celaka dengan ilmunya.
Fitnah yang bisa membuat para pemimpin dan para pengikut menjadi golongan yang saling berseteru di Hari Kiamat walau ketika di dunia mereka adalah kaum yang saling mengasihi. Fitnah yang bisa membuat seseorang malah diajak ke jurang kebinasaan oleh orang-orang terdekatnya sendiri.
Fitnah yang bisa membuat wanita muslim dengan hijabnya merasa lebih tenang dan puas ketika keluar dengan mempercantik dirinya agar menjadi sasaran pandangan dan kekaguman khalayak ramai sambil beralasan inilah perjuangan mereka. Mereka terlupa, bahwa wanita tercantik itu sesungguhnya adalah mereka yang paling menjaga rasa malu dengan hijabnya.
Fitnah yang bisa membuat para ibu meninggalkan putra putri mereka untuk mengejar sesuatu yang bahkan tidak lebih berharga ketimbang sehelai rambut anak-anak mereka yang masih bisa dibelai. Fitnah yang bisa membuat banyak orang mengira langkah mereka menuju surga sedangkan kaki mereka sendiri sudah berada di tepi jurang neraka.
Fitnah yang bisa membuat seorang muslim baru menerima kebenaran ketika pengakuan itu sudah terlambat baginya, yaitu ketika kebenaran itu secara nyata disingkapkan tanpa ada sedikitpun penutup yang bisa menyamarkannya hingga tidak berguna lagi pengakuannya akan kebenaran yang selama ini sering disangkalnya.
Fir’aun mengakui kebenaran ketika ia melihat secara nyata bahwa memang tidak ada pilihan lain selain kebenaran itu sendiri, tetapi itu sudah terlambat baginya. Kaum Yahudi Bani Qurayzhah melihat bahwa sungguh benar adanya sosok yang menguasai mereka ketika itu benarlah Nabi yang dijanjikan tetapi pengakuan mereka sudah terlambat karena mereka mendahuluinya dengan pengkhianatan terhadap Sang Rasul.
Wahai muslim, waspadalah terhadap datangnya waktu yang ketika itu sudah tidak berguna lagi membicarakan sesuatu yang belum terlambat.
“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat ALLAH dan mematuhi kebenaran yang diwahyukan, dan janganlah mereka seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (Q.S. Al Hadid 16)
Penulis :
Ibnu Kahfi Bachtiar, guru Universitas Maritim Raja Ali Haji