Satu-persatu peringatan Rasulullah SAW mengenai keadaan penghujung zaman sudah menampakkan diri di depan mata. Sayangnya ia tidak cukup dilihat dengan hanya mata lahir bila hati tidak dipakai untuk melihat. Hakikat dunia memang sibuk dan menyibukkan bagi penghuni yang larut dengan segala hiruk-pikuknya. Kesibukan ini membuat manusia sulit mendapatkan waktu hanya untuk sekedar berpikir dan merenung, “Adakah jalan yang kutempuh bersesuaian dengan kalimat syahadatku?”
Sayangnya, tanda-tanda dari ALLAH hanya mampu ditangkap oleh mereka yang berpikir, mereka yang merenung, mereka yang menggunakan akalnya, dan mereka yang mengambil pelajaran. Di luar itu, sesibuk apa pun manusia dengan amalnya, bila mengabaikan tanda-tanda dari ALLAH, maka mereka adalah orang-orang yang lalai, heedless.
“Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka beruntunglah orang yang diasingkan “ (HR. Muslim, At Tirmizi, Ibnu Majah, At Tabarani).
Cukup mudah mengetahui sejauh mana tingkat ‘keasingan’ Islam saat ini. Bukalah pintu dan melangkahlah ke luar, adakah kita temukan Islam sebagaimana yang didefinisikan oleh Al Quran dan As Sunnah ? Bahkan ketika di masjid sekalipun, seberapa yakin hati kita untuk sekedar mengatakan “Inilah Islam!” ? Islam menjadi asing bukan karena umatnya yang sedikit. Bahkan bila dilakukan pemisahan antara Katolik Roma dan Umat Nasrani lainnya, maka jumlah Umat Islam adalah yang terbesar di dunia saat ini.
Islam dan tauhid adalah satu definisi. Tidak mungkin seseorang berserah diri sepenuhnya kepada apapun yang diatur ALLAH kecuali jika ia sudah bersaksi dengan hati, lisan, tangan, dan kakinya bahwa ia sudah merelakan dirinya untuk Satu Ilah saja. Besar maupun kecil yang tergolong pada selain dari definisi ini, mau tidak mau, suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, maka ia sudah termasuk syirik. Islam dan tauhid yang didefinisikan oleh Al Quran adalah Islam dan tauhid yang dicontohkan oleh generasi awal di Madinah ketika mereka langsung memutar badan mereka seketika itu juga tatkala mendapatkan berita bahwa ALLAH telah memerintahkan rasul-Nya untuk memalingkan kiblat dari semula di Baitul Maqdis menjadi Ka’bah di Masjidil Haram. Aturan ALLAH adalah sesuatu yang segera, tidak ditunda, dan bukan untuk dicari-cari alasannya.
Bukan syirik terang-terangan yang dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW akan menimpa umatnya, tetapi syirik yang samar, seperti samarnya semut hitam di atas batu hitam pada malam yang gelap. Syirik yang membuat pelakunya tenang dan terlelap dalam kemusyrikan. Dahulu, zaman yang berlaku adalah zaman syirik, walaupun lisan mereka juga sudah menyebut ALLAH.
Zaman sekarang pun, lisan basah dengan nama ALLAH, tetapi amat sulit melepaskan diri dan mungkin tidak mau melepaskan diri dari berbagai berhala yang tidaklah tetap menjadi sandaran melainkan dengan alasan untuk mempertahankan penyembahan kepada ALLAH. Jadi fenomena keasingan Islam sebenarnya merupakan sisi lain dari sebuah fenomena besar yang mengiringi awal dan akhir perjalanan sejarah umat manusia, yaitu kemusyrikan.
Mencoba sedikit memahami persoalan sebenarnya yang mengiringi perjalanan Islam saat ini tidak bisa tidak harus mengacu pada pelajaran yang diberikan oleh Al Quran dan Al Hadits. Rasulullah SAW sudah mengingatkan akan fitnah terbesar, yang belum pernah ada sebelumnya, bahkan terbesar sejak dari penciptaan Nabi Adam a.s. hingga Hari Kiamat nanti, yaitu fitnah Al Masih Ad Dajjal. Tidaklah setiap nabi diutus melainkan mereka selalu mengingatkan mengenai fitnah Dajjal ini.
Amat disayangkan bila kebanyakan kaum muslimin lalai dengan Hari Akhir beserta berbagai huru-haranya dengan beralasan bahwa hanya ALLAH Yang Tahu waktu terjadinya. Yang aneh adalah sikap mereka. Betul bahwa hanya ALLAH Yang Tahu mengenai waktunya tetapi ALLAH tidak membiarkan peristiwa ini terjadi kecuali Dia telah mengirimkan peringatan mengenai tanda-tandanya. Kaum muslimin pun sudah abai dan lalai untuk mewaspadai Akhir Sejarah yang dalam Al Quran dan Al Hadits rasanya sudah lebih dari cukup peringatan yang gamblang mengenai Peristiwa Dahsyat ini beserta berbagai pengantarnya. Akhirnya yang terjadi adalah kelalaian (heedlessness) bahwa Hari Akhir itu masih jauh.
Sungguh kelalaian yang bukan pada tempatnya terjadi pada seorang mukmin jika Rasul mereka sendiri menyatakan bahwa jarak antara kehadiran dirinya dan datangnya Akhir Zaman itu seperti dua jarinya yang dirapatkan. Seharusnya seorang muslim mewaspadai kedatangan Hari-Nya itu seperti mereka mewaspadai datangnya maut yang sudah di ubun-ubun mereka. Tanpa disadari, Umat Islam terbawa arus membuat skenario sendiri mengenai zaman yang sedang mereka arungi berikut kesudahannya. ALLAH Yang Telah Membuat Skenario pun terlupakan.
Zaman Dajjal adalah zaman ketika semakin banyak saja definisi Islam yang sebelumnya fenomena ini tidak pernah terjadi. Apa yang tidak ada dalam Islam bisa menjadi ada dalam Islam dengan menambah label Islam di belakangnya. Apa yang bukan karakter dari Islam bisa dijadikan karakter dari Islam dengan menambah label Islam di depannya. Saat ini, bukankah yang lebih ‘bersemangat’ mendefinisikan Islam adalah mereka yang bukan tergolong dalam Islam. Fenomena yang aneh tetapi diterima di dunia Islam.
Musuh Islam sedang merumuskan dan mengajak Umat Islam untuk memakai definisi mereka, yaitu Islam yang bersahabat dan mengikuti kemauan musuhnya sendiri. Tidak heran jika kita melihat penguasa negeri muslim bisa begitu akrab dengan penguasa kaum kuffar yang tangannya berlumuran darah kaum muslimin. Memang terlalu besar fitnah Dajjal ini. Seorang muslim yang berusaha istiqamah layaknya sedang memegang bara api. Seorang muslim yang berusaha istiqamah harus memilih api ketimbang air. Ya, air yang dibawa oleh Dajjal sebenarnya adalah api, dan api yang dibawa olehnya sebenarnya adalah air.
Ada kejadian menarik dalam World Economic Forum lalu di Davos, Swiss. Ada sesi khusus yang pada saat itu benar-benar dikhususkan untuk membicarakan sesuatu yang sama sekali tidak berkaitan erat dengan agenda forum itu lazimnya, yaitu mencoba mengetahui lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi dari Agresi biadab Israel terhadap Palestina di penghujung tahun itu. Peristiwa ini membuka mata dunia karena media internasional juga tidak lagi mampu menyembunyikan kebiadaban Israel yang sudah kelewat batas dan dilakukan begitu terang-terangan, mengabaikan bahwa segenap penduduk dunia menjadi saksi mata atas kekejaman mereka.
Ketika itu yang menjadi pembicara adalah Perdana Menteri Turki yang akhirnya walk out, Shimon Peres, Sekjen PBB, dan Sekjen Liga Arab. Mendapat kesempatan terakhir untuk memberikan pendapat setelah ketiga pembicara lainnya jelas-jelas menyudutkan Israel, maka Shimon Peres mengawali bicaranya dengan mengutip sebuah hadits yang dikatakan menjadi landasan piagam berdirinya Hamas di Palestina.
“Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga muslimin memerangi Yahudi. Orang-orang Islam membunuh Yahudi sampai Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon.” Sayang ia tidak meneruskan hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim ini hingga “Namun batu atau pohon berkata,”Wahai Muslim, wahai hamba ALLAH, inilah Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuh saja! Kecuali pohon Gharqad, karena termasuk pohon Yahudi.” Ia berusaha membela diri dengan langsung menyentuh permasalahan mendasar yang melatarbelakangi semua peristiwa besar dunia yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi, yaitu perang eksistensi antara Islam dan Yahudi. Ia langsung menyodorkan perkataan langsung dari Rasulullah SAW untuk menantang Umat Islam, apakah umat tetap mengikuti hadits ini atau mencari jalan lain yang menurut mereka lebih baik ketimbang apa yang diutarakan oleh hadits tersebut. Lalu apa tanggapan Umat Islam kebanyakan saat ini ?
Jawabannya bisa dilihat dari bagaimana kebanyakan Umat Islam menanggapi perjuangan saudara-saudaranya di berbagai negeri Islam. Saudara-saudaranya yang berjuang membebaskan tanahnya dari cengkraman kaum kuffar disebut teroris dan musuh bersama, dan makar serta propaganda yang dilakukan oleh musuh dituduhkan pada saudaranya sendiri. Mungkin ada benarnya pepatah yang mengatakan sesuatu yang salah bila terus diulang-ulang bisa menjadi sesuatu yang dianggap benar. Cukuplah ini menunjukkan bahwa kebanyakan Umat Islam saat ini bukan lagi di persimpangan jalan, malah sudah mengambil jalan seberang yang arahnya berlawanan. Bila demikian, semakin dekat atau jauhkah dengan tujuan ?
Muslim yang heedless akan sulit membedakan kenyataan dan penglihatan. Ketika penglihatan menunjukkan bahwa sekelompok orang di dunia ini sedang berkoar-koar untuk perdamaian dunia, maka kenyataan hanya menceritakan bahwa tidaklah tumbuh gerakan untuk menegakkan kalimat tauhid di penjuru dunia ini melainkan ia akan menjadi target penumpasan oleh mereka yang berkoar-koar. Ketika penglihatan menunjukkan betapa musuh selalu membuka pintu negosiasi, maka kenyataan hanya menunjukkan bahwa perampasan tanah terus berlangsung.
Masjidil Aqsa yang sekarang masih tegak entah apakah tetap tegak beberapa tahun ke depan. Pengungsi Palestina yang sekitar 7 juta entah siapa yang mau menampungnya. Israel Raya pun mungkin tinggal menunggu waktu implementasinya. Dan Umat Islam pun mungkin menjadi saksinya.
Musuh Islam selalu punya rencana dan skenario, dan ALLAH adalah Sebaik-baik Penyusun Rencana dan Skenario. Tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Seekor semut yang merayap di telapak kaki pun adalah skenario-Nya. Sungguh terlalu abai dan lalai bila kita menganggap bahwa terjadinya Perang Dunia I, lepasnya Yerusalem dari kaum Muslimin, runtuhnya khilafah, terbentuknya Saudi, beralihnya predikat negara adidaya dari Inggris ke Amerika Serikat secara misterius, Perang Dunia II, penyeragaman mata uang acuan dunia menjadi Dollar, pembentukan PBB, peristiwa Nakba dan pembentukan paksa serta sepihak Negara Israel tahun 1948, peristiwa WTC, invasi ke Afghanistan dan Irak, krisis ekonomi AS yang menjadi tanda besar runtuhnya negara AS untuk menjadi jalan Israel yang selama ini di belakang layar menjadi penguasa berikutnya, perluasan wilayah rampasan Israel yang terus berlangsung hingga saat ini, dan penggalian bawah tanah di Baitul Maqdis yang terus berlangsung, tidak berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Mereka yang merencanakan sedang melihat target mereka tercapai satu persatu, dan mereka yang heedless sedang bingung bersikap menghadapi perubahan zaman yang sudah sulit diikuti dengan akal sehat.
Lalu bagaimana Islam akan bangkit dengan keadaannya yang asing ini ? Sederhana jawabannya. Justru inilah sunnah-Nya untuk membangkitkan Islam. Dalam situasi keasingan seperti ini, akan terpisah mereka yang shiddiq, dan mereka yang fasik dan munafik. Dalam situasi asing ini akan terbedakan mereka yang berjihad dan mereka yang enggan dan lebih memilih duduk-duduk saja. Dalam situasi asing ini akan terpilih mereka yang layak menjadi tentara-Nya dan mereka yang tanpa sadar telah menjadi budak musuh-Nya.
Tidaklah ruh jihad akan berkumpul kecuali dalam kumpulan ruh jihad pula. Pada akhirnya, dalam situasi asing seperti ini, hanya akan ada dua golongan dari umat ini, mereka yang tergolong dalam generasi ghuraba, dan selainnya adalah golongan yang tanpa sadar sedang menuju lubang biawak !
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri Alkitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. “ (Al Baqarah 146)
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu sebelum engkau mengikuti milah mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk ALLAH itulah petunjuk (yang sebenarnya).“ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari ALLAH. “ (Al Baqarah 120)
Profil Singkat Penulis
Ibnu Kahfi Bachtiar, akhir Maret 2009 menyelesaikan S2 bidang energi terbarukan di Universitas Oldenburg (Jerman). Saat ini ikut membantu salah satu organisasi energi terbarukan di tanah air, melanjutkan penelitian, dan sedang belajar berwirausaha.