Oleh : Nirwan Toris
Sudah merupakan hak seorang hamba setiap melaksanakan suatu kewajiban yang disyariatkan oleh agamanya mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia kerjakan , seperti halnya buruh mendapatkan upah dari apa yang ia kerjakan.
Kita sebagai ummat islam tentunya mengharapkan hal demikan. Namun pernahkah kita menyangka bahwa amal yang kita kerjakan dengan mengharapkan ridho Allah ( Ikhlas ) akan tertolak bila tidak sesuai dengan apa yang di misalkan oleh nabi Saw..? padahal kita ketahui bahwa syarat diterimanya amal adalah ikhlas dan mutaba’ah atau mengikuti sunah nabi Muhammad Saw, sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi saw.
Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”) [Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]
Kata “Raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari hukum kami.
Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.
Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menjadikan hadits ini sebagai alasan bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.
Mengikuti cara-cara ibadah saw dan ikhlas merupakan syarat diterimanya amal.
Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, seperti menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, yaitu sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam ancaman hadits diatas.
Mengikuti sunnah nabi saw merupakan salah satu cara mencintai Allah dan rasulNya, sebagaimana sebagaimana difirmankan oleh Allah swt “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Wallahua’lam