Demokrasi adalah sebuah kata-kata yang menjadi pertentangan seluruh aktivis Islam hari ini, bermacam-macam tafsiran tentang demokrasi disuguhkan bak hidangan, namun pada intinya semua aktivis islam sepakat tentang demokrasi, bahwa demokrasi adalah produk orang-orang kafir dan bertentangan dengan hukum Islam, ada sebagian kecil yang menyebut demokrasi adalah syuro seperti dalam Islam namun ini terbantahkan juga, adanya beberapa kemiripan di sebuah system yang bertentangan bukan berarti system itu sama. Satu sisi kebaikan tidak mungkin bisa untuk menghukumi semua sisi itu baik, apalagi sebuah system yang sangat berbeda dengan manusia.
Namun sampai hari ini masih ada sekelompok orang yang masih ngeyel bahwa demokrasi bukanlah agama tapi sebuah kendaraan menuju masyarakat madani atau menuju masyarakat yang bersyariat Islam, lalu benarkah demokrasi adalah agama, mari kita buktikan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah .
Demokrasi adalah Agama.
Di dalam dalil-dalil Al-Qura’an dan As-Sunnah atau di kitab-kitab para ‘ulama ahlus Sunnah memang tidak pernah disebutkan dengan jelas kata-kata demokrasi karena di zaman Rasulullah kata-kata ini belum dikenal dan masih asing, namun hal ini tidak menjadikan kita tertipu dan terperosok ke dalam jebakannya.
Dalam memahami demokrasi harus kita kembalikan ke dalam permasalahan pokok keislaman seseorang yaitu iman. Iman adalah ikrar yang menjadikan seseorang itu disebut muslim dan yang menjadikan dia berbeda dengan orang-orang kafir yang walaupun mereka beramalan baik dimata dunia, tanpa iman semua itu tidak berarti apapun.
Dan dasar dari keimanan seseorang adalah seperti yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an mulia :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzriyaat: 56)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An-Nahl: 36)
“Telah jelas rusydu dari ghayy, karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah : 256)
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab itu sampaikan berita itu kepada hamba-hamba-Ku.” (QS. Az-Zumar: 17)
Ayat-yat diatas adalah perintah Allah SWT kepada manusia setelah mereka beriman untuk menjauhi segala macam ketaatan dan ketundukkan kepada selian Allah SWT yang dalam al-Qur’an disebut sebagai thoghut. Maka tidak sah iman seseorang sebelum mereka mengkafirkan dan berlepas diri dari semua millah, manhaj dan aqidah selain Islam.
Termasuk kategori thaghut adalah setiap orang yang memposisikan dirinya sebagai musyarri’ (pembuat hukum dan perundang-undangan) bersama Allah, baik dia itu sebagai pemimpin atau rakyat, baik dia itu sebagai wakil rakyat dalam lembaga legislatif atau orang yang diwakilinya dari kalangan orang-orang yang memilihnya (ikut pemilu), karena dengan perbuatan itu dia telah melampaui batas yang telah Allah subhaanahu wa ta’aala ciptakan baginya, sebab dia itu diciptakan sebagai hamba Allah, dan Tuhannya memerintahkan dia untuk tunduk berserah diri kepada syari’at-Nya, namun dia enggan, malah menyombongkan diri dan melampaui batas-batas Allah SWT, dia justru ingin menjadikan dirinya sebagai tandingan bagi Allah dan menyekutui-Nya dalam wewenang tasyri’ (penetapan hukum dan perundang-undangan) yang padahal hal itu tidak boleh dipalingkan selain kepada Allah SWT dan barangsiapa melakukan hal itu maka dia telah menjadikan dirinya sebagai ilaah musyarri’ (tuhan yang membuat hukum), sedangkan orang seperti ini tidak diragukan lagi merupakan bagian dari ru’uusuth thawaghiit (pentolan-pentolan thaghut) yang di mana Tauhid dan Islam seseorang tidak sah sehingga dia kafir kepada thaghut itu, menjauhinya, serta bara’ah (berlepas diri) dari para penyembahnya dan para bala tentaranya.
Allah SWT berfirman:
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu." (QS. An-Nisa’: 60)
Imam Mujahidrahimahullah berkata: “Thaghut adalah setan berbentuk manusia yang di mana manusia merujuk hukum kepadanya, sedangkan dia adalah yang memegang kendali mereka”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyahrahimahullah berkata: “Oleh sebab itu orang yang memutuskan hukum dengan selain Kitabullah yang dimana dia itu menjadi rujukan hukum dia itu dinamakan thaghut”.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Thaghut adalah segala sesuatu yang dilampaui batasnya oleh si hamba, baik dia itu yang disembah, atau yang diikuti, atau yang ditaati, sehingga thaghut setiap kaum adalah orang yang mereka jadikan sebagai rujukan hukum selain Allah dan Rasul-Nya, atau yang mereka sembah selain Allah, atau yang mereka ikuti tanpa ada landasan dalil dari Allah, atau orang yang mereka taati dalam hal yang tidak mereka ketahui bahwa itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah”.
Beliau berkata lagi: “Siapa yang merujuk hukum atau mengadukan perkara hukum kepada selain apa yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka berarti dia itu telah merujuk hukum dan mengadukan perkara hukum kepada thaghut”.
Dan di antara macam thaghut yang disembah selain Allah SWT pada zaman sekarang, dan yang menjadi kewajiban atas setiap Muwahhid untuk kafir kepadanya dan berlepas diri darinya serta dari para pengikutnya supaya dia bisa berpegang kepada al ‘urwatul wutsqa dan selamat dari api neraka ialah tuhan-tuhan palsu dan arbaab-arbaab maz’um yang telah dijadikan oleh banyak manusia sebagai syurakaa musyarri’iin (sekutu-sekutu yang membuat hukum dan perundang-undangan) selain Allah SWT
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. " (QS. Asy-Syuura: 21)
Itulah penjelasan singkat tentang demokrasi dan kenapa Islam begitu menentangnya dan mengancam para pelaku demokrasi sebagai orang-orang yang keluar dari Islam.
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (Al-Mumtahanah: 4)
profile penulis:
Hanif Abdullah; aktivitas sekarang adalah penggiat disebuah komunitas yang menyerukan penegakkan syariat islam secara kaffah yaitu Sharia4indonesia Community. Tentang aktivitas itu bisa diliat di http://sharia4indonesia.com