Sudah selayaknya seseorang itu hidup mempunyai visi. Karena visi yang jelas akan menuntun seseorang untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang menjadi tujuannya. Selain itu juga akan menjadikan seseorang lebih fokus terhadap hasil akhir tanpa mudah goyah ketika mendapat gangguan atau hambatan. Visi adalah tujuan jangka panjang yang bersifat umum akan dicapai melalui penjuangan yang panjang. Ia berbeda dengan misi, karena misi lebih bersifat khusus dan kewujudannya hanya untuk mendukung visi.
Seseorang yang memiliki visi selalu melihat semua kegiatan sepanjang hidupnya sama ada sudah sesuai pada jalan yang akan membawa dirinya kepada visi atau belum, sekiranya belum maka ia akan segera memutar arah menempuh jalan yang mampu membawanya pada visi yang sudah ditargetkan. Karena hidup ini diibaratkan sebuah perjalanan, sedangkan di dunia adalah tempat persinggahan untuk mengumpulkan bekal untuk dibawa ke kehidupan yang mendatang.
Ketika hidup tanpa visi maka akan memungkinkan seseorang lalai tarhadap tujuan hidup itu sendiri ataupun lupa terhadap tujuan utama manusia diciptakan yakni untuk mengabdi kepada Allah SWT. “dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada Ku”(QS 51,56).
Sebagai seorang muslim kita meyakini bahwa kehidupan ini mempunyai tiga fase. Pertama, adalah fase ketika manusia berada di alam rahim. Pada fase ini manusia masih tergantung kepada individu lain yakni ibu. Meskipun demikian sudah sempurna sebagai satu kehidupan. Kedua, kehidupan dunia yang diawali dengan kelahiran manusia sampai kematian. Pada fase ini manusia mampu berdiri sendiri dan mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya. Ketiga, fase kehidupan setelah kematian. Pada fase ini adalah tempat memperoleh hasil dari usaha manusia di fase kedua.
Pada fase pertama waktunya sangat terbatas kurang lebih hanya sembilan bulan atau pada beberapa kasus ada yang lebih cepat dari itu. Kemudian fase kedua juga memiliki waktu yang terbatas. Tidak bisa ditentukan secara pasti, namun secara rata-rata adalah antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun umur manusia. Tentu saja ada ada yang lebih dari itu namun sangat sedikit. Dan yang kurang dari umur rata-rata juga sangat banyak. Kalau diibaratkan seperti buah kelapa. Lalu jatuhnya buah kelapa itu sebagai kematian, maka yang memiliki kemungkinan jatuh itu tidak semestinya kelapa yang sudah tua dan berwarna coklat. Tetapi kelapa yang muda atau masih bunga juga sangat berkemungkinan gugur.
Sedangkan fase kehidupan setelah kematian tidak terbatas waktunya. Dan inilah sebenarnya tempat kehidupan yang hakiki. Cuma terkadang manusia mudah melalaikan fase ini. Padahal pada fase ini disediakan hanya dua tempat saja, surga atau neraka. Tidak ada pilihan lain. Dan untuk menetapkan tempat yang mana manusia akan menuju, semuanya tergantung pada visi yang telah dibuat ketika di dunia dan sejauh mana usaha yang dilakukan untuk mecapainya.
Mengenal Surga
Hal yang penting untuk menumbuhkan rasa tertarik dan mencintai sesuatu adalah dengan mengenalnya. Demikian juga dengan surga. Jika ingin berusaha memasukinya sudah sepantasnya kita untuk mengenalnya. Sebagai umat yang memiliki petunjuk berupa wahyu al qur’an, kita dapat mengenal surga melalui apa yang disempaikan di dalam wahyu. Di dalam al qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menceritakan tentang surga, baik tentang kewujudannya, keindahan dan kenikmatan. Namun semuanya berupa gambaran, karena surga adalah hal ghaib. Yang tidak mungkin dilihat oleh mata, tidak mampu didengar oleh telinga dan tidak tebayangkan oleh hati.
Surga identik dengan keindahan dan kenikmatan. Sebagaimana fitrah manusia juga sangat mencintai keindahan dan kenikmatan, maka surga disediakan sebagai balasan bagi umat yang taat.
Keindahan dan kenikmatan surga sungguh luar biasa. jika dibandingkan dengan keindahan dan kenikmatan dunia sudah tentu tidak ada setaranya. Apalagi keindahan dan kenikmatan surga bersifat kekal. Sedangkan keindahan dan kenikmatan di dunia sangat terbatas bahkan cenderung menipu. Maka bagi orang yang mengenal surga maka baginya dunia tidak memiliki nilai apa-apa. Sebagai contoh adalah Asiah istri Fir’aun, ia tidak gentar disiksa oleh Fir’aun karena ia yakin Pada Allah dan mengenal surgaNya. maka ketika itu ia berdo’a supaya dibangunkan rumah untuknya di surga.
Segala keindahan dan kenikmatan yang telihat di dunia akan ada di surga bahkan jauh lebih baik. Misalnya tempat tinggal, di surga telah disediakan rumah-rumah dan istana yang megah. Makanan dan minuman, di surga tersedia buah-buahan dan segala minuman yang paling lezat, seperti madu dan susu bahkan minuman yang di dunia haram di surga bisa dinikmati, seperti khamar. Wanita, di surga akan ada bidadari-bidadari cantik yang akan mendampingi manusia. Perhiasan, di surga semua peralatan makan minum terbuat dari emas dan perak. Pakainan, di surga akan dipakaikan pakaian yang indah dari sutera.
Puncak nikmat surga adalah melihat wajah Allah secara langsung dan jelas (QS 75,22-23). inilah yang paling diimpikan oleh semua umat. Dan masih banyak lagi keindahan yang lain seperti sungai-sungai yang mengalir dan pohon-pohon yang rindang. Dan surga adalah sebaik-baik tempat di akhirat. Itulah sebabnya do’a yang dianjurkan bagi kita adalah: “wahai Tuhan kami, berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan Akhirat. Dan selamatkalah kami dari siksa neraka”. Kebaikan akhirat tersebut adalah surga.
Memotivasi umat
Ketika umat muslim telah mengenal surga dan memiliki visi ke surga, maka hal tersebut akan memberikan memotivasi untuk melakukan hal-hal yang mendukung untuk tercapainya masud tersebut. Diantaranya: pertama, menjadikan Allah sebagai tujuan.
Tidak mesekutukanNya dengan suatu apa pun, dan selalu mencari ridhaNya di setiap amal yang dilakukan. Kedua, menjadikan Rasulullah SAW sebagai tauladan dalam semua sisi kehidupan, mengikuti dan menjalankan semua sunahnya serta menjauhi semua bentuk bid’ah dalam ibadah. Ketiga, menjadikan al qur’an sebagai pegangan dan petunjuk hidup.
Berinteraksi dengan cara membacanya, memahami dan mengamalkannya. Keempat, melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar mulai dari diri sendiri, keluarga kemudian di masyarakat. Kelima, selalu memberikan manfaat dan keselamatan kepada orang lain. Keenam, menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Memahami bahwa dunia adalah tempat untuk beramal.
Berusaha bersungguh-sungguh untuk kerja dunia sebagaimana kesungguhan dalam beramal untuk akhirat. Meletakkan dunia dalam genggaman tangan bukan di hati. Maksudnya apa yang dimilikinya ketika di dunia tidak menjadikannya ia kufur kepada Allah. Misalnya memiliki harta dan tahta. Akan tetetapi semua itu tidak dipergunakan melainkan untuk berbakti kepada Allah. Ketujuh, selalu berusaha mencapai prestasi yang terbaik dalam semua hal.
Baik dalam menuntut ilmu, bekerja, ataupun yang lainnya. Kedelapan, Memanfaafkan waktu dengan cara mengatur waktu dengan benar dan teliti. Tidak melengahkan untuk hal yang sia-sia apalagi untuk bermaksiat. Kesembilan, selalu bermuhasabah (mengoreksi diri). Dengan cara mengingat apa yang dilakukan selama ini, sudah mentaati Allah atau sebaliknya. Jika dalam ketaatan maka berusaha terus untuk meningkatkannya, jika telah berbuat dosa maka segera bertaubat dan menggantinya dengan amal soleh. Kesepuluh, selalu berdo’a kepada Allah supaya selau mendapat petunjukNya dan dianugerahkan kesudahan yang baik berupa khusnul khatimah.
Wallahu a’lam
Hambari Nursalam
Mahasiswa International Islamic University Malaysia.
Ketua Sekretariat Da’wah & Tarbiyah, Persatuan Mahasiswa Ilmu Wahyu IIUM