Sebuah kerangka befikir yang cemerlang dapat dibentuk ketika kita dapat memahami akan makna tema di atas. Kecemerlangannya terlihat ketika kita dihadapkan dengan masalah-masalah besar umat Islam. Kerangka berfikir ini insya Allah juga mampu menangkal pemikiran-pemikiran yang selalu dihembuskan oleh Barat untuk membuat sekat-sekat pemisah antar sesama muslim di seluruh dunia.
Definisi antara Kumpulan Individu & Masyarakat
Masyarakat dibentuk dari kumpulan individu yang berinteraksi secara intensif sehingga munculah persamaan perasaan dan pemikiran (fikroh) yang akhirnya menghasilkan peraturan (sistem) yang mereka sepakati bersama. Sekumpulan individu belum tentu adalah sebuah masyarakat, selama tidak adanya kesamaan perasaan, pemikiran, dan aturan/sistem yang sama. Kumpulan individu dapat digambarkan sebagai seseorang yang pergi ke suatu tempat menggunakan angkutan umum, di dalam angkutan umum, ia bertemu dengan individu-individu lainnya. Kumpulan individu di dalam angkutan umum tersebut tidak bisa disebut sebagai masyarakat karena interaksi yang terjadi di antara mereka sifatnya hanya short time sehingga tidak dapat menimbulkan kesamaan perasaan dan pemikiran yang tentunya tidak pula menghasilkan sebuah peraturan yang sama.
Berdampak pada Perumusan Solusi
Banyak di kalangan aktivis Islam saat ini masih beranggapan bahwa sebuah masyarakat sama dengan sekumpulan individu. Berangkat dari kesalahpahaman ini, kemudian berdampak pada solusi yang hendak ditawarkan oleh seorang aktivis Islam ketika dihadapkan oleh sebuah masalah yang bersifat kemasyarakatan, baik itu masyarakat lokal maupun global. Pemahaman yang salah tadi mengakibatkan solusi yang ditawarkan hanya berhenti pada level individu saja tanpa menjamah pada level sistem. Pada akhirnya isi dakwah yang disampaikan pun hanya fokus masalah-masalah individu seperti akhlak, ibadah mahdoh, manajemen qolbu, dan sejenisnya.
Fikroh yang berupa ideologi yang berlandaskan aqidah Islam kurang dijadikan topik utama dalam materi dakwah. Padahal kebangkitan umat Islam terjadi ketika perasaan dan pemikiran mereka sama-sama sadar akan kewajiban kembali penegakan sistem/aturan Allah Swt, yaitu syariat Islam yang dapat menyelesaikan segala permasalahan umat.
Melalui kacamata yang lebih besar, umat Islam sebenarnya memiliki ikatan aqidah dan juga memiliki aturan yang sama yaitu syariat Islam. Tetapi faktanya ikatan itu sudah tersekat-sekat oleh bentuk Negara-bangsa (nation-state) yang ditancapkan oleh Barat yang sebelumnya tidak dikenal di dunia Islam sebelum runtuhnya Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki tahun 1924. Sekat-sekat ini telah mengendap pada hati dan pemikiran umat Islam karena mereka sudah terlalu lama tidak hidup dalam rumah mereka yang sesungguhnya yaitu Khilafah Islamiyah.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, …." (QS Ali Imran [3] : 103)
Solusi yang ditawarkannya pun hanya berhenti pada tingkat nation-state saja, malah ada yang lebih memprihatinkan lagi yaitu ketika dihadapkan pada kasus masalah masyarakat secara global, solusi yang ditawarkan hanya bersifat individu, seperti dzikir, sholat malam, dan sebagainya, seakan-akan Islam sudah tidak bisa memberikan solusi sistemik yang dapat memberikan dampak secara global. Inilah sebuah bukti nyata, bagaimana kemerosotan berfikir yang sangat parah telah dan sedang terjadi di tengah-tengah umat, bahkan tidak terkecuali pada para aktivis dakwah.
Level nation-state di sini dapat dianalogikan sebagai level individu dalam masyarakat lokal, dimana bentuk nyata masyarakat global Islam yang pernah ada adalah Khilafah Islamiyah. Memang kita masih percaya bahwa umat Islam di seluruh dunia bagaikan satu tubuh, tetapi sekedar semangat saja tidaklah cukup, tanpa memperjuangkan bentuk nyata dari kesatuan Islam di dunia yaitu Khilafah Islamiyah. Jika kita menyatakan bahwa umat Islam bagaikan satu tubuh, lalu bagaimana jika seorang non-muslim bertanya, “Kalau satu tubuh, lalu mana kepalanya?”, tentunya kita akan tertunduk malu dan tak tahu harus menjawab apa. Kebetulan saya sendiri adalah bekas pemeluk Katholik, jika pertanyaan itu saya terima ketika saya masih memeluk Katholik, maka saya akan manjawab dengan bangga, “Kepala kami adalah Paus di Vatikan”. Walaupun Paus hanya mengepalai umat Katholik sedunia di bidang peribadatan saja, tetapi sudah dapat membuat umat Katholik menjadi umat yang paling solid saat ini.
Tubuh tanpa kepala, walaupun dalam kasus ini tubuh masih dapat hidup, tapi bagaikan mayat hidup, tidak akan bisa responsif ketika diserang, dan anggota tubuh tidak akan bisa sinergis dalam bertindak, karena sudah tidak memiliki main brain yang menjadi konsekuensi logis akibat ketiadaan kepala yaitu seorang khalifah. Kita bisa bayangkan betapa hebatnya umat Islam jika kembali memiliki pemimpin yang tidak hanya mengurusi masalah peribadatan saja seperti Paus, tetapi juga seluruh aspek kehidupan, seperti layaknya seorang kepala negara, Subhanallah.
Agar lebih mendalam bahasan ini, marilah kita lakukan experiment kecil, yaitu dengan melotarkan beberapa pertanyaan tentang permasalahan umat dalam konteks masyarakat lokal dan juga global (dunia).
Kasus masyarakat lokal, Indonesia mengalami krisis multidimensi, bahkan diperparah dengan rangkaian bencana yang tak kunjung usai. Langkah apa yang sebaiknya ditempuh untuk mengentaskan Indonesia dalam keterpurukan ini?
Setidaknya akan mucul 3 kelompok pendapat dari pertanyaan ini. Kelompok pertama berpendapat bahwa masalah tersebut harus dikembalikan pada diri masing-masing individu. Setiap individu harus bekerja lebih keras, belajar lebih giat, menjadikan diri pribadi yang sholeh dan sebagainya. Solusi yang ditawarkan tidaklah salah, tetapi solusi ini tidaklah satisfied untuk menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh karena hanya bersifat individualistik.
Kelompok kedua menawarkan solusi seseuai dengan bidang keilmuannya masing-masing. Seorang politikus berpendapat bahwa kristis yang terjadi karena iklim politik yang kurang demokrastis. Padahal kenyataannya, sudah banyak bermunculan partai politik, dan presiden pun sudah dipilih secara langsung. Hal ini malah menjauhkan umat dari kesadaran untuk kembali pada aqidah Islam yang kaffah, karena konsep dalam demokrasi yang men-Tuhan-kan manusia itu sendiri sangatlah bertentangan dengan aqidah Islam. Dengan ditegakkannya demokrasi, umat Islam malah jatuh ke dalam jurang kesyirikkan.
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik)." (QS Az-Zumar [39]: 2-3)
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelumnya: ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’." ( QS Az-Zumar [39]: 65)
Disisi lain, seorang pakar ekonomi berpendapat bahwa penyebab utama krisis adalah perekonomian Indonesia yang belum sesuai dengan syariat Islam. Faktanya, produk-produk ekonomi syariah sudah banyak bermunculan, tetapi semuanya terganjal oleh legal system yang tidak mendukung perekonomian syariah tersebut, sehingga produk-produk ekonomi syariah selamanya tidak akan bisa murni syariah. Legal system yang dimaksud di sini adalah ideologi yang di anut oleh Indonesia.
Hal ini sangat berbahaya karena mengakibatkan ambiguitas atas pemahaman masyarakat terhadap ekonomi syariah. Demikian pula pakar-pakar lainnya dalam kelompok ini, mereka berpendapat sesuai dengan sudut pandang keahliannya masing-masing yang sebenarnya mereka sedang berfikir secara parsial. Sedangkan kelompok yang terakhir berpendapat, bahwa sumber dari semua krisis multidimensional ini karena Indonesia masih memakai ideologi yang sudah cacat sejak lahirnya dan bersifat self destructive yaitu sekuler-kapitalis, maka solusi yang ditawarkan adalah penegakkan kembali ideologi Islam di bawah naungan Daulah Khilafah.
Pendapat ini mereka sampaikan berlandaskan pemikiran bahwa sistem Islam adalah satu-satunya alternatif yang sudah dibuktikan kehebatannya lebih dari 1 abad. Mereka juga sadar bahwa sistem Islam tidak bisa ditegakkan secara gradual, oleh karena itu concern utamanya adalah usaha agar dicabutnya ideologi sekuler-kapitalis dan digantikan oleh ideologi Islam. Analoginya seperti ketika berusaha mencabut sebuah pohon beracun dengan cara memegang pangkal batang pohon (ideologi), sehingga pohon tersebut dapat tercabut beserta ranting-rantingnya yang berupa sistem-sistem turunan dari ideologi sekuler, seperti sistem pendidikan materialistik, sistem ekonomi kapitalistik, dan sebagainya.
Berbeda dengan kelompok kedua yang berusaha mencabut pohon dengan cara memegang salah satu rantingnya saja, sehingga yang tercabut/patah hanya ranting yang dipegangnya saja, dan akan segera tumbuh kembali dikarenakan akarnya masih subur dan menghujam dalam ke bumi.
Kasus masyarakat global, penjajahan di Palestina oleh Zionis Yahudi, lantas apa yang harus dilakukan oleh umat Islam?
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa yang harus dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia adalah memberikan bantuan obat-obatan, makanan, uang, dan paramedis. Itu semua adalah solusi untuk korban perang, lantas bagaimana solusi untuk tentara Zionis yang terus melakukan penyerangan? Apakah solusinya sama dengan solusi untk korban perang? Tentu tidak! Yang dibutuhkan adalah pengiriman tentara dari negri-negri muslim untuk menghentikan agresi Zionis. Sedangkan Zionis sudah tidak mengenal kata-kata perdamaian, terbukti sudah sekian banyak pengkhianatan dari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.
Oleh karena itu seruan kepada para pemimpin negri muslim telah dilakukan, tetapi kenyataannya pengaruh sistem nation-state telah tertancap dalam dalam hati dan pemikiran mereka, sehingga bantuan itu tak kunjung dating. Berharap pada PBB pun seperti mimpi di siang bolong. Inilah sebuah pelajaran penting bagaimana ketika umat Islam tidak memiliki kepemimpinan yang satu, yaitu seorang khalifah, umat Islam tidak bisa dilindungi segenap harta dan jiwanya secara sistematik. Seperti yang sudah dibahas dalam kasus masyarakat lokal di atas, umat Islam bagaikan mayat hidup yang sudah hampir mati rasa, walaupun bagian tubuhnya dicabik-cabik hewan-hewan buas Zionis, respon dari bagian tubuh yang lainpun tidak bisa sesuai yang harapkan dan tidak dapat bertindak secara sinergis dan power full.
Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)
Keadaan di atas sangatlah berbeda dibandingkan ketika Khilafah masih tegak. Lihatlah bagaimana Khalifah Al-Mu’tashim Billah yang segera mengirimkan tentaranya untuk menjawab seruan seorang muslimah yang di telah dzhalimi seorang Romawi di Amuria. Kemudian sang Khalifah meminta kepada penguasa Romawi disana agar segera menyerahkan pelakunya untuk di-qishosh, karena penguasa Romawi tersebut menolak, beliau menyerang kota Amuria dan berhasil memenangkan pertempuran. Subhanallah, begitu dihargainya sebuah nyawa ketika sistem Khilafah itu masih tegak, walaupun hanya seorang muslimah saja.
Oleh karena itu, sebuah kesalahan fatal jika kita berfikir bahwa memperjuangkan kemerdekaan Palestina sebagai bentuk nation-state adalah sesuatu yang cukup. Karena faktanya tidak hanya Palestina, tetapi seluruh umat Islam di dunia juga mengalami penjajahan fisik ataupun non-fisik, tak terkecuali di Indonesia. Jika kita mau berfikir secara integral, maka solusi yang seharusnya ditawarkan tidak hanya berhenti pada level nation-state saja, tetapi seharusnya menjelma menjadi sebuah institusi super power yang dapat menjaga dan menyatukan umat Islam seluruh dunia, yaitu Khilafah Islamiyah.
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku (QS an-Nur [24]: 55).
Musuh Islam Bersatu Dalam 1 Ideologi
Kita bisa rasakan bagaimana musuh-musuh Islam telah menanggalkan pemikiran kebangsaan (nation-state) di antara mereka, sehingga mereka memiliki perasaan dan pemikiran yang sama untuk menegakkan satanic ideology. Di sisi lain, mereka selalu menghembuskan ide-ide seperti nasionalisme, demokrasi dan liberalisme, yang membuat umat Islam tersekat-sekat dan semakin jauh dari aqidah Islam agar umat Islam semakin tertinggal dan sulit meraih kebangkitan. Kita bisa teliti bagaimana illuminati/freemasonry melakukan konspirasi global untuk menciptakan The New World Order, yaitu menciptakan kehidupan dunia di bawah kekuasaan mereka yang berlandaskan satanic ideology.
"Adapun orang-orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah itu (membentuk masyarakat Islam yang bersatu berdasarkan persaudaraan yang teguh), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar" (QS. Al-Anfal [8] : 73)
Berlomba Dalam Mencapai Tujuan
Seharusnya kita sadar bahwa kita dalam kondisi berlomba dengan musuh-musuh Islam untuk meraih tujuannya masing-masing. Illuminati dengan proyek The New World Order-nya, ingin membuat sistem di dunia menjadi compatible dengan dajjal. Seharusnya, begitu juga yang dilakukan umat Islam, yaitu berusaha membuat tandingan sistem dajjal, sistem yang telah dicontohkan Rasululloh saw dan dijanjikan oleh Allah Swt. akan tegak kembali, yaitu Khilafah Minhaj Nubuwah. Tapi bagaimana bisa kita mengimbangi langkah musuh-musuh Islam, jika kita masih ragu akan jalan-Nya dan malah mengambil jalan yang disodorkan oleh musuh-musuh Islam? Maka, inilah saatnya untuk sadar dan bangkit, karena kita sedang berlomba, tak ada lagi waktu untuk ragu!!
Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS ar-Ra’d [13]: 11).
Wallâh a’lam bi ash-shawâb
Budi Kristyanto
Structural Engineer di sebuah perusahaan Engineering Consultant, Jakarta
HP : 08561648432 ; email: [email protected]