Ada fakta yang patut kita cermati saat kehangatan ramadhan kembali memeluk kita. Suhu kesalehan umat tiba-tiba cepat melesat naik. Tapi sebaiknya jangan terlalu dini berbangga diri karena kesalehan umat yang kelihatan sekilas menampakkan umat telah lengkap menjalankan Islam. Jika kita jujur menilai fakta, sekarang terbentuk jurang besar perbedaan kondisi ramadhan dulu saat Rasulullah, sahabat, dan khilafah masih ada dibanding suasana ramadhan di era demokrasi modern ini.
Sejatinya ramadhan adalah bulan yang begitu dinati-nanti umat muslim. Ramadhan ibarat oase ditengah padang pasir, setelah tertih-tatih menyusuri teriknya sebelas bulan sebelumnya. Lewat lisan agung Rasulullah SAW telah tersampaikan dasyatnya ramadhan, dilanjutkan oleh para sahabat, dan ulama-ulama yang ikhlas mewakafkan lisan dan tangan mereka guna mengabadikan pesan-pesan Rasulullah dan sahabatnya.
Tapi fakta yang terjadi di depan mata memaksa kita menghela nafas panjang ditambah akal sehat yang dihimpit kuat kegelisahan. Ternyata ramadhan yang selama ini divisualkan hanya merupakan dempulan kosmetik tebal yang menutupi kecacatan sebenarnya. Kejujuran sudah bukan saatnya lagi kita benamkan dalam kepura-puraan.
Ya, kepura-puraan untuk berkata jika kondisi kehidupan sekarang berjalan baik-naik saja.
Keberanian sekarang harus ditonjolkan untuk mengakui bahwa Islam memang tengah cacat karena memang sengaja dibuat cacat. Cacatnya Islam disebabkan oleh pengamputasian syariah Islam dan pemerintahan Islam yang merupakan organ penting dalam tubuh Islam oleh sekularisme. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seluruh bagian Islam akan dilucuti satu per satu. Saat satu bagian terlucuti, orang akan bergerak melucuti bagian lain setelahnya. Bagian pertama yang dilucuti ialah (aspek) pemerintahan, sedangkan yang terakhir adalah (aspek) shalat” (HR. Thabarani).
Dialah sekularisme, sebuah paham yang diimpor langsung dari Eropa. Awalnya sekularisme dimunculkan untuk memutus matai rantai dominasi rezim tirani gerejawi yang dimotori oleh kaum borjuis kerajaan. Dalam perjalanannya, rakyat hanyalah bahan bakar lokomotif politik dan pengisi kantung-kantung uang pendeta dan kaisar. Uluran penindasan terus memanjang dan semakin memanaskan tensi kejenuhan rakyat.
Gerakan penuntut perubahan kian kencang dan tak bisa lagi dibendung. Ledakan revolusi menjadi awal bagi kaum ilmuan bersama rakyat tampil untuk mengarsiteki sistem sosial mereka sendiri.
Kaum gerejawi yang tidak mau tercatat dalam sejarah sebagai pihak yang dibuang lalu menawarkan kompromi. Hasil dari kompromi adalah memotong kekuasan luas gereja menjadi hanya sebatas mengurusi ibadah ritual, sementara kehidupan sosial sepenuhnya dipegang oleh ilmuan bersama rakyat. Inilah awal terkenalnya istilah sekularisme, “berikan untuk kaisar hak kaisar dan berikan untuk Tuhan hak Tuhan”.
Sekularime pun membuat tapal batas yang tegas antara urusan agama dan urusan kehidupan. Dengan dicampakkannya gereja lalu membawa Eropa pada abad baru, abad renaissance (pencerahan). Eropa pun bangkit dengan menanggalkan nasrani sebagai poros hidup mereka.
Di awalnya sekularisme memang mampu meningkatkan pundi-pundi materi Eropa. Tapi semakin tua usia sekularisme, semakin terlihat pilar-pilarnya yang mulai keropos. Apalagi setelah sekularisme dinjeksikan masuk ke dalam tubuh Islam. Islam sejatinya adalah agama yang memiliki prangkat untuk mengatur kehidupan. Jelas sangat bertolak belakang dengan nasrani yang memang hanya memenuhi naluri manusia untuk berTuhan, tapi ternyata mandul solusi untuk problematika kehidupan. Bisa kita saksikan bersama Islam sekarang yang sempoyongan kehilangan spirit dan Islam tidak lagi menjadi rahmat.
Kerusakan akut kita saksikan terjadi di sebagian besar lini kehidupan. Kerusakan ekologis (lingkungan), amburadulnya tata pergaulan, kasta kaya dan miskin yang semakin melebar, semakin panjangnya catatan kebodohan dan kemiskinan rakyat, depresi sosial yang luar biasa. Ini lebih diperparah lagi dengan tindak tanduk para penguasa zalim yang hanya sibuk menyusun bermacam strategi untuk mengemplang uang rakyat. Janji-janji surga mereka saat kampaye hanya sekedar basa-basi politik sekuler.
Sampai otak kita dipaksa untuk berfikir bahwa di republik sekuler ini orang bisa jadi mulia seketika atau bahkan dianggap nabi asal punya fulus. Ini dibuktikan oleh Takmir Masjid Agung Kota Malang yang mengundurkan jadwal shalat Jumat selama 20 menit demi menunggu kehadiran Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang katanya mau datang.
"Beliau sudah janji mau shalat di sini, karena itu kita tunggu,” kata Ketua Takmir Masjid Agung Kota Malang, Kamilun Muhtadin, Jumat (19/8/2011). Shalat jumat yang sejatinya adalah ibadah wajib dan sempit waktunya berani diundur-undur hanya untuk menunggu seorang ketua partai yang belum tentu baik sholat lima waktunya. Sekularisme telah menempatkan pengagungan makhluk dan materi di atas pengagungan kepada Raja diraja alam semesta Allah SWT. Sekularisme benar-benar membuat masyarakat mengalami disorientasi kehidupan.
Ramadhan seharusnya menjadi titik tolak kita untuk meninggalkan segala sesuatu yang tidak sewarna dengan Islam. Ramadhan ibarat sekolah besar dimana kita didik dengan berbagai praktik ibadah pendongkrak kesalihan dan derajat kita di hadapan Allah SWT. Tapi ramadhan terus kita tinggalkan dibelakang kita tanpa ada perubahan kepada cahaya Islam yang lebih terang. Ramadhan hanya berlalu dengan meninggalkan catatan-catatan kemunduran Islam.
Sekularisme membuat semangat ibadah di tiap ramadhannya hanya menjadi objek baru untuk dikapitalisasi. Makna ramadhan sebagai bulan bertabur rahmat berubah menjadi bulan bertabur profit. Mayoritas media-media raksasa yang harusnya mencerdaskan umat dengan informasi-informasi yang mensolehkan. Justru hanya memandang umat sebagai pasar potensial pencetak profit. Tayangan-tayangan yang mengocok perut dan varian hiburan lainnya justru menjadi menu utama para media tersebut. Kita sudah bisa menebak, media hanya menyuguhkan apa yg diinginkan umat sekalipun itu merusak dibanding menyuguhkan apa yang dibutuhkan dan menutrisi umat.
Bukan hanya itu, masjid-masjid juga telah kalah pamor dibanding mall-, pusat perbelanjaan, dan pusat hiburan lainnya. Lebih terasa lagi di pekan-pekan terakhir ramadhan ini. Orang-orang sekarang lebih khusyu melenggang di mall-mall dibanding memanjangkan zikir dalam i’tikaf di masjid-masjid. Kita patut mengurut dadah jika mengetahui bahwa dulu waktu-waktu akhir ramadhan ini justru dimanfaatkan oleh para sahabat untuk semakin menambah tabungan amal mereka, karena di pekan-pekan terakhir inilah Allah SWT semakin bermurah menurunkan rahmatnya.
Rasanya sekularisme tidak hanya puas merusak moral dan akhlak umat. Di bulan ramadhan yang harusnya menjadi momen kebahagiaan kaum muslim ini justru kita dipertontonkan dengan carut-marut pengelolaan negeri ini. Bulan ramadhan yang penuh ampunan ini tidak dimanfaatkan oleh para pejabat dan penguasa negeri ini untuk bertobat sungguh-sungguh atas menggunungnya dosa-dosa mereka kepada rakyat. Justru lakon sandiwara politik ala koruptor yang menampilkan Nazaruddin VS pentolan-pentolan partai demokrat lainnya menjadi totonan pembuka ramadhan.
Nazaruddin yang tertangkap di kolombia harus dipulangkan ke tanah air dengan biaya yang wahh, tidak tanggung-tanggung 4 miliar adalah harga tiket pulang Nazaruddin. Tentunya ini bukan dari kantong pribadi Bapak SBY, karena kita yakin bersama beliau tidak akan mau mengongkosi Nazaruddin sebanyak itu. Uang rakyat kembali dihamburkan hanya untuk keperluan sia-sia memulangkan koruptor dengan menyewa jet khusus.
Kita mungkin berandai-andai, dengan uang 4 miliar itu berapa rakyat miskin yang bisa diberi makan, berapa sekolah rusak yang bisa direnovasi, berapa liter susu dan makanan sehat untuk membantu anak-anak kurang gizi, ataukah berapa rakyat miskin yang bisa ditanggung biaya kesehatannya. Tapi kita hanya bisa berandai-andai, karena memang hanya itu yang masih gratis tidak kena pajak di negeri ini.
Belum lagi permasalahan pelit lain di negeri ini. Hukum yang sujud kepada uang, perampokan sumber daya alam oleh asing atas restu penguasa, korupsi yang mengurita di tiap level pemerintahan, kebodohan dan kemiskinan yang terus mencekik rakyat, wabah aliran sesat yang justru dilindungi oleh undang-undang, kebiasaan pencitraan penguasa dibandingkan kerja nyata untuk rakyat, dan berjuta masalah lainnya yang tidak sanggup kita runut satu persatu.
Sekularisme benar-benar telah salah alamat dengan datang kepada Islam. Cita-cita kebebasan, kebangkitan, dan kemakmuran yang diusung sekularisme sesungguhnya telah lama digiatkan Islam. Sejarah telah menyediakan lembaran istimewa dan tinta emas untuk mencatat berbagai kegemilangan dan keagungan Islam. Semuanya ini justru tercipta dari kesatuan yang utuh antara agama dan kehidupan.
Esensi dari tauhid bukan hanya mengakui bahwa hak penyembahan hanya milik Allah SWT, tapi segala bentuk kapatuhan manusia mutlak hak Allah SWT. Sebagai ciptaan tentulah berbagai keterbatasan menjadi label lahir manusia. Maka pernyataan yang sangat melecehkan Allah SWT jika dikatakan manusia lebih paham mengurusi kehidupannya dan menolak hukum-hukum Allah SWT.
Dengan posisi Allah SWT sebagai pencipta manusia, kehidupan, dan alam semesta sudah menjadi kepastian bahwa Allah tidak sebatas menciptakan tapi juga menyertakan hukum-hukum-Nya. Sebagaimana firman Allah, “Bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dengan yang bathil.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 185)
Islam adalah ideologi yang di dalamnya termuat semua instrumen kehidupan. Di dalam syariat Islam didiskripsikan secara panjang lebar dan tuntas tentang sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem ekonomi, sistem moneter, sistem pendidikan dll. Maka keliru jika wilayah Islam hanya dibatasi pada aspek ibadah ritual dan moralitas.
Semoga ramadhan ini kali terakhir kita berkubang dalam najis sekularisme. Angan-angan tentang kebangkitan selamanya melayang-layang dalam ruang harapan kita jika sekularisme tetap sebagai nilai kehidupannya, demokrasi sebagai sistemnya, dan kapitalisme menjadi landasannya. Saatnya lantang bersuara bahwa Islam revolusionerlah yang terbaik sebagai pemecah semua permasalah pelit ini. Mari gandakan kekuatan untuk bergerak, bersatu, tegakkan ideologi Islam!.
Arief Shidiq Pahany
Pengurus GEMA (Gerakan Mahasiswa) PembebasanWil. Sulsel-bar