Pemilu 2009 yang baru usai pekan lalu, memberikan fenomena tersendiri untuk partai-partai Islam atau partai-partai berbasis massa Islam. Di antara mereka ada PPP, PBB, PKS, PKB, PAN, dan PKNU.
Fenomena itu menyatakan bahwa perolehan suara partai-partai tersebut mengalami stagnasi. Bahkan untuk PPP dan PKB, penurunan lumayan besar mencapai hampir lima puluh persen. Setidaknya, fenomena itulah yang bisa disimpulkan dari data penghitungan cepat oleh beberapa lembaga survei. Dan data sementara dari tabulasi KPU menunjukkan angka sementara yang tidak begitu berbeda.
Kisarannya antara lain, PKS memperoleh 8,78 persen; PAN 6,44 persen; PKB 5,85 persen; PPP 5,29 persen; PBB 1,53 persen; dan PKNU 1,16 persen. Total suara partai-partai tersebut adalah 29,05 persen atau sekitar 30 persen.
Kalau diambil analisis secara subjektif, hasilnya akan berbeda menurut sudut pandang dan persepsi yang digunakan. Misalnya, ada analisis yang mengatakan bahwa partai Islam sebaiknya menjadi partai terbuka yang bisa memungkinkan datangnya pemilih lintas ideologi dan agama. Setidaknya, itu yang pernah disimpulkan PAN dan PKB. Karena kedua partai ini tidak berazas Islam, hanya basis atau pasarnya yang berkomunitas organisasi Islam. PAN diidentikkan sebagian orang sebagai Muhammadiyah, dan PKB diidentikkan dengan Nahdhatul Ulama atau NU.
Namun, analisis ini bisa dianggap tumpul kalau hanya dilihat dari sekadar azas partai yang tidak menyatakan Islam secara jelas. Dan itu bisa dibuktikan dari perolehan dua partai tersebut, PAN dan PKB, yang justru mengalami penurunan.
Analisis lain menyatakan sebaliknya. Partai-partai justru telah dianggap mengalami pelarutan atau pencairan yang menyebabkan bukan hanya tidak datangnya calonpemilih lintas ideologi, bahkan sudah ditinggalkan pemilih fanatik. Dengan kata lain, massa menganggap bahwa partai Islam tak lebih dari sekadar menjual jargon-jargon Islam. Sementara, tidak mempunyai kekhususan nilai-nilai Islam yang ingin diperjuangkan.
Kalau analisis di atas dialamatkan kepada subjek partai, analisis lain menilai objek pemilih. Yaitu, telah terjadi degradasi para pemilih yang notabene umat Islam. Umat Islam telah mengalami penurunan dan pencairan identitas keislaman yang merembet pada pilihan politik mereka.
Hal ini bisa dianggap wajar dan mungkin saja terjadi karena selama ini memang partai-partai Islam dan berbasis massa Islam tidak secara serius melakukan pembinaan keislaman terhadap konstituen mereka. Sepertinya, partai-partai Islam belum menganggap pembinaan keislaman sebagai tugas pokok mereka.
Mungkin, masih sederet analisis lain yang bisa ditarik dari benang hijau fenomena perolehan partai-partai Islam dan berbasis massa Islam ini. Dan tentunya, semua fenomena di atas telah menjadi keprihatinan bersama partai-partai Islam.
Kami berharap, pembaca bisa memberikan masukan atau analisis lain yang lebih baik. Dan ini insya Allah akan menjadi masukan berharga untuk kita semua, khususnya para pengurus dan kader partai-partai Islam.
**
Redaksi mengucapkan terima kasih atas komentar yang telah disampaikan melalui dialog ini. Semoga bisa menjadi masukan berharga buat kita semua.