Dalam momentum program seratus hari yang jatuh pada akhir Januari nanti, Presiden SBY akan melakukan evaluasi kerja menteri-menterinya. Dari sinilah, isu akan terjadinya reshuffle kabinet mulai menjadi diskusi serius di kalangan petinggi negeri ini.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, misalnya. Fraksi ini menyatakan bahwa bisa saja SBY melakukan evaluasi dan bahkan reshuffle kabinet karena hal itu merupakan hak prerogatifnya.
"Itu semua hak presiden, beliau yang angkat dan beliau yang memecat. Jadi, tidak aneh kalau ada evaluasi atau bahkan pergantian menteri kabinet, itu hak prerogatif presiden," kata Ketua FPPP Hasrul Azwar.
Menurut salah satu ketua DPP PPP itu, semua pihak tidak bisa melakukan intervensi atas kewenangan presiden soal reshuffle. Tetapi sebagai pemimpin yang peduli, tentu SBY akan sangat memperhatikan masukan dan opini masyarakat yang berkembang.
Hal senada juga disampaikan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Partai yang juga masuk dalam koalisi ini mendukung evaluasi dan reshuffle jika memang diperlukan. "Saya mendukung (evaluasi). Yang tidak produktif dalam 100 hari ini bisa saja (direshuffle)," kata Ketua Fraksi PKB Marwan Djafar di sela-sela pemeriksaan pansus Century di DPR, Senayan, Jakarta.
Marwan menilai dalam program 100 hari, masih ada kebijakan sebagian departemen dan kementerian negara yang belum dirasakan langsung oleh masyarakat. "Yang jelas, departemen yang pemetaan masalah belum ada, apalagi penyelesaiannya. Itu harus dievaluasi," pungkasnya.
Namun, Sekjen PKS, Anis Matta, tidak setuju dengan reshuffle ini. Anis menilai program 100 hari pemerintahan SBY tidak bisa dijadikan ukuran untuk melakukan reshuffle kabinet. PKS menilai reshuffle hanya akan menimbulkan ketidakpastian baru.
"Dalam 100 hari tidak cukup sampai tingkat reshuffle meskipun beberapa departemen melakukan kesalahan fatal. Reshuffle menimbulkan ketidakpastian. Kan baru 100 hari, biarkan bekerja optimal dulu," kata Anis kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/1/2010).
Menurut politisi PKS ini, kelemahan dan kekurangan kinerja kabinet dalam program 100 hari ini bisa diatasi dengan evaluasi menyeluruh. Hasil evaluasi harus dijadikan sebagai pijakan penilaian dalam realisasi program di tahun-tahun setelahnya.
Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Dr Gaffar Karim menyatakan bahwa reshuffle bukan hal yang tabu. Gaffar menilai reshuffle bisa saja dilakukan kepada menteri yang kinerjanya di bawah standar. Sebab keputusan reshuffle merupakah hak prerogatif presiden dan bukanlah hal yang tabu dilakukan.
"Reshuffle memang bukan hal yang asing dan tabu jika presiden mau melakukan. Apalagi terhadap menteri yang tidak sanggup melaksanakan program 100 hari pemerintahan," ucap Gaffar Karim (detikcom, Senin/11/1/2010).
Menurut doktor lulusan Australia ini, meski SBY memiliki hak melakukan reshuffle terhadap menteri yang tidak becus, pelaksanaannya memang tidak mudah. SBY harus mempertimbangkan implikasi politik jika pengganti yang direshuffle ternyata tidak cukup lebih baik.
"Tapi memang tidak mudah melakukan itu, karena harus mempertimbangkan banyak hal. Apakah penggantian orang itu sudah matang atas evaluasi yang komprehensif atau karena tekanan politik," paparnya.
Saat ditanya kementerian apa saja yang seharusnya mendapat perhatian serius SBY untuk dievaluasi atau bahkan direshuffle, Gaffar mengaku tidak tahu. Sebab, sampai saat ini memang dia tidak menemukan menteri yang benar-benar menonjol dan menteri yang bermasalah.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Adnan Buyung Nasution, mengingatkan agar Presiden tidak ragu melakukan reshuffle. "Reshuffle mutlak harus dilakukan", ujar Buyung. Menurut Buyung partai yang bergabung dengan koalisi banyak yang bermuka dua. Hal itu tercermin dalam kerja Pansus Hak Angket Bank Century. "Terindikasi kuat partai-partai menginjakkan kaki di dua tempat. Di satu sisi ingin tetap di pemerintahan, di sisi lain menyerang pemerintah lwat pansus. Kalau seperti ini terus SBY bisa lemah", ujar
Jika SBY tidak ingin dianggap gagal, lanjutnya, harus segera bertindak dengan reshuffle kabinet. "Segera selidiki siapa musuh dalam selimut, siapa yang benar-benar setia", tambah Buyung. Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menambahkan, "Para anggota parpol koalisi d pansus mulai menyerang pemerintah. Akibatnya, pansus pun menjadi problem bagi SBY, karena mengancam keselamatan pemerintah", kata Ray.
Sebenarnya, isu reshufle itu tidak lain sebagai alat menekan mitra koalisi. Apalagi sekarang pemerintahan SBY sedang menghadapi Hak Angket Bank Century, yang dapat mengancam kekuasaannya, bila nanti keputusan DPR menyengat orang-orang dekat SBY, tentu ini sebagai pertanda yang tidak baik kekuasaannya.
Tinggal partai memihak SBY yang telah memberi kursi di kebinet, atau sebaliknya memihak kebenaran, yang berdasarkan hati nurani dan membela kepentingan rakyat?
**
Redaksi mengucapkan terima kasih atas komentar pembaca pada edisi sebelumnya. Semoga bermanfaat sebagai masukan berharga untuk kita semua.