Dialog

Pasca reformasi, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan besar di Indonesia mengalami demoralisasi. Peran kedua ormas Islam itu di bidang sosial keagamaan berkurang, karena tersita pada masalah politik.

Fenomena koalisi partai-partai lintas ideologi dalam pilkada dan pemilu menunjukkan hal baru dalam perpolitikan Indonesia. Sejak tahun 2004, masing-masing partai lintas ideologi ini saling merapat demi meraih kekuasaan.

Rencana kunjungan Obama ke Indonesia menyedot perhatian umat Islam. Reaksi pro kontra pun bermunculan. Seperti apakah sebaiknya umat Islam bersikap terhadap kunjungan presiden Amerika ini?

Masih adakah pejabat yang bersih dan jujur, tidak tersentuh dengan aroma korupsi dan suap di negeri ini? Atau memang negeri ini seperti yang dikatakan oleh Adi Massardi sebagai negeri para bedebah?

Sinyal akan dicopotnya menteri-menteri asal partai koalisi seperti PKS dan PPP kian kuat. Walau demikian, belum satu pun dari partai-partai Islam tersebut yang menyatakan siap menjadi oposisi. Ada apa dengan mereka?

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi, Zaenal Arifin Mochtar, mengatakan banyaknya intelektual atau aktivis menjadi politisi bukan hal tabu. Namun, ketika politik itu buruk, partai politik awut-awutan, masuk ke wilayah kekuasaan adalah tindakan bunuh diri.

Momentum keputusan akhir Pansus Century memunculkan pertanyaan publik. Masih adakah nurani para wakil umat di DPR? Untuk siapa sebenarnya mereka berjuang?

Ancaman kubu SBY soal penggantian menteri kian serius. Bagaimana mestinya partai koalisi terutama partai-partai Islam menyikapi hal ini: antara idealisme Pansus dan jabatan menteri.

Hasil survey MUI pada Januari 2010 menunjukkan bahwa dari 30 ribu sampel makanan dan minuman, hanya 30 persen saja yang berlabel halal. Bagaimana menyikapi hal ini?

RUU tentang Pernikahan yang diajukan Kementerian Agama RI memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Patutkah pelaku nikah siri dan poligami dikriminalisasi?