Mungkin hanya nasib yang membedakan diantara kita sebagai sesama muslim. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Tetapi nasib itu bukanlah sebuah takdir. Hidup miskin bukanlah takdir. Hidup miskin bukanlah pilihan. Hidup miskin karena berbagai faktor yang melingkupinya. Termasuk adanya kondisi yang sifatnya struktural dari negara. Tidak ada kemiskinan yang bersifat permanen. Semuanya dapat berubah.
Dapatkah saudara kita yang hidup di kolong jembatan, saatnya nanti memiliki kehidupan yang wajar? Dapatkah saudara kita yang hidup di emper-emper toko dan di stasiun-stasiun kereta itu, nantinya berubah? Dapatkah saudara kita yang menjadi gelandangan dan pengemis (Gepeng), saatnya nanti memiliki kehidupan yang layak? Dapatkah mereka yang menjadi pemulung nantinya berubah?
Tentu mereka semuanya adalah saudara sesama muslim, yang layak dan berhak mendapatkan perhatian. Tidak terus dibiarkan mereka menanggung nasib dan beban hidup yang sangat menyedihkan. Tanpa masa depan. Tidak dibiarkan mereka menjadi kaum yang marginal. Kaum miskin yang selama ini, tak mendapatkan perhatian dengan sungguh-sungguh dari sesama muslim. Mereka dibiarkan menyusuri kehidupannya dari hari ke hari, tanpa harapan.
Memang, mereka bukan hanya semata-mata mendapatkan perhatian di bulan Ramadhan ini, semata. Tetapi, ada langkah-langkah yang harus diusahakan untuk mengubah nasib mereka, dan kesadaran bersama untuk mengatasi dan mengubah kehidupan, yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Sejatinya, yang mempunyai tanggung jawab terhadap mereka adalah negara. Negaralah yang berkewajiban untuk mengubah nasib mereka. Tetapi, tidak semuanya itu harus menjadi tanggung jawab negara, kaum muslimin, yang ada, harus mempunyai tanggung jawab terhadap mereka.
Dalam sebuah kondisi masyarakat yang sangat penuh dengan berbagai problem, termasuk problem sosial, seperti kemiskinan yang sangat akut, yang terjadi di Indonesia, dibutuhkan partisipasi setiap unsur dalam masyarakat untuk ikut bertanggung jawab menyelesaikannya. Tidak membiarkan setiap masalah itu, semata-mata diserahkan kepada negara. Kaum muslimin yang memiliki tanggung jawab dan harus mengambil inisiatif mengatasi kondisi-kondisi yang ada.
Al-Qur’an sebagai wahyu yang merupakan qonun dan dustur, yang menjadi dasar kehidupan kaum muslimin, memberikan perhatian yang begitu sangat jelas, di berbagai surah Al-Qur’an untuk memperhatikan nasib orang-orang miskin.
Di dalam surah Al-Ma’un, Allah Ta’ala memberikan sebuah gambaran yang sangat jelas, khususnya kepada kaum muslimin, agar memperhatikan orang-orang yang miskin beserta ancamannya. Diantaranya :
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat ria, dan enggan memberikan bantuan”. (QS. Al-Ma’un : 1-7).
Betapa perintah agama memberikan kewajiban untuk memperhatikan kaum miskin, yang didalam surah Al-Ma’un itu, dikatakan bahwa orang-orang yang melalaikan terhadap anak yatim, dan tidak memberikan makan kepada fakir miskin sebagai pendusta agama. Celaan Allah Ta’ala begitu keras kepada mereka yang melalaikan terhadap saudara yang miskin dan papa.
Bahkan dibagian lainnya, Allah Ta’ala juga dengan nada yang sangat keras, mencela bagi mereka yang hanya menumpuk-numpuk harta, dan menyebabkan mereka lalai dengan Rabbnya.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masu ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak. Sekiranya kamu mengetahui pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah) di dunia itu”. ( QS. At-Takasur : 1-8).
Orang-orang yang pekerjaannya di dunia hanyalah menumpuk-numpuk harta, dan menyebabkan mereka lalai terhadap Rabbnya, dan sombong, serta tidak mempedulikan nasib saudara-saudaranya yang miskin itu, maka mereka hanyalah akan mendapatkan neraka Jahim, dan mereka akan menyaksikannya kelak di akhirat.
Marilah di bulan Ramadhan ini menjadi sebuah momentum, memperbaiki kondisi kaum muslimin, dan mengubah nasib mereka yang dalam kondisi sangat dhu’afa, agar mereka dapat berubah kehidupannya dari waktu-waktu. Tidak lagi terus menerus menjalani kehidupan yang serba pahit. Wallahu’alam.
+++
Dengan ini rubrik dialog sebelum kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas pertisipasinya.