Mengaputansi Kewenangan KPK?

Gejala mengaputansi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya tak kunjung selesai. Berbagai upaya untuk menghilangkan kewenangan lembaga yang paling ditakuti koruptor itu terus saja dilakukan dengan berbagai cara.

Kini bertambah prihatin, karena di tengah dahsyatnya perhatian publik kepda perkara Bibit-Chandra dan kasus Bank Century, pemerintah melelui Departemen Komunikasi dan Informatika, justru mengambil prakarsa untuk melucuti kewenangan KPK.

Kewenangan KPK yang hendak dilucuti itu adalah kewenangan menyadap. Menkominfo Tifaul Sembiring sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah untuk mengatur mengenai penyadapan itu, dengan cara membuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan itu menjadi bagian dari UJU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik.

Niat pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang penyadapan sepertinya didorong oleh dibukanya rekaman percapakan Anggodo Widjojo dengan sejumlah pejabat tinggi kepolisian dan Kejaksaan Agung di sidang Mahkamah Konstitusi. Rekaman itu gtelah membuka aib dan menjadi virus yang menyebarkan ketidakpercayaan rakyat terhadap penegak hukum, dan pemerintah pada umumnya.

Para pejabat pemerintah termasuk anggota DPR gerah mendengar rekaman percakapan yang diputar di MK dan di sidang pengadilan. Apalagi banyak pejabat dan anggota DPR tertangkap tangan sedang bertransaksi, karena dan pembicaraan mereka disadap KPK.

Penyadapan yang dilakukan KPK itu tentu menakutkan para koruptor. Banyak perkara korupsi bisa terungkap justru karena pembicaraan dan rencana busuk mereka disadap KPK. Di masa lalu, penyadapan yang dilakukan KPK sah-sah saja, bahkan mendapatkan pujian rakyat. Tetapi kini mulai digugat dan dipersoalkan, bahkan pemerintah berkehendak mengebirinya.

Semestinya tidak ada lembaga lain yang boleh memiliki kewenangan menyadap selain KPK. Kewenangan penyadapan itu pun sudah diatur dan memiliki landasan hukum yaitu diatur Pasal 12 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mengapa hanya KPK yang diberi kewenangan? Karena negeri ini sedang menghadapi ancaman besar, para koruptor, sehingga perlu memberikan kewenangan yang lebih besa kepada KPK. Namun, justru sekarang ini ada usaha-usaha untuk mengamandemen pasal itu. Meniadkan pasal itu sama saja dengan membiarkan koruptor merajalela atau memelihara sikap amoral para pejabat. Dengan membuka hasil rekaman, rakyat mengetahui bobroknya moral para pejabat dan pemangku jabatan di negeri ini.

Memang, bangsa ini bangsa yang aneh, di saat KPK membuka hasil sadapan mengenai bobroknya moralitas pejabat, justru KPK yang dihujat. Dan, muncul argumentasi penyadapan itu sebagai pelanggaran hak asasi.Kewenangan KPK pun diusik. Bukan justru para pejabat memperbaiki moralitasnya. Agar tercipta adanya ‘good governance’.

Justru yang menjadi pertanyaan besar, mengapa ada usaha untuk menghapus kewenangan KPK, perihal penyadapan sesudah percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah publik di sidang Mahkamah Konstitusi?

+++

Kami mengharapkan pandangan, pendapat, dan pemikiran para pengunjung eramuslim, dan kami menyampaikan terima kasih atas partisipasinya. Dengan ini rubrik dialog sebelumna kami tutup.