Mengapa Tak Tersentuh Siapapun?

Betapa kecutnya hati kita melihat masa depan Indonesia, ketika menyaksikan percakapan Anggodo Widjojo, yang dibuka dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, beberapa waktu lalu. Di mana menggambarkan, betapa Anggodo Widjojo dengan sangat mudah mengatur sejumlah pejabat publik, khsususnya dibidang hukum. Sampai di dalam percakapan itu, Anggodo juga menyebut-nyebut nama orang  yang paling penting di negeri ini, yaitu Presiden SBY.

Betapapun begitu ‘tokoh’ yang sudah menyebabkan ‘gempa politik’, sampai hari ini, masih tetap bebas, dan tidak tersentuh oleh siapapun. Betapa kuatnya Anggodo ini? Mengapa tokoh ini bisa begitu kuat, dan tak tersentuh? Seakan dia memiliki kekebalan. Dan, hal itu dibuktikan, tak lama sesudah percakapan Anggodo itu dibuka, justru Polri menggelar konferensi pers, yang menegaskan tidak dapat menangkap dan menahan Anggodo, karena tidak memiliki dasar yang kuat untuk menahannya. Hal itu, seperti disampaikan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Sukarna.

Presiden SBY, yang sebelumnya ‘marah’, karena merasa namanya dicatut, dan meminta agar ditindak tegas, siapa saja yang terlibat dalam kasus itu, tapi nyatanya tidak juga ada tindakan apapun, terhadap Anggodo. Sampai sekarang Presiden SBY, yang namanya sudah disebut-sebut oleh tokoh, yang sudah berhasil ‘menekuk’ para pejabat publik ini, masih tetap menikmati udara bebas. Sungguh sangat luar biasa tokoh ini, benar-benar seorang tokoh yang ‘tak tersentuh’ oleh kekuatan dan kekuasaan hukum yang ada di Indonesia.

Selama ini banyak kalangan yang sudah berbicara tentang ‘Mafia’ peradilan, tapi tidak dapat membuktikan dengan jelas. Tapi, ketika dibuka rekaman di sidang Mahkamah Konstitusi itu, semuanya menjadi sangat gamblang dan benderang bahwa begitu mengguritanya jaringan ‘Mafia’ itu, sehingga membuat semua yang masih memiliki harapan terciptanya keadilan hukum di Indonesia sangat skeptis.

Sementara itu, dua orang wakil ketua KPK non aktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, sempat masuk ke dalam tahanan Brimob di Kelapa Dua. Dan, sekarang usaha-usaha membawa kasus dua orang wakil ketua KPK non aktif ini, masih tetap berlangsung, meskipun tidak cukup bukti yang dapat menjadi dasar untuk membawanya ke kepengadilan. Hal itu, seperti disampaikan oleh Ketua Tim Delapan,  Adnan Buyung Nasution, yang akan menyampaikan rekomendasinya yang bersifat final kepada Presiden SBY, hari ini.

Tentu, yang sangat menggugah dan menyedihkan, sekaligus menyuramkan masa depan bangsa Indonesia, kasus seperti Anggodo ini sudah berulang kali. Dan, mereka dengan sangat mudah ‘selamat’, dan kemudian ‘menetap’ di luar negeri menikmati hasil jarahannya. Sepeti Edy Tanzil, yang membawa kabur Rp 1.3 triliun, lalu Syamsul Nursalim, yang membawa uang puluhan triliun dari dana BLBI, dan sekarang menetap di Singapura, dan banyak lainnya.

Kasus paling akbar yang menyebabkan Indonesia ‘miskin’, ketika pemerintah mengeluarkan dana talangan di tahun 1998, sebesar Rp 650 triliun, dan semuanya berbau kriminal. Tapi, tak ada satupun mereka yang sudah melakukan kejahatan itu, tersentuh oleh hukum. Bankan, pernah muncul di DPR adanya hak angket BLBI, tapi akhirnya kandas di tengah jalan. Karena, partai-partai politik yang ada di DPR, sebagian besar menolak hak angket. Sehingga, mereka yang menikmati korupsi BLBI itu menjadi bebas, dan bisa terus hidup dengan merdeka.

Sekarang berlangsung pula hak angket yang digelar DPR untuk menyelidiki kasus Bank Century, yang digelar DPR. Pemerintah telah mengeluarkan dana talangan kepada Bank Century Rp 6.7 triliun. Langkah DPR itu akankah sampai membuka kasus Bank Century, atau hanya sekadar angin ‘sejuk’ yang dihembuskan Senayan, di tengah-tengah semakin skeptisnya rakyat melihat kecenderungan melemahnya, kekuatan-kekuatan politik, akibat pengaruh para ‘Mafia’ ini.

Mengapa tokoh Anggodo-Anggodo itu selalu selamat dan tidak tersentuh oleh hukum, dan bahkan kesannya dapat menguasai ekskutif, legislatif, dan yudikatif? Dan, betapa rapuhnya moral, khususnya para pejabat di Indonesia, dan hanya dengan imbalan ‘uang’ yang tidak seberapa telah menyebabkan hancurnya seluruh tatanan kehidupan ini. Sekaligus menghancurkan harapan masa depan rakyat.

+++

Kami mengharapkan tanggapan, pemikiran, serta solusi dari para pembaca, dan menyampaikan terima kasih atas partisipasinya. Dengan ini rubrik dialog sebelulmnya kami tutup.