Masih Peracayakah Ada Tindakan Hukum Bagi Mereka?

Sesudah Komisaris Jendral Polisi Susno Duadji mengangkat mafia hukum yang melibatkan para penegak hukum, dan sejumlah tersangka sudah di tahan seperti Gayus Tambunan, Bahasyim Assifie, dan Sjahrir Johan, tapi sampai sekarang belum ada tindakan hukum terhadap mereka. Kasus ini hanya ramai di media, miskin tindakan. Mereka yang sekarang ditahan masih dalam status tersangka dan ditahan.

Seharusnya pemerintah mendorong penegakkan hukum dan penuntasan kasus yang sudah mencuat ke permukaan. Belum selesai kasus Gayus Tambunan, muncul kasus Bahasyim Assifie, dan Sjahrir Johan. Selain itu, ada pula temuan dari Pusat Pelaporan menyangkut rekening sejumlah bekas menteri, dan pejabat eselon I yang mencurigakan.

Begitu mendalamnya kasus korupsi di negeri ini. Sebaliknya sangat lambatnya penuntasan kasus korupsi yang sudah terb uka secara umum.

Menurut Kepala PPATK, Yunus Husien mengatakan, menemukan 1.100 rekening mencurigakan milik sejumlah pejabat dan bekas pejabat tinggi. Lebih jauh Yunus menyatakan, pejabat itu diantaranya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pejabat eselon I pemerintah. “Ada juga transaksi mencurigakan milik sejumlah bekas menteri”, ucapnya. (Koran Tempo,13/4).

“Ada 25 rekening – 15 diantaranya dimiliki oknom Direktorat Bea dan Cukai –sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan”, tambah Yunus. “Kami ini hanya gelandang tugasnya mengumpan. Yang bikin gol ini yang nggak jalan-jalan”, ungkapnya.

Dampak dari kasus Gayus, misalnya sejumlah jendral polisi memang diseret. Penyidik dan jaksa diusut, hakim yang menangani kasus inipun dicurigai. Namun sejauh ini baru polisi yang diduga mempermainkan kasus Gayus yang akan diseret ke pengadilan. Adapun pejabat kepolisian dan jaksa hanya diberi sanksi sebagai pegawai negeri sipil. Begitu pula kolega Gayus Tambunan di Direktorat Jendral Pajak . Mereka hanya dijatuhi sanski administrasi dan belum diproses secara hukum.

Kondisi seperti itulah yang membuat publik tidak yakin akan keseriusan pemerintah memperbaiki kebobrokan dikalangan pejabat dan penegak hukum. Enggan membawa kasus mereka ke meja hijau dengan alasan demi menjaga cintra instansinya bukanlah sikap yang pantas. Cara seperti ini seperti menyembunyikan kotoran di balik karpet.

Memang diakui ada hakim dan KPK berada pada posisi diluar kendali dan jangkauan pemerintah. Kedua lembaga penegak hukum ini seharusnya memungkinkan hukum itu berjalan, seperti yang diharapkan oleh rakyat, yaitu adanya keadilan. Sementara itu, kepolisian dan kejaksaan berada dibawah kendali langsung pemerintah.

Presiden SBY sudah berkali-kali menyatakan ingin memberantas korupsi yang sekarang ini sudah menggurita dan sistemik. Semua kehidupan yang ada ini, sulit akan dapat berjalan dengan benar, selama tidak ada penegakkan hukum, khususnya terkait dengan pemberantasan korupsi. Presiden SBY sudan membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Tapi, sejauh ini belum ada langkah-langkah yang menggembirakan. Termasuk kasus bail out Bank Century, yang sudah diputuskan oleh Pansus DPR.

Munculnya kasus mafia peradilan membuat masyarakat skeptis terhasap aparat hukum, siapa lagi yang bisa memberikan perlindngan?Kesangsian ini tetap muncul meski sudah ada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Presiden Desember 2009.

Terhadap budaya korupsi yang sudah merambah ke dunia peradilan ini, muncul gagasan, yakni penghapusan satu generasi yang sekarang duduk di birokrasi. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, menyetujui penghapusan satu generasi, karena sudah berapa ganti pemerintahan, tak pernah berhasil memberantas korupsi di Indonesia. “Ini terkesan revolusioner”, ucap Mahfud. (Kompas 26/4)

+++

Dengan ini kami menyampaikan terima kasih atas perhatian dan partisipasinya. Kami mengharapkan pendapat dan pandangan serta sikapnya.