Bulan Juni dan Juli adalah bulan yang sangat memusingkan buat orang tua murid. Pasalnya, mereka akan berhadapan dengan biaya pendidikan di sekolah baru yang kian hari sangat sulit terjangkau untuk rakyat kebanyakan di negeri ini.
Hampir di semua jenjang pendidikan, kecuali sekolah negeri SD dan SMP yang sudah digratiskan di beberapa daerah, biaya pendidikan sudah bermain di kisaran jutaan hingga ratusan juta rupiah.
Untuk masuk SMU Negeri di Jakarta misalnya, orang tua murid sedikitnya harus menyiapkan uang di atas 7 juta rupiah. Itu belum termasuk uang bulanan yang harus mereka keluarkan yang besarnya antara 300 ribu hingga 400 ribu rupiah per bulan.
Begitu pun dengan SMK Negeri di Jakarta. Sebelum calon murid resmi masuk sekolah, pihak sekolah memanggil orang tua murid untuk dimintai kesanggupannya dalam soal biaya. Pihak sekolah akan memaparkan besaran biaya yang dibutuhkan untuk operasional sekolah. Jika setuju, orang tua bisa terus, dan jika ragu, orang tua bisa mencari sekolah lain.
Soal biaya selangit juga tanpa kecuali untuk sekolah-sekolah Islam unggulan seperti SD Islam terpadu hingga SMU terpadu. Besaran biaya masuk bisa mencapai belasan juta rupiah dan biaya bulanan yang bisa mencapai 1,5 juta rupiah.
Besaran biaya sekolah kian tak terjangkau jika memasuki level perguruan tinggi negeri. Soalnya, biaya masuk ke perguruan tinggi negeri bisa mencapai di atas 100 juta rupiah. Dan biaya per semester yang bisa mencapai 70 juta rupiah.
Bandingkan dengan biaya kuliah di National University of Singapore yang biayanya berkisar 9.540 dollar-27.350 dollar Singapura atau di Universitas Kebangsaan Malaysia yang memasang biaya 1.167 ringgit hingga 1.500 ringgit Malaysia atau senilai 3,5 juta hingga 4,5 juta rupiah.
Pertanyaan mendasar, kewajiban siapakah sebenarnya pendidikan untuk anak negeri ini? Hanya orang tua dan masyarakatkah, atau juga negara? Lalu, seperti apa wajah negeri ini kedepan jika generasi mudanya tidak punya pendidikan yang memadai?