Desember hari yang terus membuat aqidah umat Islam meleleh. Seperti es yang meleleh terkena udara panas. Perlahan aqidah umat terkikis. Aqidah menjadi hilang dari dada umat. Tidak ada lagi furqon (pembeda), antara mukmin dan musyrik. Ini berlangsung setiap tahun. Akankah agama Islam tetap bertahan di Indonesia?
Secara massif sejak menjelang Desember media telivisi mengguyur dengan acara yang berkaitan Natal. Acara telivisi bukan hanya menyajikan cerita tentang Natal, tetapi juga simbol-simbol Natal. Seperti pohon Natal, Sinterklas, dan berbagai acara lainnya, yang mencerminkan ritual agama Nasrani (Kristen). Belum lagi iklan di telivisi dan surat kabar serta majalah, yang hampir semuanya dipenuhi dengan iklan tentang Natal. Belum lagi radio-radio yang tak henti-hentinya memutar lagu-lagu Natal.
Pemirsa telivisi mayoritas umat Islam. Pembaca surat kabar dan majalah mayoritas umat Islam. Pendengar radio mayoritas umat Islam. Mereka perlahan-lahan aqidahnya luruh. Mereka menjadi tasamuh (toleran) dengan agama kaum Nasrani. Tidak sedikit pula orang Islam yang mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang Nasrani. Sehingga, tidak ada lagi ‘hijab’ (pembatas) antara orang mukmin dan musyrik secara aqidah.
Mall-mall, plaza, toko, hotel-hotel, dan tempat-tempat keramaian lainnya, semuanya berhias dengan pohon Natal. Acara-acara yang diselenggarakan berkaitan dengan Natal. Sangat luar biasa. Suasana di Indondesia sudah mirip seperti negeri Nasrani. Para pelayan toko menggunakan pakaian sinterklas. Banyak gadis berkerudung yang mengunakan topi sinterklas.
Desember, bulan yang mejadi bulan pelanjangan aqidah umat Islam. Aqidah umat dilucuti dengan berbagai sarana yang ada, semuanya akhirnya umat kehilangan kepercayaan dan keyakinan terhadap agama Islam.
Mall-mall, plaza, toko, hotel-hotel, dan tempat-tempat keramaian lainnya, mayoritas pengunjungnya, tak lain umat Islam. Mereka tak lagi merasa terganggu dengan simbol-simbol agama Nasrani. Mereka seperti sudah menjadi biasa dan berkompromi serta menerimanya. Ini merupakan awal luruhnya aqidah umat. Awalnya mereka toleran. Karena berlangsung setiap tahun, akhirnya umat Islam menerimanya, dan suatu saat akan menjadi keyakinan mereka.
Usai perayaan Natal di bulan Desember ini, belum pula berakhir acara-acara telivisi, radio, surat kabar, mall-mall, plaza, kantor-kantor, hotel-hotel, dan tempat-tempat hiburan, di seantero Republik ini menyambut datangnya tahun baru Masehi.
Tahun baru Masehi yang tak kalah meriahnya dibandingkan dengan perayaan Natal, pasti akan disambut begitu hangat dan dahsyat, dan akan berlangsung sampai ke pelosok-pelosok. Seperti tahun-tahun sebelulmnya.
Di Jakarta jutaan manusia pergi keluar rumah, ke jalan-jalan, ke tempat hiburan, seperti di Monas, dan Ancol, menyambut datangnya tahun b aru Masehi. Laki perempuan. Mereka melakukan pesta –pora dengan berbagai acara termasuk pesta kembang api. Menyambut pergantian tahun baru Masehi. Semuanya larut dalam suasana menyambut tahun baru. Semuanya yang ikut di dalam gegap-gempita , tak lain um at Islam. Sungguh ini merupakan gambaran yang sangat penuh dengan paradok. Dibandingkan ketika umat ini menyambut d atangnya tahun baru Hijriyah. Sepi.
Indonesia yang sudah dikuasai asing dengan masuknya modal melalui penamanan modal asing, menguasai sumber daya alam, asset BUMN, hotel, toko (ritel), sepeti Carefour, Sogo, Giant, dan tempat-tempat perbelanjaan, semuanya sudah menjadi milik asing. Semuanya menjadi tempat untuk ikut menyebarkan agama Nasrani secara langsung.
Inilah masa terjadinya penjajahan agama yang terjadi di Indonesia. Agama Nasrani dari dulu dibawa penjajah Belanda, Portugis, Inggris, Jerman. Sama seperti sekarang ini.
Penguasaan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki Indonesia oleh asing, akhirnya mempunyai relasi dengan penyebaran agama. ‘Gold, Gospel, dan Glorius’, sekarang sudah menjadi kenyataan.
Usaha para da’i, mubaligh, ulama membentengi aqidah umat, seperti tak kuasa lagi menghadapi arus global yang dibawa para pemiliki modal, yang juga membawa misi agama Nasrani ke bumi Indonesia. Masih para da’i, mubaligh, dan ulama,sanggup menegakkan agama Allah di Indoenesia, menghadapi aqidah agama Nasrani ini?
“Katakanlah, “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak (pernah) pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS : al-Fafirun : 1-6)
+++
Dengan rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas perhatian para pembaca yang telah ikut berpartisipasi dalam rubrik ini.