Setelah Nahdhatul Ummah yang Ahad kemarin sukses merampungkan muktamarnya yang ke-32, awal Juli nanti giliran Muhammadiyah melangsungkan muktamarnya ke-46 di Yogyakarta. Kekhawatiran dari publik pun muncul dari setiap muktamar ormas Islam, mampukah ormas Islam melawan intervensi pemerintah?
Menjadi sebuah kelaziman bahwa setiap rezim yang berkuasa membutuhkan dukungan yang kuat dari seluruh komponen masyarakat. Indonesia yang mayoritas muslim memposisikan ormas dan partai Islam sebagai simpul-simpul yang selalu menjadi incaran pengaruh kekuasaan. Karena di simpul-simpul itulah, dukungan bisa diraih secara efektif.
Karena itulah, kecenderungan intervensi pemerintah dalam setiap penyelenggaraan muktamar ormas Islam menjadi kekhawatiran tersendiri di tubuh ormas tersebut, dan tentunya umat Islam secara keseluruhan. Intervensi yang dimaksud adalah campur tangan pemerintah dalam agenda puncak muktamar: pemilihan nakhoda ormas.
Sejatinya, ormas Islam menjadi wadah optimalisasi pemberdayaan umat. Mulai dari sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan, hukum, dan sosial politik. Dalam hal yang terakhir, ormas menjadi kekuatan efektif sebagai pelurus kebijakan-kebijakan pemerintah yang mulai melenceng dari aspirasi dan kepentingan umat Islam.
Dalam hal sosial politik itu pula bisa dirasakan ketika ormas yang bersangkutan sudah diintervensi pemerintah. Ormas tidak lagi penuh mengawal dan melindungi kepentingan umat terhadap penguasa, justru menjadi corong dan alat stempel kebijakan-kebijakan pemerintah.
Mampukah sebenarnya ormas Islam lepas dari intrik-intrik yang dilakukan pihak penguasa? Bagaimanakah mestinya ormas Islam dalam membangun kemandirian agenda-agenda besarnya seperti muktamar?
Redaksi mengundang partisipasi pembaca untuk memberikan masukan. Semoga komentar dan saran pembaca bisa bermanfaat untuk kita semua.