Haruskah Peran KPK Berakhir?

Salah satu dari visi reformasi adalah penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN), dan menjadi agenda perjuangan rakyat Indonesia, ketika mengakhiri rejim despotis yang otoritarian Soeharto. Karena salah satu faktor yang menyebabkan kebangkrutan negara adalah berlangsungnya kehidupan KKN diseluruh lini kekuasaan yang sifatnya sudah sistemik.

Kemudian, berikutnya rejim reformasi melahirkan Tap MPR No.VIII/MPR/2001, tentang pemberantasan KKN, yang dilanjutkan dengan lahirnya UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang dikenal dengan KPK. Lembaga baru  yang dinilai sebagai ‘super body’ ini memiliki kewenangan yang luas dalam upaya melakukan penyadapan, penyidikan, dan penuntuntan. Komisi yang baru lahir ini dipimpin oleh Taufiq Ruki selama lima tahun, dan banyak melakukan langkah-langkah dan usaha pemberantasan korupsi. Meski, pelaku korupsi (koruptor) di Indonesia itu, ibaratnya hilang ‘satu’ akan tumbuh ‘seribu’, tak pernah habis-habis mereka yang terlibat dalam kejahatan korupsi.

Sekarang seakan lembaga KPK ini menghadapi skenario hari-hari akhir bagi kehidupannya. Ketuanya Antasari Azhar ditahan, karena disangka terlibat dalam kasus pembunuhan Nazaruddin. Dilanjutkan dengan testemoni Antasari yang menyebabkan dua orang pimpinan KPK Bibit Samat Rianto dan Chandra Hamzah diperiksa Mabes Polri,yang statusnya sampai sekarang belum jelas. Tapi, peristiwa berikutnya Presiden SBY telah mengeluarkan sebuah keputusan pengganti undang-undang (Perppu), yang dinilai sisa pimpinan KPK yang hanya tinggal dua orang itu tidak efektif untuk menjalankan fungsi dan tugasnya.

Sebelum berangkat ke AS untuk menghadhiri Sidang Group 20 di Pittsburg, Presiden SBY melalui Menko Polhukam Laksamana Widodo AS, menunjuk lima orang yang akan mencari pengganti pimpinan KPK. Mereka yang ditunjuk adalah Laksamana Widodo AS, Andi Mattalata, Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, dan mantan Ketua KPK Taufiq Ruqi.

Rapat Tim 5 ini belum langsung menunjuk orang-orang yang akan memimpin KPK. Tapi, rapat Tim 5 itu, baru menentukan kriteria orang-orang yang akan memimpin KPK. Dari rapat pertama itu, ada empat belas kriteria, diantaranya bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap,jujur,memiliki integritas moral yang tinggi, dan memilikin reputasi yang baik, kompeten dan langsung dapat bekerja, dan tidak memiliki hambatan psychologis dengan pimpinan KPK, serta dipercaya dan diterima oleh publik. Inilah kriteria yang sudah diumumkan kepada publik oleh Laksamana Widodo AS, sebelum Presiden SB Y bertolak ke AS.

Memang sejak lahirnya perppu yang dikeluarkan oleh Presiden SBY telah muncul berbagai spekulasi yang mengkawatirkan eksistensi lembaga KPK ini. Apalagi, pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Tipikor, yang semakin nampak DPR ingin mengebiri KPK dengan menghapus sejumlah kewenangan KPK, seperti penyadapan, dan penuntutan. Maka dengan menghapus sejumlah kewenangan KPK di dalam RUU Tipikor itu akan menyebabkan KPK menjadi lembaga yang ‘ompong’. Fraksi-fraksi di DPR seperti Golkar, PDI, PAN, dan PPP menginginkan dihapuskan wewenang penuntutan KPK. Dua fraksi yang masih belum merubah sikap yaitu PKB dan PKS.

Sementara itu Partai Demokrat dan Bintang Reformasi minta diadakan lobbi. Di tempat terpisah Anggota Pansus Tipikor dari PDI Wila Chandrawila menyatakan, Jaksa Agung Hendarman Supanji telah menjelaskan bahwa hanya satu penuntut yaitu jaksa, tegasnya.

Dengan demikian, jika kewenangan KPK telah dipangkas dan dipreteli melalui undang-undang dan campur tangan politik, eksistensi KPK ini dapat menjadi tidak efektif dalam menjalankan fungsi dan tugasnya memberantas penyakit yang menyebabkan bangsa ini menjadi bangsa yang terbelakang dan pariah?
Redaksi mengharapkan pandangan,pendapat dan sikap mengenai keadaan yang sekarang dialami oleh KPK ini.
***
Dengan kami menutup rubrik dialog sebelumnya, dan kami menyampaikan terima kasih kepada para pembaca atas partisipasinya. Redaksi.