Dapatkah KUII Menjadi Sarana Konsolidasi?

Tentu banyak yang berharap dan menginginkan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ini menjadi sarana menguatkan tali ukuhuwah, dan konsolidasi ormas-ormas Islam,yang selama ini bercerai-berai, terpecah, dan nafsi-nafsi. Kongres Umat Islam Indonesia ke 5 ini, sepertinya ingin membangun kembali optimisme dan masa depan bagi Islam dan umat.

Kongres ini berakhir hari ini (10), yang sebelumnya dibuka oleh Presiden SBY, dan rencananya akan ditutup oleh Wakil Presiden Boediono. Dilihat kehadiran dua pemimpin Indonesia di acara KUII, menandakan acara ini penting, maka dalam kesempatan itu, Menteri Agama, Suryadama Ali menegakan, “Langkah ini harus terus berjalan untuk menghadapi tantangan yang berbeda-beda”, ucapnya.

Selanjutnya, Menag mengharapkan melalui forum itu, para pimpinan ormas-ormas Islam dapat melakukan dialog secara intensif, memecahkan masalah-masalah umat, dan mencari solusinya. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), H.Tutty Alawiyah, mengharapkan KUII, mampu mengembangkan kepemimpinan kolektif ormas Islam yng kuat. Kepemimpinan yang kuat penting bagi kemuliaan dan kehormatan Islam”, ucap Tutty.

Dibagian lain, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syuhada Bahri, berharap KUII kelak dapat mendorong terwujudnya syariah Islam. Tak hanya dibidang ekonomi, tetapi juga dibidang politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Kongres, menurut Syuhada, mestinya mampu mengeliminir adanya phobia atau ketakutan terhadap syariah Islam. Syariah Islam sama sekali tidak menakutkan. Jika syariah Islam diterapkan dibidang ekonomi efeknya sangat bagus, dan melahirkan ekonomi yang lebih adil, ucapnya.

Lebih lanjut, sistem ekonomi syariah tidak merugikan siapapun, dan memiliki ketahanan saat menghadapi gelombang krisis. Tidak seperti ekonomi Barat, yang sangat rentan terhadap krisis. Di negeri-negeri Muslim yang menerapkan sistem ekonomi syariah, ekonominya relatif stabil, ketika terjadi prahara krisis ekonomi global’, tambahnya.

Tetapi, penerapan syariah Islam tidak dapat sembarangan, dan harus sesuai dengan prosedur agar penerapan syariah benar-benar melahirkan manfaat bukan rasa takut, kata Ketua DII itu.

KUII sudah berlangsung ke 5, dan problem dan persoalan umat, serta perlu diagendakan oleh para pemimpin ormas-ormas Islam.

Problem yang sangat akut, tak lain, lemahnya aqidah, berkembangnya budaya syirik, khurafat, bid’ah, dan cinta dunia. Problem atau penyakit yang ada ini, terus menggerogoti umat, menimbulkan konflik,  dan melemahkannya. Sampai bentuk yang paling berat akibatnya derita umat akibat penyakit itu, kemudian mengalami keterjajahan.

Umat tidak mampu lagi bangkit dan memiliki ghirah, melawan penjajah yang terus menguasai negeri ini, dan menjadikan umat sebagai santapan mereka. Umat setiap hari aqidahnya dirusak dengan berbagai cara dan sarana, dan tidak ada lagi semangat perlawanan terhadap penjajah, dan bahkan banyak diantara mereka yang murtad. Kemudian, kondisi itu  menjadikan umat  tergantung kepada penjajah.

Dapatkah KUII mengeluarkan kondisi umat seperti itu, dan membebaskan umat dari penjajahan, baik penjajahan aqidah, politik, ekonomi dan budaya? Sebaliknya, apakah KUII ini hanya sebuah kegiatan yang sifatnya  seremonial, yang tidak dapat memecahkan problem dan memberikan solusi terhadap umat.

+++

Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup. Kami mengucaptkan terima kasih atas perhatian dan partisipasinya, dan mengharapkan komentar dan opininya.