Media internet akhir-akhir ini sudah mulai menyatu dengan aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Hampir seluruh kalangan dengan berbagai status, profesi, dan usia, mulai akrab dengan yang namanya internet.
Namun, sejalan dengan keakraban itu, internet tidak selamanya menjadi media aman untuk generasi muda. Karena di internet, bukan hanya hal bagus saja yang bisa diambil manfaat, berbagai sampah sosial masyarakat seperti pornografi pun bertebaran di media yang kian mudah diakses masyarakat saat ini.
Kekhawatiran ini sebenarnya bukan hal baru. Sudah banyak kalangan yang khawatir sisi buruk dari internet, terutama soal pornografi. Sebut saja kasus perzinahan artis terkenal yang heboh belakangan ini, sulit untuk dipungkiri, menjadi santapan racun untuk hampir semua kalangan, termasuk anak-anak.
Lalu, tugas siapakah yang mestinya melakukan sensor terhadap sajian internet? Benarkah bahwa sensor di internet tidak semudah melakukan sensor di televisi dan media lain?
Adalah menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring, yang pekan lalu mengeluarkan instruksi untuk melakukan pembersihan konten porno di media internet. Ia berjanji, dalam waktu sebulan, pembersihan dari konten sampah itu bisa berhasil.
Di antara strateginya, Keminfo melalui Dirjen Postelnya sudah mengeluarkan SK dan negatif list (atau daftar konten yang harus diblokir) untuk ditindaklanjuti oleh ISP atau penyedia jasa layanan internet, seperti warnet. Instruksi ini akan bisa diterima oleh jaringan ISP di tiap kecamatan di seluruh Indonesia. Siapa yang tetap membandel, izin akan dicabut, dan bisa kena delik pelanggaran UU ITE dan UU Pornografi.
Beberapa pengelola ISP berharap, bahwa kebijakan ini tidak hanya ditujukan oleh mereka, tapi juga penyedia layanan internet yang lebih tinggi. Yaitu, NAP atau penyedia akses jaringan internet, seperti Indosat, Telkom, dan lain-lain.
Persoalannya, tanpa mengurangi itikad baik Menkominfo, hukum di Indonesia masih belum ditakuti oleh banyak kalangan, termasuk pebisnis di media internet ini. Selain itu, masyarakat Indonesia yang sudah teracuni dengan asyiknya mengakses konten pornografi tentu tidak akan mudah diatur dengan pendekatan setengah-setengah. Apalagi, para produsen konten porno pun sudah terbiasa dengan tampilan dan nama yang bervariasi untuk menyiasati tindakan busuk mereka.
Langkah seperti apakah yang secara sistemik bisa memberantas konten pornografi di media internet. Kalau Cina (dengan menurunkan sekitar 30 ribu tenaga pengawas) dan beberapa negara sekuler lain saja bisa, kenapa negeri yang mayoritas muslim ini belum juga kuat melawan arus pornografi? mnh