Negeri muslim pertama yang dikunjungi Presiden Barack Obama adalah Turki. Ini menandakan Turki yang berpenduduk 77 juta jiwa, 99 persen muslim, anggota Nato, mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan negara muslim pertama yang mengakaui Israel, sesudah negeri Yahudi itu menyatakan merdeka, di tahun 1948, ini menandakan Turki sangatlah penting bagi Amerika Serikat.
Sesudah mengunjungi Turki, Obama mengunjungi Mesir, dan Arab Saudi, bertemu dengan para pemimpin Arab Saudi. Kunjungannya ke Indonesia terus tertunda hingga kini. Obama yang berencana berkunjung ke Indonesia, Juni ini, ternyata dibatalkan lagi. Padahal, sejak ada kabar akan rencana kunjungan Obama ke Indonesia, pemerintah sudah membuat persiapan-persiapan, menghadapi kunjungan Obama, tetapi lagi-lagi dibatalkan.
Di Turki, Obama menyatakan akan memperbaharui hubungan dengan dunia Islam. Meninggalkan citra Amerika Serikat yang buruk, dan menjajah. Pemimpin baru Amerika Serikat itu, juga memberikan ceramah dihadapan para ilmuwan, politisi, dan mahasiswa di kota Istambul. Inilah yang dikatakan sebagai pendekatan baru, yang lebih ‘civilised’ (beradab) digagas dan dinyatakana oleh Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, dan semuanya diucapkan Obama dari Turki.
Tetapi, Turki yang dipimpin Perdana Menteri Tayyib Recep Erdogan, yang berasal dari Partai AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan), mulai mengubah posisi dalam sejarah politik dunia. Sekalipun Turki menjadi bagian dari anggota Nato, sekutu utama Uni Eropa dan Amerika Serikat, kenyataannya Turki tidak sepenuhnya menjadi ‘pengekor’ Barat.
Turki benar-benar memainkan peranannya dalam perkembangan sejarah politik dunia. Fakta-fakta itu sangatlah jelas dan seakan membalikkan asumsi-asumsi yang selama ini sudah menjadi pandangan yang sifatnya stereotipe Turki, yang sekuler dan pro Barat, dan tidak berkontribusi pada perkembangan dunia Islam, dan perlahan-lahan berubah.
Pertama, ketika Amerika Serikat di bawah Presiden George Walker Bush Jr, akan menyerang Iraq, pemerintah Turki, sesudah mendapatkan persetujuan parlemen, menolak secara tegas rencana Amerika Serikat menjadikan Turki sebagai pangkalan militer Amerika Serikat untuk menyerang Iraq. Padahal, posisi Turki adalah anggota Nato. Sehingga Amerika Serikat memindahkan arsernal militer ke Teluk. Dibandingkan dengan negara anggota Nato lainnya, hanyalah Turki yang tidak terlibat langsung dalam perang di Iraq.
Sekarang, yang paling penting peranannya, berkaitan dengan kasus yang sangat peka, menyangkut masalah konflik di Timur Tengah antara Arab-Palestina dengan Israel. Di mana posisi Turki sangat lah jelas, keberpihakannya terhadap rakyat Palestina.
Turki mampu mengubah keseimbangan regional, yang selama ini peranannya dipegang oleh Mesir, tetapi sekarang Turki yang mengambi alih peranan itu. Turki memelopori negara-negara Islam untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah, khususnya terkait dengan konflik Arab-Palestina dengan Israel. Turki melakukan diplomasi timbal-balik antara negara-negara yang terlibat dalam konflik.
Erdogan dengan sangat tegas, saat berlangsung pertemuan Forum Ekonomi Global di Davos, Swiss, mengkritik Presiden Israel, Shimon Peres, yang hadir dalam pertemuan itu. Di depan Shimon Peres dan disaksikan para pemimpin dunia lainnya, Erdogan terang-terangan menyerang tindakan agresi militer Israel ke Gaza, sebagai tindakan kejahatan. Sesudah itu Erdogan meninggalkan pertemuan yang sangat penting, dan kembali ke negaranya. Tidak banyak pemimpin dunia yang berani terang-terang berani mengecam Israel.
Turki menolak latihan militer bersama anggota Nato dengan Israel. Turki yang merupakan negara ke 6 kekuatan ekonominya terbesar di Uni Eropa itu, memanggil pulang duta besarnya sesudah peristiwa penyerangan kapal Mavi Marmara oleh angkatan laut Israel. Dengan tegas Menlu Turki Ahmed Davotuglu untuk tidak melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, sampai negeri Yahudi itu membuat klarifkasi terhadap tindakan kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan Turkilah yang mengajukan resolusi ke DK PBB tentang kasus serangan kapal Mavi Marmara, sekalipun rancangan resolusi itu di veto oleh Amerika Serikat.
Pemerintah Turki sekarang yang dipimpin Tayyb Erdogan dengan sangat tegas, menyatakan bahwa Hamas bukan lah organisasi teroris. Tetapi menurut Erdogan adalah gerakan kemerdekaan yang memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan kemerdekaan.
Di tengah-tengah luruhnya semua pemimpin dunia Islam menghadapi Israel dan Barat, Turki dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Tayyib Recep Erdogan, mampu mengangkat harapan masyarakat dunia Islam, khususnya dalam menghadapi penindasan dan penjajahan Israel di tanah Palestina.
+++
Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas partisipasinya, dan kami mengharapkan pendapat, opini, dan sikapnya.