Ada yang menarik dari hasil survey yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diumumkan pada Januari 2010. Dari 30 ribu sampel makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, hanya 30 persen saja yang mencantumkan label halal. Selebihnya tidak jelas, alias syubhat.
Menurut guru besar bidang teknologi hasil pertanian, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Prof Dr Ir Noor Harini, “Ternyata, hanya 30 persen saja dari produk makanan dan minuman yang berlabel halal, selebihnya tak jelas halal dan haramnya.”
Menurutnya, seharusnya semua produsen mencantumkan label halal untuk menenteramkan konsumen, terutama kaum muslimin. “Tidak hanya produk makanan dan minuman, produk kosmetik juga masih diragukan kehalalannya karena tidak mencantumkan label halal,” ujar pakar pangan yang sukses mengambil tesis kehalalan produk pangan ini.
Noor Harini menambahkan, tidak sedikit bahan makanan yang halal justru menjadi haram karena proses. Dia mencontohkan dalam soal daging, misalnya. Jika dalam prosedur penyembelihannya tidak Islami, makanan dan minuman yang mengandung bahan tersebut bisa menjadi makanan haram.
Hal senada juga disampaikan Ketua LP POM Jatim, Sugianto. Menurutnya, masyarakat memang perlu berhati-hati. Sebab, banyak produk pangan, kosmetik, dan obat-obatan yang mengandung bahan-bahan tidak halal menurut syariat Islam. (republika)
Lalu, bagaimana solusi efektif agar umat Islam yang mayoritas di negeri ini bisa mendapatkan ketenangan dalam soal konsumsi mereka sehari-hari?
Redaksi mengundang pembaca untuk menyampaikan saran dan komentar dalam tema ini. Kami juga berharap, saran dan komentar pembaca pada edisi sebelumnya bisa bermanfaat untuk kita semua.