Usai mengajukan pembangunan Gedung DPR yang baru dengan anggaran biaya senilai Rp 1,8 triliun, sebelumnya DPR juga sudah mendapatkan dana ganti, yang akan digunakan biaya pemondokan, akibat rumah dinas di Kalibat, di renovasi, dan biayanya tidak sedikit. Sebelumnya lagi, pemerintah sudah melipat gandakan tunjangan mereka.
Sekarang DPR melalui Panitia Anggaran, di mana nantinya APBN akan menyediakan dana segar bagi setiap setiap anggota DPR untuk memenuhi aspirasi warga di daerah pemilihan mereka m asing-masing. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai Rp 15 miliar bagi setiap anggota DPR. Dana itu tak hanya dari jumlah, tetapi dari segi ‘nama’.
Seperti dikatakan oleh Ketua Badan Anggaran DPR Harry Aziz Azhar (Golkar), gagasan menyediakan dana aspirasi itu dimaksudkan untuk lebih mengintensifkan pembangunan daerah dan menunjukkna kinerja anggota DPR dalam memenuhi kebutuhan penduduk di daerah pemilihan masing-masing. Usulan itu adalah salah satu usaha anggota DPR untuk melaksanakan sumpahnya memajukan rakyat di daerah pemiihan masing-masing.
Sadar atau tidak ketika mengusulkan dana aspirasi, mereka sedang menggadaikan makna hakiki DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Ketika ikut mengajukan dana aspirasi, DPR tidak hanya akan mengalami penumpulan fungsi pengawasan, tetapi semakin membenarkan tudingan yangt mulai berkembang akhir-akhir ini, sebagian anggota DPR sebenarnya adalah sosok ekskutif yang menggunakan jubah legislatif. Dengan perilaku seperti itu, sudah hampir dapat dipastikan bahwa dalam proses pembahasan APBN, DPR kehilangan daya kritisnya membahas program-program yang diajukan pemerintah.
Tentu yang akan mengalami kerugian rakyat, yang menginginkan keadilan dan pembelaan dari wakil rakyat, yang sudah mereka pilih. Padahal, masalah pendapatan dan pengalokasian APBN adalah sangat vital bagi pembangunan masa depan rakyat. Tetapi, kalau wakil rakyat sudah posisinya sama dengan ekskutif dengan adanya dana aspirasi Rp 15 miliar. Sejatinya rakyat tidak memiliki pembela bagi kehidupan mereka di masa depan.
Mungkin tidak terlalu keliru ada yang mengatakan bahwa dana aspirasi akan digunakan untuk membeli dan mempertahankan dukungan dari rakyat. Apalagi, ketika melihat mayoritas kinerja anggota DPR selama ini, sulit meraih dukungan rakyat dari capaian menjalankan fungsi-fungsi konstitusional yang mereka miliki. Karena itu dukungan rakyat harus dibeli dengan uang, yang disebut dengan dana ‘aspirasi’.
Anggota DPR seharusnya mengoptimalkan fungsi representasi,bukan sebaliknya, dan bukan sebaliknya. Ini sebuah penoma baru,yang semakin memprihatinkan, bagi rakyat yang menginginkan pembelaan. Ditambah dengan adanya Sekrateris Gabungan (Setgab), yang di pimpin Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, di mana didalamnya partai-partai pendukung SBY (Golkar, Demokrat, PAN, PKS, PPP, dan PKB), semakin hilangnya harapan rakyat. Segala hanya akandiselesaikan antara elite partai.
Tentu, kebijakan-kebijakan pemerintah berkaitan dengan APBN, yang semestinay menjadi hak Dewan (DPR), akan berakhir di Setgab, yang dapat memutuskan dan memuluskan segala kebijakan pemerintah, lima tahun kedepan. Gabungan dalam koalisi yang terdiri Partai Golkar, Demkrat, PAN,PKS, PPP, dan PKB, sangat mengokoh pemerintahan SBY-Boediono. Saldi Isra’ (Kompas,7/6)
++++
Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami mengucapkan terima kasih katas partisipasinya, serta kami mengharapkan pandangan, pendapat, serta sikap dari para pembaca eramuslim.