Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga Alloh melimpahkan berkah, petunjuk dan kekuatan untuk ustadz. Amin. Ustadz, di masjid saya ada yang tarawih 8 rakaat dan 23 rakaat. Tapi saya tidak membicarakan perbedaan itu. Hanya yang agak janggal bagi saya adalah mereka yang shalat 8 rakaat itu lalu ikut jamaah tarawih yang 2 rakaat untuk melaksanakan shalat witir yang 3 rakaat dengan susunan mirip sholat Maghrib (dua kali takhiyat). Apakah hal itu dibenarkan?
Karena selama ini kan mereka berargumen semua harus sesuai contoh nabi, apakah hal itu pernah dicontohkan nabi? Saya khawatir apa yang selalu mereka katakan ternyata malah mereka langgar sendiri. Syukron atas jawabannya.
Wassalamuálaikum warahmatullahi wabarakatuh
Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Memang ada banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang teknis pelaksanaan shalat witir. Ada yang sekaligus tiga rakaat dengan hanya satu salam, tanpa tahiyat di rakaat kedua. Ada juga yang tiga rakaat dengan dua salam, yaitu setelah dua rakaat salam dulu, kemudian diteruskan satu rakaat lalu salam.
Namun biasanya yang langsung 3 rakaat dengan satu salam justru menghindari tahiyat awal agar tidak sama dengan shalat Maghrib.
Namun mengapa sampai terjadi beda pendapat seperti ini?
Jawabnya sederhana. Yaitu seandainya ada dalil yang shahih (valid) dan sharih (eksplisit) tentang teknis pelaksanaan shalat witir, pastilah semua ulama sepakat sebagaimana sepakatnya mereka dalam teknis pelaksanaan shalat maghrib.
Masalahnya, ada banyak dalil yang masih diributkan tingkat keshahihannya. Ulama A mengklaim bahwa dalil yang dimilikinya shahih, sementara ulama lain menampiknya dan mengeluarkan kritik bahwa keshahihannya diragukan. Belum lagi muncul beberapa nash dalil yang arahnya berlawanan satu sama lain, sehingga menimbulkan confuse di kalangan para ulama. Sehingga satu sama lain saling berbeda dalam menarik kesimpulan hukumnya.
Dan keadaan ini tidak jadi masalah, karena hal itu sudah terjadi bahkan sejak Nabi SAW masih ada. Kecuali ketika orang-orang awam yang tidak tahu urusan sok ikutan jadi pembela suatu pendapat. Tetapi sambil mencaci maki, mencibir, menghina bahkan memvonis sesat dan ahli bid’ah segala. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun!
Yang Paling Sesuai dengan Nabi?
Klaim bahwa apa yang kita kerjakan itu adalah sunnah nabi, sedangkan tata cara ibadah orang lain yang tidak sama dengan tata cara ibadah kita bukan sunnah nabi, memang agak menggelikan.
Semua pihak saling mengklaim bahwa dirinya paling dekat dengan sunnah nabi. Baik yang jumlah rakaat tarawihnya 8 atau yang 20. Masing-masing punya argumentasi sendiri yang dibelanya mati-matian.
Kadang argumentasi itu masuk akal, tetapi tidak jarang asal bunyi saja. Sama sekali tidak ilmiyah bahkan cenderung hanya mencari pembenaran saja. Dan yang semakin menggelikan lagi, mereka yang berdebat itu sama-sama bukan ulama, sama-sama tidak mengerti bahasa Arab, sama-sama tidak mengerti ilmu hadits dan sama-sama awam dalam masalah istimbath hukum. Artinya, mereka bukan ahli di bidangnya tapi sibuk mempertahankan argumentasi.
Ibarat penonton sepak bola yang jadi suporter, suaranya riuh rendah mengelu-elukan kesebelasan pujaannya. Penampilannya pun habis-habisan sampai wajah, tubuh dan pakaiannya habisdicat berwarna-warni. Lalu terlibat keributan dengan suporter kesebelasan lainnya. Kalau dipikir-pikir, apa sih yang diributkan?
Jadi pemain pun tidak, apalagi jadi pelatih. Tapi ributnya luar biasa. Itulah suporter sepak bola. Jangan sampai kita meributkan masalah khilafiyah dengan gaya suporter sepak bola. Ribut tapi tidak tahu urusan.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.