Assalamu’alaikum Wwb….
Sehubungan dengan rencana kami untuk melakukan Sholat Tasbih ada beberapa hal yang menjadi ganjalan dan perbedaan pendapat antara lain:
- Benarkah shalat Tasbih tersebut tidak ada hadistnya?
- Dan apa manfaatnya jika kita menjalankan shalat Tasbih tersebut? Benarkah shalat Tasbih tersebut dapat menghapus dosa-dosa kita?
- Jika memang shalat Tasbih tersebut boleh dijalankan, apa perbedaannya jika dilakukan malam hari dan siang hari?
- Bolehkah shalat Tasbih tersebut dilakukan berjama’ah?
Demikian terima kasih atas perhatian yang Pak Ustad berikan.
Wabillahitaufiq walhidayah Wassalamu’alaikum Wwb….
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Hukum Shalat Tasbih
Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum sholat tasbih. Sebagian mengangap hukummnya mustahab, sebagian mengatakan kebolehannya dan sebagian lainnya mengatakan tidak disunnahkan sama sekali.
Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan mereka dalam hal kedudukan hadis yang menjadi pensyariatan ibadah sholat tersebut.
1. Hukum Sholat tashbih: Mustahab (Sunnah).
Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha dari kalangan mazhab As-Syafi’iyyah.Yang menjadi landasan adalah sabda Rasulullah SAW kepada paman beliau Abbas bin Abdul Muthalib yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
Dari Ikrimah bin Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Al-Abbas bin Abdul Muttalib, “Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Alloh akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksankan sholat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanalloh Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilalloh Wallohu Akbar 15 kali, Kemudian ruku’lah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah saru kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.” (HR Abu Daud 2/67-68, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaemah, dalam Shahihnya dan At-Thabarani.)
Mereka berpendapat bahwa hadits tersebut meskipun merupakan riwayat dari Abdul Aziz, ada sejumlah ulama yang menerima kekuatan sanad atas hadits ini.
- An-Nasaiy berkata: La ba’sa bihi (tidak apa-apa).
- Az-Zarkasyi berpendapat: “Hadis ini shahih dan bukan dhaif”.
- Ibnu As-Shalah: “Hadis iniadalah hasan”.
- Dan sejumlah ahli hadits telah menshahihkan hadits ini, di antaranya Al-Hafizh Abu Bakar Al-Ajiri, Abu Muhammad Abdurrahim Al-Mashri, Al-Hafizh Abul Hasan Al-Maqdisi rahimahullah.
- Ibnul Mubarak berkata, "Shalat tasbih ini muraghghab (dianjurkan) untuk dikerjakan, mustahab (disukai) untuk dikerjakan berulang-ulang setiap waktu dan tidak dilupakan."
- Al-Hafizh menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat jalur yang banyak dan dari sekumpulan jamaah dari kalangan shahabat. Salah satunya hadits Ikrimah ini.
Lihat Fiqhus Sunnah oleh As-Sayyid Sabiq jilid 1 halaman 179.
2. Hukum Shalat Tasbih: Jaiz (boleh tapi tidak disunnahkan)
Tidak apa-apa untuk dilaksanakan. Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha Hanbilah. Mereka berkata: “Tidak ada hadits yang tsabit (kuat) dan sholat tersebut termasuk fadhoilul a’maal (amal yang utama), maka cukup berlandaskan hadis dhaif.
Oleh karena itu Ibnu Qudamah berkata: “Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena sholat nawafil dan fadhoilul a’maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadis shahih.” (Al-Mughny 2/123)
3. Hukum Shalat Tasbih: Tidak Disyariatkan
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: “Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan sholat tasbih karena hadisnya dhaif, dan adanya perubahan susunan sholat dalam sholat tasbih yang berbeda dengan sholat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadis yang menjelaskannya. Dan hadis yang menjelaskan sholat tasbih tidak kuat”.
Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut.
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan shalat tasbih termasuk maudhu`/palsu.
Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga shalat tasbih berbeda gerakannya dengan shalat-shalat yang lain.
Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal shalat tasbih ini kecuali dalam kitab Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa beliau berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang shalat tasbih ini.
B. Manfaat Shalat Tasbih
Kalau menurut para ulama yang menshaihkan hadits di atas, nyata disebutkan bahwa Allah akan mengampuni dosa, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.
Sedangkan buat para ulama yang tidak menerima hadits ini, tentu saja shalat tasbih buat mereka tidak ada manfaatnya. Karena itu mereka tidak mengerjakannya.
C. Waktu Pelaksanaan
Kalau kita perhatikan hadits yang dianggap shahih oleh sebagian ulama di atas, kita tidak menemukan keterangan lebih lanjut bahwa shalat ini harus dikerjakan pada siang atau malam hari.
Namun biasanya dilakukan malam hari, karena pertimbangan waktunya lebih luas, di luar waktu untuk aktifitas bekerja, serta shalat malam hari itu dikerjakan dengan jahriyah (suara terdengar)
D. Bolehkah Dilakukan Secara Berjamaah?
Tidak ada keterangan atau nash yang shahih tentang larangan untuk melakukannya secara berjamaah.
Sebagian ulama memandang masalah shalat yang tidak disunnahkan dengan berjaamaah, seandainya tetap dikerjakan dengan berjamaah, bukan berarti terlarang. Kecuali hanya tidak mendapatkan pahala berjamaah.
Seperti yang terjadi pada kasus shalat Dhuha’, yang memang tidak diformat untuk berjamaah. Namun bila tetap dikerjakan juga dengan berjamaah, hukumnya tidak terlarang. Kecuali tidak ada pahala berjamaah.
Namun khusus buat shalat ini, sepanjang yang kami ketahuitidak ada nash sharih dan shahih tentang larangan untuk melakukannya dengan berjamaah. Wallahu a’lam, barangkali ada ulama lain yang punya penjelasan lebih lanjut dan kuat sanadnya.
Kesimpulan:
Dengan demikian kita tahu bahwa hukum shalat tasbih ini memang menjadi bahan khilaf di kalangan para ulama fiqih. Tentu masing-masing ulama datang dengan hujjah dan argumentasi yang mereka anggap paling kuat.
Karena itu kita sebagai umat Islam yang awam bahkan berstatus muqallid, bolehmenggunakan pendapat yang mana saja, tanpa harus menjelkkan pendapat yang bukan pilihan kita.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.