Assalamualaikum Wr. Wb.
Ysh. Ustadz, saya ada beberapa pertanyaan:
1. Bolehkah dalam shalat kita membaca mushaf Al-Qur’an?
Alasannya melakukan hal tersebut adalah:
a. Sewaktu Shalat Tarawih dengan bacaan Imam yang panjang kita mendengarkan sambil menyimak bacaan Imam.
b. Sewaktu Shalat Tahajjud kita membaca surah setelah bacaan Al-Fatihah sembari menghafal.
2. Apa dasar hukum yang membolehkan hal tersebut di atas?
Terima kasih sebelumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum yang anda tanyakan. Sebagian membolehkannya dan sebagian lainnya mengatakan bahwa hal itu membatalkan shalat.
1. Kalangan yang Membolehkan
Di antara yang membolehkan shalat sambil memegang dan membaca dari mushaf adalah Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Yusuf dan Muhammad serta yang lainnya rahimahumullah.
Namun meski mereka memandang bahwa shalat sambil membaca mushaf Al-Quran bukanlah hal yang terlarang, namun lebih dikhususkan untuk shalat sunnah atau nafilah dan bukan shalat wajib.
Selain itu mereka tetap mensyaratkan agar tidak terlalu banyak gerakan yang akan mengakibatkan batalnya shalat. Hal itu mengingat bahwa dalam pandangan para ulama syafi’i misalnya, tiga kali gerakan yang berturut-turut tanpa jeda sudah dianggap membatalkan shalat. Meski membolehkan, namun mereka tetap mengatakan bahwa shalat dengan menghafal langsung tanpa membaca dari mushaf tetaplah lebih utama dan lebih baik.
Dalil-dalil yang Membolehkan
a. Zakwan mengimami Aisyah ra. dengan melihat mushaf
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa sahaya Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha yang bernama Zakwan telah shalat menjadi imam bagi Aisyah ra. di bulan Ramadhan. Dia menjadi imam sambil membaca Al-Quran dari mushaf. Hal yang sama juga dalam shalat nafilah (sunnah) yang lain.
Riwayat ini sampai kepada kita lewat hadits yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (2/253).
b. Nabi SAW shalat sambil menggendong anak
Diriwayatkan secarashahih sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari (494) dan Muslim (543) dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah SAW shalat sambil menggendong anak (cucu beliau).
Dengan penjelasan itu, maka logikanya adalah kalau menggendong anak tidak membatalkan shalat, apalagi bila sekedar memegang mushaf. Padahal memegang mushaf itu punya manfaat tersendiri agar tidak salah bacaan, serta bermanfaat buat yang belum hafal Quran dari ingin membaca lebih banyak di dalam shalat.
c. Nabi SAW Terganggu Shalatnya tapi tetap meneruskan
Bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah merasa terganggu konsentrasi shalatnya ketika melihat al-khamishah (kain empat persegi terbuat dari wol), namun tidak ada keterangan bahwa beliau mengulangi shalatnya.
فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي عَنْ صَلَاتِي
Benda itu melalaikanku dari shalatku. (HR Bukhari 366 dan Muslim 556)
Teranggunya shalat tidaklah membatalkannya. Karena tidak ada keterangan beliau mengulangi shalatnya. Maka demikian juga dengan memegang mushaf, meski barangkali agak mengganggu namun tidak lantas membatalkan shalat.
d. Pendapat para ulama
Al-Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab menyebutkan: Bila seseorang membaca dari mushaf, maka shalatnya tidak batal. Baik dia hafal atau tidak hafal. Bahwa wajib membaca dari mushaf bila tidak hafal surat Al-Fatihah. Meski sesekali membolak-balik halaman, tidak membatalkan.
2. Pendapat yang Mengatakan Batalnya Shalat
Namun ada pendapat yang tidak membolehkannya secara mutlak, yaitu pendapat kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Az-Dzahiriyah.
Pendapat mereka didasari oleh beberapa hal, di antaranya:
a. Hadits Ibnu Abbas ra.
Dalam kitab Al-Mashahif, Imam Ibnu Abi Daud meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. berkata, "Amirul Mukminin melarang kami untuk menjadi imam shalat di depan orang-orang sambil melihat ke mushaf."
b. Melihat mushaf sama dengan berbicara dengan orang lain
Selain dengan hadits di atas, larangan membaca dari mushaf yang mereka pegang beralasan bahwa membaca dari mushaf sama kedudukannya dengan talqin (dibacakan oleh orang lain).
Dan talqin itu sama dengan berbicara dengan orang di luar shalat. Sedangkan berbicara dengan orang lain yang tidak ikut shalat itu membatalkan shalat.
c. Selain itu, alasan pelarangannya karena membaca dari mushaf itu umumnya dilakukan sepanjang bacaan shalat. Ini berbeda dengan kasus imam yang lupa bacaan quran dan diingatkan oleh makmum. Dalam kasus itu, meski seolah ada ‘pembicaraan’ antar imam dan makmum, namun yang terjadi hanya sesekali saja, tidak sepanjang shalat.
Sedangkan membaca dari mushaf didudukkan seperti imam berbicara dengan orang lain, meski hanya lewat tulisan saja.
Mushaf Khusus, Mengapa Tidak?
Bila kita cenderung kepada pendapat yang membolehkan, tetap harus berhati-hati dengan gerakan yang berlebihan. Dan untuk itu boleh juga dipikirkan untuk tidak memegang mushaf dengan tangan, melainkan cukup diletakkan di depan orang yang shalat, tentunya dengan huruf yang besar dan tidak di atas tanah. Adapun bila hanya matanya saja yang membaca tulisan dari mushaf, tidak mengapa.
Dan sekarang ini di banyak tempat sudah terbit mushaf yang cocok untuk hal itu. Selain ukuran hurufnya besar juga halamannya lebar, sehingga tidak perlu membolak-balik halaman lagi. Satu halaman mushaf itu sebanding dengan 2 halaman di mushaf lain. Produsennya barangkali paham bahwa sebagian ulama agak ketat dalam masalah tidak boleh terlalu banyak bergerak dalam shalat.
Namun karena masalah ini memang khilaf di kalangan para ulama, di mana sebagian membolehkannya dan sebagian melarangnya, maka yang dibutuhkan sekarang ini adalah sikap bijak dan toleran. Alangkah baiknya bila kita tidak saling menyalahkan, apalagi sampai menghujat dan menuduh shalatnya saudara kita itu batal dan tidak sah.
Selama suatu masalah masih terjadi khilaf, yang terbaik adalah bersikap bijak dan berlaku adil.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.