Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustad Sarwat, hal-hal yang biasa terjadi di tempat tinggal saya saat bulan Ramadhan adalah sepinya orang sholat tarawih.
Setelah saya usut ternyata yang menyebabkan itu adalah adanya "putusan" dari ustad yang mengajar bahwa haram hukumnya orang melakukan shalat sunat (termasuk tarawih) jika selama ini masih punya "utang" shalat wajib. Dalam arti masih meninggalkan shalat wajib dan harus "dilunasi" dulu baru bisa mengerjakan shalat sunat yang lain, termasuk shalat terawih.
Jazakumullah Khair
Le’Miun
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mungkin ada logika yang bisa diterima dari apa yang disampaikan oleh ustadz yang anda ceritakan itu. Tetapi nampaknya, logika itu tidak selamanya bisa diterapkan dalam segala situasi.
Barangkali ustadz kita itu benar ketika berlogika bahwa amal-amal wajib harus didahulukan sebelum mengerjakan amal-amal sunnah. Kalau kita terapkan dengan contoh yang tepat, mungkin logika itu ada benarnya.
Misalnya kita harus mendahulukan zakat yang hukumnya wajib ketimbangmenyembelih kambing aqiqahyang hukumnya sunnah. Demikian juga kita wajib mendahulukan shalat wajib dari pada shalat sunnah, bila waktunya bersamaan.
Akan tetapi logika di atas tidak tepat rasanya bila diterapkan dalam kasus shalat tarawih. Bagaimana mungkin shalat tarawih menjadi haram dikerjakan apabila mengqadha’ shalat yang hukumnya wajib belum dikerjakan?
Barangkali kalau jangan shalat tarawih kalau belum shalat Isya’, mungkin logika itu masih bisa dipakai. Akan tetapi kalau jangan shalat tarawih kalau belum mengqadha’ shalat-halat yang belum diqadha’ di masa yang lampau, logika itu menjadi terlalu dipaksakan.
Dan logika itu akan tambah tidak masuk akal kalau diteruskan. Dengan logika itu berarti semua jenis shalat sunnah pun tidak boleh dilakukan. Apakah shalat tahiyat masjid, shalat sunnah rawatib qabliyah ba’diyah, shalat dhuha, shalat ‘Iedul Fithr dan ‘Iedul Adha jugamenjadi tidak boleh selama seseorang belum mengqadha’ semua shalatnya?
Logika Qadha’ Ramadhan
Kalau kita meminjam logika yang dikembangkan para ulama tentang masa pelaksanaan qadha’ Ramadhan, maka keadaannya akan menjadi lebih jelas. Para ulama mengatakan bahkan orang yang karena udzur tertentu dibolehkan tidak puasa, mereka diberi kesempatan untuk mengqadha’nya hingga bertemu lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan.
Artinya, masa untuk melakukan qadha’ Ramadhan itu terbentang jauh di sebelas bulan setelah Ramadhan. Selama rentang waktu itu, silahkan saja untuk membayar hutang puasa. Dan sama sekali tidak ada halangan seandainya puasa qadha’ belum dibayarkan, namun seseorang memilih untuk berpuasa sunnah di luar qadha’. Seperti niat puasa sunnah 6 hari bulan Syawwal, atau puasa Senin dan Kamis.
Meski pun memang yang lebih utama dikerjakan adalah membayar qadha’nya terlebih dahulu. Akan tetapi yang perlu digaris-bawahi, tidak ada keharaman untuk berpuasa sunnah meski masih punya hutang puasa Ramadhan.
Sehingga juga tidak ada larangan untuk melakukan shalat tarawih, meski seseorang merasa belum melakukan qadha’ shalat yang pernah ditinggalkannya.
Lalu seandainya memang kita setuju dengan logika pak ustadz tersebut, yang jadi pertanyaan adalah mengapa tidak disegerakan saja qadha’ shalat sebelum masuk bulan Ramadhan? Kenapa harus menunggu sampai masuknya bulan Ramadhan lalu malam-malamnya disia-siakan dengan tidak melakukan shalat tarawih? Ini perlu dijawab terlebih dahulu tentunya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc