Assalamualaikum wr. Wb.
Pak ustad kebetulan saya diamanati untuk jadi kotib shalat ied fitri tapi Saya bingung karena ada dua pendapat ada yang mengatakan khotbah dilakukan 2 kali khotbah seperti kotbah jumat, ada yang mengatakan sekali kotbah saja, pertanyaanya:
1. Apa saja rukun khotbah shalat ied?
2.Jumhur ulama berapa kali khotbah shalat ied? Apa dalilnya?
Terima kasih, mohon dijawab sebelum Lebaran.
Wassalamualaikum.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya dari segi rukun, tidak ada perbedaan antara khutbah hari raya dengan khutbah jumat. Rukun khutbah Jumat ada lima, yaitu: mengucap hamdalah, bershalawat kepada nabi Muhammad SAW, menyampaikan pesan atau wasiat, membaca ayat Al-Quran dan berdoa mohon ampunan umat umat Islam.
Namundari segi syarat, harus diakui bahwa khutbahdua hari rayamemang agak berbeda ketentuannya dengan khutbah Jumat. Kalau dilihat dari syaratnya, khutbahdua hari rayamemang lebih ringan dan lebih mudah dibandingkankhutbah Jumat.
Para ulama telah menuliskan beberapa perbedaankedua jenis khutbah itudi dalam banyak kitab fiqih. Antara lain yang kita kutip dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 2 halaman 1403 karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
Berikut petikannya:
1. Khutbah Jumat dilakukan sebelum shalat Jumat dilaksanakan, sedangkan khutbahdua harirayadilakukan setelah shalat. Dalilnya adalah sebagai berikut:
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Sesungguhnya nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman (ridhwanullahi ‘alaihim) melakukan shalat ‘Ied sebelum berkhutbah. (HR Bukhari dan Muslim)
Bahkan jumhur ulama selain Al-Hanafiyah mengatakan bila khutbah dilakukan terlebih dahulu dari shalatnya, maka hukumnya tidak sah. Dalam kasus itu, disunnahkan untuk mengulangi khutbah setelah shalat.
2. Sunnah di dalam khutbah dua hari raya adalah memulai dengan takbir, sedangkanpada shalat jumat, khutbah dibuka dengan ucapan hamdalah.
Menurut jumhur ulama, pada khutbah yang pertama, disunnahkan untuk mengucapkan takbir 9 kali berturut-turut dan pada khutbah yang kedua sebanyak 7 kali berturut-turut.
Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari Said bin Mansur bin Ubaidillah bin ‘Atabah berkata, "Imam bertakbir 9 kali pada dua hari raya sebelum berkhutbah dan 7 kali pada khutbah yang kedua.
Sedangkanshalat Jumat tidak didahului dengan takbir melainkan dengan mengucapkan hamdalah. Danmengucapkan hamdalahtermasuk rukun yang bila ditinggalkan, khutbah jumat menjadi tidak sah menurut Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Namun hamdalah hukumnya sunnah menurut Al-Hanafiyah serta mandub menurut Al-Malikiyah.
3. Di dalam khutbah dua hari raya, disunnahkan juga buat jamaah yang hadir untuk ikut bertakbir saat khatib membuka khutbahnya dengan takbir, meski dilakukan cukup secara perlahan (sirr).
Sedangkan di dalam khutbah jumat, haram hukumnya berbicara apapun meksi untuk berzikir. Dan hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama.
4. Di dalam khutbah dua hari raya, khatib tidak disunnahkan untuk duduk begitu naik ke atas mimbar. Khatib langsung mulai khutbahnya tanpa ada sunnah untuk duduk sebentar seperti pada khutbah jumat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam khutbah jumat, begitu khatib naik mimbar dan mengucapkan salam kepada jamaah, disunnahkan untuk duduk sebentar dan muadzdzir mengumandangkan adzan.
Sedangkan khutbah dua hari raya, begitu naik mimbar, maka langsung saja membacakan khutban, tidak ada sunnah untuk duduk sebentar seperti dalam khutbah Jumat.
5. Dalam menyampaikan khutbah dua hari raya, tidak ada syarat bagi khatib untuk suci dari hadats seperti dalam khutbah Jumat, sehingga dibolehkan menyampaikan khutbah meski tidak dalam keadaan suci.
Sehingga misalnya khatib sedang khutbah dua hari raya, lalu karena satu dan lain hal, tiba-tiba wudhu’-nya batal, maka dia boleh meneruskan khutbahnya.
Berbeda dengan khutbah Jumat, bila khatib batal wudhu’-nya karena satu dan lain hal, maka dia harus berwudhu’ lagi. Karena syarat sah khutbah Jumat adalah suci dari hadats kecil (dan besar tentunya).
Berwudhu’ atau suci dari hadats khutbah dua hari raya hukumnya sunnah, bukan wajib atau syarat sah.
6. Tidak disyaratkan bagi khatib dalam khutbah dua hari raya untuk berdiri. Dia boleh melakukannya sambil duduk. Namun tetap disunnahkan untuk berdiri, meski bukan rukun atau syarat.
Sedangkan dalam khutbah Jumat, khatib harus berdiri ketika menyampaikan khutbahnya, karena berdiri termasuk rukun khutbah.
7. Khutbah dua hari raya tidak disyaratkan terdiri dari dua khutbah. Sedangkan khutbah jumat diharuskan terdiri dari dua khutbah. Namun jumhur ulama tetap mengatakan bahwa meski tidak disyaratkan, namun hukumnya tetap sunnah untuk menjadikan khutbah dua hari raya terdiri dari 2 khutbah.
8. Juga tidak disyaratkan untuk duduk sejenak di antara dua khutbah. Hukumnya bukan rukun atau kewajiban, namun hukumnya adalah sunnah untuk duduk di antara dua khutbah seperti layaknya khutbah Jumat.
Sedangkan di dalam khutbah Jumat, duduk di antara dua khutbah diharuskan.
Hukum Mengukuti Khutbah Dua Hari Raya
Namun pada hakikatnya, menurut para ulama, hukum untuk mengikui khutbah dua hari raya sebenarnya bukan rukun dan juga bukan kewajiban. Melainkah hukumnya sunnah. Sehingga bila ada jamaah yang selesai shalat langsung pulang dantidak hadir mendengarkan khutbah, sesungguhnya shalatnya sudah sah.
Namun demikian, tetap disunnahkan untuk hadits mendengarkan khutbah dua hari raya, karena pasti akan sangat berguna dan itulah yang dilakukan oleh para shahabat nabi ridhwanullahi ‘alaihim.
Dalilnya adalah sabda nabi Muhammad SAW berikut ini:
Dari Atha’ bin Abdillah bin As-Saib berkata, "Aku hadits bersama nabi SAW pada shalat hari raya, ketika shalat selesai beliau SAW bersabda, "Kami akan berkhutbah, bagiyang ingin mendengarkan, silahkan mendengarkan. Namun bagi yang ingin pergi, silahkan pergi. (HR Ibnu Majah dengan isnad yang tsiqah)
Hadits ini selain diriwayatkan oleh Ibnu Majah, juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i. Namun beliau mengatakan bahwa hadits ini mursal. Silahkan periksa di dalam kitab Nailul Authar jilid 3 halaman 305.
Namun keberadaan khutbah dua hari raya itu sendiri tetap harus ada. Karena yang namanya shalat dua hari raya memang harus dengan khutbah.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc