Assalamu’alaikum,
Ustad pengasuh yang dirahmati ALLAH, ada yang ingin kami tanyakan perihal syarat kotib jumat. Karena jumat ini di masjid kami terjadi hal yang menggelikan sekaligus agak memalukan, karena sang khotib yang ditunjuk ternyata tidak bisa mengucapkan dengan lancar rukun-rukun khutbah.
Entah karena tidak bisa atau grogi. Jadi yang diucapkan hanya ujung-ujungnya saja. Contoh " yaa ayyuhalladzi…(ngga jelas).langsung..muslimun. Dan itu pada setiap ucapan berbahasa arab sampai ke doa juga. Sehingga membuat ada jamaah yang tertawa.
Bagaimana hukum dari sholat jumat kami? Apakah harus dilakukan khutbah ulang? Atau seperti apa tuntunannya?
Lebih dari itu, bagaimana solusi untuk mengatasi kekurangan umat ini? Sepertinya saat ini sangat sulit untuk mendapatkan seorang khotib yang bisa membangkitkan semangat atau minimal mengingatkan para jamaah jumat dengan baik.
Padahal moment jumat merupakan moment terbak untuk hal tersebut, karena kaum muslimin mau dengan sukarela dan sadar datang ke masjid. Hanya saja kurang termanfaatkan dengan baik moment-moment ini.
Demikian kami sampaikan, mohon maaf bila terlalu panjang. Atas penjelasan ustadz, kami ucapkan terimakasih.
Wassalam,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Para ulama semua mazhab sepakat bahwa paling tidak untuk sebuah khutbah jumat itu harus terpenuhi 5 rukun. Dan kelimanya harus diucapkan dalam bahasa arab. Selebihnya, boleh digunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa hadirin yang ikut dalam khutbah tersebut.
Seandainya salah satu dari kellima hal itu tidak terpenuhi, maka khutbah itu tidak sah. Maka jamaah diwajibkan untuk melakukan shalat Dzhuhur dengan 4 rakaat, atau harus ada seseorang yang menyelematkan khutbah itu dengan memenuhi kelima rukunnya.
Lalu lima rukun itu apa saja?
1. Mengucapkan hamdalah.
Seperti lafadz ‘alhamdulillah’ atau ‘innal hamda lillah’. Dan sudak cukup terpenuhinya rukun pertama ini bila khatib hanya mengucapkan satu kalimat ini saja.
2. Mengucapkan shalat kepada nabi Muhammad SAW.
Misalnya dengan lafadz: ‘ash-shalatu ‘ala Muhammad‘, atau lafadz ‘Ushalli wa usallim ‘ala nabiyi Muhammad’, dan sebagainya. Cukup lafadz singkap ini diucapkan dengan benar, maka rukun yang kedua sudah terpenuhi.
3. Berwasiat atau Memberi Nasehat
Misalnya dengan ucapan: ‘ittaqullah’, yang artinya bertaqwa atau takutlah kepada Allah. Cukup satu kata ini saja, sesungguhnya rukun yang ketiga sudah terpenuhi.
4. Membaca sepenggal dari Ayat Quran
Misalnya, membaca potongan ayat: ‘Qul huwallahu ahad‘. Sebenarnya, sepotong itu saja sudah termasuk membaca ayat Al-Quran. Dan sudah sah rukun yang keempat.
5. Mendoakan Umat Islam
Seperti mengucapkan: ‘allahummaghfir lil muslimin’, yang artinya, "Ya Allah, ampunilah umat Islam." Dan lafadz ini saja sudah cukup untuk memenuhi syarat yang kelima.
Khusus rukun yang keempat dan kelima, ada perlakuan khusus. Untuk khutbah yang pertama, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 4. Untuk khutbah kedua, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 5. Berarti pada khutbah pertama, tidak perlu mengucapkan doa. Sedangkan pada khutbah kedua tidak perlu membaca lafadz ayat Al-Quran.
Dari rukun khutbah di atas, maka sesungughnya untuk sebuah khutbah jumat itu bisa sah dilakukan, bisa dilakukan hanya dalam hitungan detik dan satu kali helaan nafas. Asal tahu ilmunya.
Sebaliknya, meski sebuah khutbah disampaikan panjang dan lebar serta dalam, namu kekurangan satu rukun, khutbah itu tidak sah. Harus diulang atau berganti jadi shalat Dzhuhur.
Tanggung Jawab Takmir Masjid
Maka sah atau tidaknya sebuah khutbah jumat, selain menjadi tanggung-jawab si khatib sendiri, juga menjadi tanggung jawab takmir masjid.
Pertama, mulai dari proses pemilihan khatib, harus diseleksi benar kefahamannya terhadap syariah, terutama dalam fiqih shalat dan khususnya shalat dan khutbah jumat. Jangan sampai takmir masjid memilih khatib yang keliru, tidak mengerti aturan dalam khutbah jumat. Akibatnya tentu fatal. Siapa yang akan menanggung dosa jamaah sekalian yang shalat jumatnya tidak sah?
Kedua, takmir masjid harus tanggap dalam mengantisipasi keadaan. Seandainya terjadi kasus di mana khatib tidak mampu menyemprnakan rukunnya, entah karena tidak tahu atau karena tidak mampu mengucapkan dalam bahasa arab yang benar, maka harus ada seorang dari takmir yang ‘menyelamatkan’.
Sesudahnya khatib turun mimbar, dia harus naik mimbar dan berkhutbah dua kali, cukup rukunnya saja dan bisa dilakukan dalam satu helaan nafas.
Hal seperti ini pernah kejadian di suatu instansi/ Departemen tertentu di negeri ini. Almarhum orang tua kami menceritakan hal itu, dan beliau sebagai penganggung-jawab masjid di Departemen tersebut, mau tidak mau harus naik mimbar sebelum iqamat dilantunkan, untuk menyelematkan shalat jumat para jamaah.
Maka takmir masjid pun harus paham syariah. Bukan asal tunjuk dan asal pilih saja.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc