Dewasa ini, perselisihan sangat mudah terjadi di kalangan umat beragama. Bahkan antar umat islam sendiri. Perbedaan pendapat mengenai suatu perkara sekecil apapun itu dapat dengan mudahnya menyulut api perpecahan di kalangan umat islam.
Dalam konteks pemahaman sebuah permasalahan hukum yang didasarkan pada hadits misalnya. Hanya karena hadits tersebut diriwayatkan secara dhoif, muncullah pendapat bahkan hal itu secara mutlak melarang untuk diamalkan.
Tentu saja statemen seperti ini muncul tanpa adanya tinjauan ulang terlebih dahulu. Tidak terkecuali dalam memandang perbedaan dalam beberapa praktek beribadah, salah satunya sholat.
Sholat merupakan sarana komunikasi terbaik antara seorang hamba dengan penciptanya. Sesuai dengan pengertian sholat secara etimologinya adalah doa.
Di setiap gerakan dan rukun sholat, seorang muslim membaca doa-doa sebagai representasi atas penghambaan diri. Namun, di dalam sholat ada beberapa rukun yang memiliki lebih dari satu versi bacaan doa seperti doa iftitah/istiftah.
Terdapat banyak hadits yang meriwayatkan terkait bacaan doa iftitah/istiftah, namun dalam tulisan kali ini akan dibahas mengenai doa iftitah dalam dua versi berbeda. Di antaranya keduanya, adakah yang diutamakan salah satunya saja atau manakah yang diamalkan oleh Rasulullah SAW.
[toc]
Doa Iftitah Allahu Akbar Kabiro
الله أكبر كَبِيرا، وَالْحَمْد لله كثيرا، وَسُبْحَان الله بكرَة وَأَصِيلا
Allahu Akbar kabiro, walhamdu lillahi katsiro, wasubhanallahi bukrotaw wa ashila.
Doa pendek ini didasarkan pada hadits Rasulullah yang menceritakan bahwa ibnu Umar berkata: suatu ketika kami sholat bersama Rasulullah, salah seorang berkata : “Allahu Akbar kabiro, walhamdu lillahi katsiro, wasubhanallahi bukrotaw wa ashila”, kemudian Rasulullah bertanya : “siapa yang mengucapkannya tadi?”, maka orang tadi menjawab “ saya ya Rasulullah”, kemudian Rasulullah berkata : telah dibukakan pintu langit (keberkahan) kepadanya. Setelah mendengar hal itu aku tidak pernah berhenti mengucapkannya.
Hadits ini diriwayatkan imam Muslim. Imam Tirmidzi, imam An Nasa’i. Kecuali dalam riwayat An Nasaa-i menyebutkan “bahwa malaikat melindunginya”. Disebutkan dalam Jami’ul Ushul fi Ahadits Ar Rasul milik ibn Atsir.
Arti dari doa iftitah ini adalah :
“Sungguh maha besar Allah, dan sungguh segala puji bagi Allah, dan maha suci Allah baik dipagi maupun petang hari”
Dalam riwayat lain menyebutkan bacaan yang lebih panjang
“اللَّهُ أكبرُ كَبِيراً، والحمدُ لِلَّه كَثِيراً، وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيلاً؛ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفاً مُسْلِماً، وما أنا من المُشْرِكِينَ، إنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبّ العالَمِينَ، لا شَرِيكَ لهُ، وَبِذَلِكَ أمرتُ وأنَا مِنَ المُسْلِمينَ؛ اللَّهُمَّ أنْتَ المَلكُ، لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وأنا عَبْدُكَ، ظلمتُ نَفْسِي واعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فاغْفِرْ لي ذُنُوبِي جَمِيعاً؛ فإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أنْتَ، وَاهْدِني لأحْسَنِ الأخْلاقِ لا يَهْدِي لأحْسَنها إلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَها لا يصرف عني سَيِّئَها إِلاَّ أَنْتَ، لبيك وَسَعْدَيْكَ، والخَيْرُ كُلُّهُ في يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أنا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبارَكْتَ وَتعالَيْتَ، أسْتَغْفِرُكَ وأتُوبُ إِلَيْكَ”.
Allahu Akbar kabiro, walhamdu lillahi katsiro, wasubhanallahi bukrotaw wa ashila, wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardha hanifammuslima, wa maa ana minal musyrikin. Inna sholati wa nusuki, wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil’aalamiin. Laa syariikalahu wa bi dzaalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma antal malik laa ilaaha illaa anta, anta rabbi wa ana ‘abduka, dzalamtu nafsi wa’taraftu bi dzanbi faghfirli dzunuubi jami’a, fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta wahdinii li ahsanil akhlaq laa yahdii li ahsaniha illa anta, washrif ‘anni sayyi’aha laa yashrifu ‘anni sayyi’aha illaa anta, labbaika wa sa’daika, walkhoiru kulluhu fi yadaika, wasy syarru laisa ilaika ana bika wa ilaika tabaarakta wa ta’alaita astaghfiruka wa atuubu Ilaika.
Artinya “sungguh maha besar Allah, dan sungguh segala puji bagi Allah, dan maha suci Allah baik dipagi maupun petang hari, aku menghadapkan diri kepada Dzat sang pencipta langit dan bumi seraya berserah diri kepadaNya,dan aku bukanlah dari orang-orang yang menyekutukan, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itulah aku diperintan dan aku bagian dari orang-orang yang berserah diri. Ya Allah engkaulah raja, tidak ada tuhan selain engkau, kaulah tuhanku dan aku hambaMu, aku telah tersesat dan aku akui dosa kesalahanku, maka ampunilah seluruh dosa-dosaku, maka sesungguhnya tidak ada yang berhak dan dapat mengampuni dosa selain Engkau, tunjukkanlah aku sebaik-baik akhlaq, hanya Engkaulah yang mampu menunjukkannya, palingkanlah diriku dari seburuk-buruk akhlaq, karena hanya Engkaulah yang mampu memalingkannya, aku penuhi panggilanmu. Seluruh kebaikan ada pada kuasaMu, dan keburukan tidak ada padaMu, kepadaMu aku kembali, Engkau yang Maha agung, aku memohon ampunanMu dan bertaubat kepadaMu.
Doa Iftitah Allahumma Baid
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنْ خَطَايَاىَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِى مِنْ خَطَايَاىَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ
Allahumma bai’id baini wa baina khotoyaya kama ba’adta baina masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khotoyaya kama yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsilni min khotoyaya bits tsalji wal maa-i wal barad.
Doa ini didasarkan pada riwayat abu harirah: bahwa Rasulullah SAW usai takbirotul ihrom diam sebentar sebelum membaca alfatihah, maka aku bertanya kepada beliau: ya Rasulallah apa yang engkau baca dalam diam mu usai takbiratul ihram dan membaca alfatihah? Beliau menjawab : “aku membaca Allahumma baa-’id bayni wa bayna khotoyaya kama ba’adta baina masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khotoyaya kama yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsilni min khotoyaya bits tsalji wal maa-i wal barad” .
Doa iftitah versi panjang ini disebutkan dalam kitab Al Adzkar milik imam An Nawawi. Diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i.
Imam Nawawi menambahkan keterangan di kitabnya: hadits ini disebutkan dalam shohih Bukhori 2/190 dan 191 dan bab sifat sholat, bab doa setelah takbirotul ihrom, diriwayatkan juga oleh imam muslim no (598) bagian: masjid-masjid bab yang dibaca di antara takbirotul ihrom dan alfatihah, oleh Abu Dawud no (781) bab sholat, diamnya Rasulullah ketika iftitah, dan dari imam An Nasaa-i juz 2 halaman 128 dan 129 dalam bab iftitah, bab yang dibaca di antara takbirotul ihrom dan alfatihah….
Doa ini dari Rasulullah sebagai representasi penghambaan, dan diikuti oleh para sahabat baik dalam gerakan maupun diamnya Rasulullah dengan harapan agar Allah selalu menjaga agama melalui mereka.
Kesimpulan
Dari nukilan-nukilan hadits di atas menunjukkan bahwa kedua versi bacaan doa iftitah bersumber dari Rasulullah SAW, namun sesuai dengan tekstualitas riwayat hadits, bacaan yang kedua yang diamalkan oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang salah mengenai perbedaan keduanya dan tidak dijadikan sebagai alasan perselisihan.
Tanya Jawab Seputar Doa Iftitah
2 Macam Do’a Iftitah, Mana yang Seharusnya Dipakai?
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, semenjak kecil saya telah mengenal 2 macam do’a Iftitah yaitu yang diajarkan oleh guru saya di SD memakai kabirou… dan yang diajarkan oleh guru ngaji saya di kampung memakai allahumma baid baini… Menurut pak Ustadz, mana yang seharusnya dipakai?
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jawaban
Assalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh,
Doa iftitah itu sesungguhnya bukan terbatas pada dua yang anda sebutkan, akan tetapi ada banyak sekali versinya. Yang penting, semua versi itu bersumber dari petunjuk nabi Muhammad SAW. Sebab doa iftitah itu bagian dari rangkaian ibadah shalat, sedangkan shalat itu harus merujuk kepada yang dicontohkan oleh beliau SAW.
Sedangkan Rasulullah SAW telah menetapkan bahwa dalam perkara shalat, setiap muslim harus merujuk kepada contoh dari beliau, sebagaimana sabda beliau:
صلوا كما رأيتموني أصلي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.
Beberapa di antara bentuk contoh doa ifititahyang paling populer adalah yang kami tuliskan berikut ini:
سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك
Maha suci Engaku dan segala puji untuk-Mu. Diberkahilah asma-Mu, tinggilah keagungan-Mu. Dan tiada tuhan kecuali Engkau.
Lafaz ini diriwayatkan oleh Asiyah ra. dengan perawi Abu Daud dan Ad-Daruquthuny. Selain itu juga ada doa yang mungkin anda sudah menghafalnya, seperti yang berikut ini:
وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين. إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذالك أمرت وأنا من المسلمين
Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri sedangkan aku bukan bagian dari orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.Tiada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. Dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim.
Lafaz ini sampai kepada kita lewat perawi yang kuat seperti Imam Muslim, Ahmad dan Tirmizy dan dishahihkan oleh Ali bin Abi Thalib. Lafaz ini sebenarnya juga lafadz yang juga ada di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, kecuali bagian terakhir tanpa kata “awwalu.”
Selain itu juga ada lafdz lainnya seperti di bawah ini:
اللهم باعد بيني وبين خطايا كما باعدت بين المشرق والمغرب، اللهم نقني من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس ، اللهم اغيلني بالماء والثلج والبرد
Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engaku mensucikan pakaian dari kotoran. Ya Allah, mandikan aku dengan air, salju dan embun.”
Tiga lafaz doa ifititah ini dan beberapa versi lainnya lagi adalah pilihan-pilihan yang secara bebas boleh kita pakai. Tanpa harus menyebutkan bahwa kalau versi tertentu adalah lafadz milik NU atau Muhammadiyah atau milik Persis.
Sebab ketiga ormas Islam itu tidak dibedakan berdasarkan perbedaan lafadz doa iftitahnya. Ketiga ormas itu baru lahir di abad ke-20, sedangkan hadits-hadits nabi tentang doa iftitah sudah ada sejak abad ke-7, yaitu pada saat Rasulullah SAW masih hidup.
Hadits-hadits yang berbeda itu tidak boleh dijadikan bahan perpecahan atau saling menyalahkan di kalangan umat Islam. Bolehlah setiap kita menguatkan satu hadits dari hadits lainnya, terutama bila dia seorang muhaddits yang layak berbicara sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Namun penilaian dan kritik sanad hadits itu bukan untuk bahan saling mencaci sesama kaum muslimin. Apalagi berkembang sampaisaling menuduh sebagai tukang bid’ah dan semua tudingan yang bukan-bukan. Perbuatan seperti jelas diharamkan Allah SWT, oleh Rasulullah SAW dan juga oleh para ulama hadits itu sendiri.
Bahkan sebenarnya kesunnahan doa ifititah pun tidak mutlak disepakati oleh semua ulama. Paling tidak ada pendapat Al-Malikiyah yang menolak kesunnahannya. Namun meski ada perbedaan di kalangan ulama, kita tidak pernah menyaksikan mereka saling menzalimi di antar mereka.
Semoga kita bisa banyak belajar bukanm hanya dari ilmu para ulama, tetapi sekaligus juga akhlaq mereka yang sangat mengagumkan itu. Amien.
Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.