“Danurejo makin tak terkendali, Ustadz. Tadi pagi seorang ibu yang sedang hamil tua bersama dua orang anak kecil yang dibawanya dilarang lewat jembatan di Desa Jotawang, hanya karena uang yang dimiliki sang ibu tadi untuk bayar pajak jalannya kurang. Danurejo ada di sana. Dia tengah menginspeksi pos-pos jalan utama. Dia sendiri yang kemudian memerintahkan ibu itu dan anak-anaknya untuk menyeberangi Kali Code yang berbatu-batu yang ada di bawah jembatan. Akhirnya ibu dan anak-anaknya itu pun terpaksa menyeberangi kali. Dan celaka, mereka jatuh dan terbawa hanyut air kali yang deras. Tidak ada yang berani menolongnya karena Danurejo dan pasukannya melarang semua orang yang ada di situ untuk menolong mereka….”
“Astaghfirullah al-adziem....,” desis semua yang ada di sana.
“Dasar anjing Belanda!” umpat Ki Singalodra geram. Giginya sampai terdengar bergemeletuk saking marahnya.
“Teruskan Kisanak…,” ujar Ustadz Taftayani. (Bersambung)
[1] Pangeran Mangkubumi merupakan anak dari Sultan Hamengku Buwono II atau yang lebih populer disebut sebagai Sultan Sepuh. Sultan Hamengku Buwono II ini sangat anti penjajah Belanda. Sikap ini diwariskan oleh Pangeran Mangkubumi. Pangeran Diponegoro sendiri lebih dekat kepada Sultan Sepuh ketimbang terhadap ayahnya sendiri, Sultan Hamengkubu Buwono III yang tidak begitu tegas, bahkan beberapa kali dengan jelas mendukung Belanda.