Ki Singalodra menganggukkan kepala dan tetap berdiri dengan tegap di ujung bawah susunan bebatuan yang membentuk anak tangga menuju ke gua yang ada di atasnya.
Tak lama kemudian, anak buah yang tadi ke atas tampak berlompatan menuruni anak tangga yang sama. Dia langsung melapor kepada Ki Guntur yang berdiri di sisi kanan Ki Singalodra.
“Kanjeng Gusti Pangeran siap menerimanya….”
Anak buah itu kemudian bergerak menggeserkan badannya ke samping, memberi jalan kepada Ki Guntur dan Ki Singalodra. Keduanya lalu berlompatan bagai Kijang Kencana menaiki tangga batu yang cukup curam. Hanya dengan beberapa kali hentakan loncatan, badan mereka sudah melambung ke atas dengan cepat. Keempat prajurit muda yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub. Mereka segera menyusul kedua orang itu dengan berlari menaiki tangga.
Setibanya di atas, Ki Singalodra tampak sedang diterima Pangeran Diponegoro. Ustadz Muhammad Taftayani, Pangeran Ngabehi Jayakusuma alias Pangeran Bei[1], Ki Guntur Wisesa, dan beberapa alim-ulama lainnya yang seluruhnya berpakaian putih-putih tampak mendampinginya.
Semuanya menyandang senjata. Ada yang menyelipkan keris di pinggang, ada pula yang memegang pedang.