Ketika melihat Ki Singalodra yang berkuda sambil menggendong seorang bocah yang berlumuran darah, Ki Guntur Wisesa menyapanya lembut, “Assalamu’alaikummusalam warahmatullahi wabarakatuh, wahai Singalodra. Apa gerangan yang membawamu ke sini! Anak siapa yang kau bawa itu?”
Ketika mendengar sapaan yang lembut, hati Ki Singalodra yang tadinya panas mendadak sejuk, bagai bara api tersiram air pegunungan.
“Wa’alaikumusalam… Aku ingin bergabung dengan barisan Kanjeng Gusti Pangeran, wahai Ki Guntur Wisesa. Ini anakku, Surya Mandriga. Dia mati dibunuh Belanda tadi malam, juga isteriku… Izinkan aku menghadap Kanjeng Gusti Pangeran sekarang juga.”
Ki Guntur Wisesa bergerak meminggirkan kudanya, memberi jalan pada tamunya.
“Silakan Kisanak. Kami akan mengawal Kisanak sampai di atas sana…”
“Terima kasih, Ki Guntur…”