Dari atas kudanya Ahmad bisa melihat dua prajurit kraton berjaga di sisi kanan dan kiri pintu gerbang lengkap dengan tombak dan pedang. Namun pemuda itu bersikap tenang, Di dalam lipatan tas kulitnya, telah dijahit sesobek kain merah putih biru dengan lambang kraton di sisi kanannya sebagai tanda jika dirinya adalah kurir resmi bagi keresidenan Belanda untuk Yogyakarta. Dengan simbol ini dia bebas keluar masuk kraton dan gedung pemerintahan di wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ahmad terus memacu kudanya. Sepuluh meter di depan gerbang, dua prajurit kraton menghunjamkan tombak ke arahnya.
“Berhenti! Turun!” bentak mereka.
Ahmad berhenti namun tidak turun dari pelana kudanya. Dia malah membentak prajurit itu, “Minggir! Ada surat penting dari Gubernur Jenderal untuk Tuan Residen. Secepatnya harus dibalas oleh Tuan Residen!”
Kedua prajurit itu saling berpandangan. Kemudian salah seorang di antaranya menjawab dengan nada yang lebih sopan, “Coba perlihatkan kepada kami tanda izin Kisanak!”
Dari atas kudanya, Ahmad memperlihatkan bagian dalam tas berisi sobekan kain merah putih biru dengan simbol kraton di sisi kanannya. Melihat simbol tersebut, kedua prajurit penjaga tersebut segera memberi ruang bagi Ahmad dan kudanya.
“Silakan lewat.”
“Tuan Residen ada di ruangan mana? Surat ini harus langsung sampai di tangannya sekarang juga.”
“Di ruang kepatihan.”
“Baiklah, matur nuwun..!”