Semua yang hadir di masjid itu mengangguk-anggukan kepalanya.
“Ada lagi yang ingin bertanya?”
Seorang lelaki tua mengangkat tangan.
“Ya, silakan Pak,” ujar Diponegoro.
“Dalem, Kanjeng Pangeran. Saya mau tanya bagaimana jika… apa itu… Daulah Islamiyah itu… belum ada… Apa yang harus kita lakukan?”
“Matur nuwun bapak… Iya, Daulah Islamiyah namanya. Atau Negara Islam. Jika Daulah Islamiyah belum tercipta seperti yang kita inginkan bersama, maka mulailah dengan menegakkan Daulah Islamiyah itu di dalam dada kita. Setelah itu tegakkanlah Daulah Islamiyah itu di dalam keluarga kita, rumah tangga kita. Lalu setelah itu sebarkanlah dengan damai, menyebar ke tetangga kita, dusun kita, kampung, desa, dan terus menyebar dan meluas. Dengan sendirinya akan tercipta suatu Daulah Islamiyah itu, walau mungkin tidak menamakan diri sebagai Negara Islam.”
“Maaf, Kanjeng Pangeran, bagaimana jika kita hidup seperti sekarang, dimana kaum kafir yang berkuasa dan dengan kekuatan senjata pula. Dan bagaimana dengan orang-orang Islam sendiri yang malah bersekutu dengan kafir Belanda itu?”