Lelaki yang tadi berzikir dan menunaikan sholat sunnah dua rakaat kemudian berdiri paling depan di mihrab imam. Dia mempersilakan anak muda yang tadi bersamanya untuk segera mengumandangkaniqamah.
Dengan suara yang elok, tidak terlalu keras dan juga tidak pelan, anak muda tadi menangkupkan tangan ke sebelah telinganya dan mulai meneriakkan iqamah, tanda sholat subuh berjamaah akan segera didirikan. Selesai iqamah, lelaki yang berdiri di mihrab untuk sesaat berdiam diri. Lalu dia mengangkat kedua tangannya sebatas telinga. Dengan penuh kekhusyukkan dia mengucapkan takbir, “Allahu Akbar!” Semua yang ada di belakangnya serentak mengikuti takbir sang imam.
Pada rakaat pertama, Pangeran Diponegoro yang menjadi imam sholat membaca surat Al-Ikhlas. Surat ini merupakan surat ke-112, termasuk surat al-Makiyah. Surat Al-Ikhlas berisi tentang kemurnian tauhid. Pangeran Diponegoro selalu mengawali sholat subuh dengan membaca surat ini. Seorang Muslim wajib memulai hari dengan tauhid yang benar agar semua ibadah di hari itu mendapatkan keridhaan Allahsubhana wa ta’ala. Itu salah satu prinsip Pangeran Diponegoro.
Di rakaat kedua, Diponegoro membaca surat At-Takaatsur yang merupakan surat ke-102 yang menceritakan soal tabiat manusia kebanyakan yang sering lalai disebabkan kecintaannya pada kemegahan dan kelezatan dunia yang sesungguhnya menipu. Dengan suara yang lembut dan merdu, Diponegoro membaca delapan ayat surat tersebut. Banyak dari jamaahnya yang terisak menangis mendengar suara Sang Pangeran yang begitu menyayat hati.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
Sampai kamu masuk ke liang kubur,
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui,
Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui,
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
Niscaya kamu akan sungguh-sungguh menyaksikan neraka jahim,
Dan sesungguhnya kamu akan sungguh-sungguh akan melihatnya dengan yakin seyakin-yakinnya,
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu bangga-banggakan di dunia itu)…”